My Prince - 09

1331 Words
"Menjengkelkan sekali! Kenapa di saat penting begini ramuan yang telah kuracik hilang! Di mana aku menyimpannya! Astaga!" Agnes, gadis berambut cokelat keriting yang selalu mengenakan gaun hitam itu terlihat mengacaukan kamarnya sendiri untuk mencari sebuah ramuan yang dia buat, semua pakaiannya yang ada di lemari di lemparkan ke segala arah, kasur miliknya digulingkan, cermin besar yang terpasang di tembok kamarnya langsung di pecahkan, sampai lampu yang menggantung di atap kamar jatuh karena terkena benda yang dilemparkan acak oleh gadis menyeramkan itu. Kesal, Agnes pun memilih untuk mencarinya keluar, dia berjalan tergesa-gesa hingga melewati Ayahnya, Raja William, dengan angkuh. Dia sampai di kamar khusus para pelayan istirahat, kemudian dia masuk ke sana, ada beberapa pelayan yang sedang bersiap-siap untuk bekerja langsung dimarahi oleh Agnes, memaki-makinya karena kekesalannya pada ramuannya yang menghilang, pikirannya menyatakan kalau itu adalah salah para pelayan karena tidak menjaganya dengan baik. Padahal Agnes tidak pernah memerintahkan satu orang pun pelayan untuk menjaga ramuannya, sebab itulah, pelayan-pelayan yang kena marah Agnes terheran-heran karena mereka tak tahu masalah yang sedang menimpa mereka secara tiba-tiba ini. "Anu, Tuan Putri Agnes, jika Anda memarahi kami karena ramuan Anda menghilang, mungkin Tuan Putri Laila mengambilnya, soalnya, Tuan Putri Laila sering terlihat membawa sebuah botol ramuan ke laboratoriumnya." Kemarahan Agnes sedikit reda mendengar ucapan salah satu pelayan yang barusan dimarahinya. "Katakan! Di mana dia sekarang!" *** Setelah diberitahu di mana Laila berada oleh satu pelayan, Agnes pun segera pergi ke sana, yaitu ke laboratorium milik adiknya itu. BRAK! Pintu utama laboratorium langsung didobrak oleh Agnes menggunakan tendangan kakinya, Laila yang sedang beres-beres kaget dengan suara dobrakan tersebut. Laila berlari untuk melihat apa yang terjadi pada pintu utama, sesampainya di sana, ia terkejut karena sudah ada bayangan seseorang yang berdiri di dalam kepulan asap tebal, perlahan-lahan, asap itu pudar dan memperlihatkan Agnes yang memasang wajah murka memandang Laila. "Kak Agnes? A-Ada apa sampai Kakak menghancurkan pintu utamaku?" "Berisik," geram Agnes dengan seram. "Sekarang, jawab pertanyaanku, adik sialan. Apakah kau telah mengambil ramuan terbaruku?" Mendengar itu, Laila tersenyum heran, dia sama sekali tidak pernah mengambil apa pun dari Agnes, tapi mengapa kakaknya menyalahkannya? "Ra-Ramuan?" Laila menggelengkan kepalanya. "Aku tidak pernah mengambil ramuan apa pun dari kamar Kak Agnes, percayalah, Kakak." "Kau tidak mau mengaku, begitu?" Laila tersentak mendengarnya, kali ini, dia bingung harus membela dirinya bagaimana lagi, karena kakaknya sudah dalam mode kemarahan besar. "Kalau kau tidak mau mengaku, ikutlah denganku. Aku akan memasukanmu ke--" "Oi-oi-oi, ada apa ini?" Perkataan Agnes terpotong karena suara Arga dan lelaki itu muncul di belakang gadis keriting itu dengan menyentuh pundaknya. "Lancang sekali kau memotong ucapanku, sialan." Perlahan-lahan Agnes menoleh ke belakang dan tiba-tiba, wajah yang sebelumnya berurat saking jengkelnya kini berubah, pipi Agnes merona, matanya membulat, bibirnya bergetar gugup, baru kali ini gadis itu merasa canggung setelah memandang lelaki. "Si-Siapa kau?" Melihat reaksi Agnes yang gugup membuat Laila mau pun Arga terkejut. "Aku Arga, dari penampilan dan gaya bicaramu, apakah kau Putri Agnes?" "Me-Memangnya kenapa jika aku ... Ag-Agnes!?" Muka Agnes benar-benar merah saking gugupnya. "Ah, tidak. Hanya saja, kenapa kau dengan mudahnya menyalahkan adikmu? Apa kau punya bukti?" Kepalanya tertunduk, Agnes tidak tahu harus berkata apa, dia jadi malu sekali. Bahkan, di dalam dirinya, dia kesal mengapa bisa segugup ini hanya karena kehadiran lelaki bertanduk itu? "Ma-Maafkan aku." Mengejutkan, seorang Agnes yang terkenal dengan sifat menyeramkan tiba-tiba meminta maaf pada Arga dan Laila, bahkan gadis itu membungkuk pada adiknya. Mengapa aku meminta maaf, sialan! Batin Agnes menjerit tidak mengerti mengapa tubuh dan mulutnya melakukan hal yang bodoh seperti itu. "Wow, aku tidak menyangka kau langsung meminta maaf pada kami setelah ditanyai olehku." Arga menggaruk tengkuk lehernya karena tidak percaya melihat sikap Agnes yang berubah drastis. Begitu juga dengan Laila, selama ini, seingatnya, jika Agnes marah, maka kemarahannya pasti tidak akan pernah padam sampai seminggu penuh, tetapi mengapa kini kakaknya itu bisa dengan mudah meminta maaf padanya? Apa karena kedatangan Arga? Tapi, biasanya Agnes yang dia kenal tidak begitu peduli pada siapa pun yang melerai kemarahannya. Ini benar-benar aneh, batin Laila keheranan. "Kakak, apakah karena Arga Kakak bisa segugup itu?" Mendengar Laila bertanya begitu langsung membuat Agnes melirik adiknya dengan tatapan diam saja kau, adik sialan! Dan Laila pun mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih pada Agnes. "Hey, Laila, apa kau telah memaafkan kesalahan Agnes?" tanya Arga dengan menghela napasnya. Laila tersenyum tulus. "Tentu saja, aku tidak mau ada perselisihan antar saudara." Mendengar adiknya berkata begitu, Agnes mendecih jengkel, suci sekali kau, adik sialan. "Hey, Agnes, aku tidak tahu ini perasaanku atau bukan, tapi kau tidak perlu canggung begitu padaku. Santai saja." "I-Ini bukan urusanmu!" Agnes langsung keluar dari laboratorium itu dengan sengaja menabrakkan bahunya pada pundak Arga, sementara Laila hanya bisa pasrah melihat kakaknya pergi. *** "Arga Gelisto, jadi dia lelaki yang berkehendak untuk menikahi salah satu dari kami? Sialan! Mengapa dia tampan sekali! Dan juga tanduknya! Aku suka sekali pada tanduknya! Itu melambangkan kejantanan yang luar biasa! Ini gawat! Aku tidak bisa menahan kerinduanku pada lelaki sialan itu!" Di kamarnya yang berantakan, Agnes menjambak-jambak rambut keritingnya dengan wajah memerah, gadis itu sepertinya terkena cinta pandangan pertama pada sosok Arga, tidak, mungkin lebih tepatnya, terpesona pada tanduk lelaki itu. Mungkin, karena selama ini Agnes berkecimpung pada ilmu hitam, dia jadi menilai sebuah tanduk yang ada di kepala Arga seperti sosok iblis yang dia idolakan. Tidak aneh jika gairah Agnes memuncak karena melihat tanduk Arga, itu membuatnya gugup saking gembiranya. "Menjijikan! Aku benar-benar menjijikan! Aku harus memandikan tubuhku di lembah setan! Aku tidak mau terus-terusan resah pada perasaan ini!" Keringatnya bercucuran, tubuhnya bergetar, Agnes benar-benar tak tahan ingin bertemu dengan Arga. Tok! Tok! Tok! Bahkan, suara ketukan saja hampir membuat Agnes terlonjak pingsan. "Masuk!" Pintu kamarnya berderik, didorong oleh seseorang yang masuk, siapa yang berani mengganggu diriku yang sedang berfantasi liar membayangkan aku dan Arga melakukan itu. "Wah, wah, wah, selain jiwamu yang berantakan, ternyata kamarmu juga mengalami hal yang sama, hahahah! Ada apa ini? Kudengar ramuanmu hilang dan kau memarahi para pelayan dengan wajah bodohmu itu? Hahahaha!" Rupanya orang yang berkunjung ke kamarnya adalah adik bungsunya, Charlotte. Agnes gemas sekali mendengar mulut Charlotte yang merendahkan dirinya. "Lancang sekali kau, b******k! Sebenarnya, siapa yang mengajarkan gadis polos sepertimu mengatakan hal-hal yang tak sopan padaku? Sialan!" Charlotte tersenyum sinis memandang kakaknya merespon sindirannya. "Wajahmu berkeringat, ada apa? Apakah kau ketakutan karena kedatanganku, wahai rambut keriting? Hahaha!" Karena rasa jengkelnya sudah membludak ke kepalanya, Agnes menghampiri Charlotte dengan kepalan tangan yang begitu kuat, dan kemudian, BUAG! Wajah Charlotte langsung dihantam oleh Agnes hingga tubuh gadis itu terbanting ke lantai. "Berisik sekali kau." ucap Agnes dengan melototi Charlotte. "Sa-Sakiiiiiiit!" *** "Aku juga tak tahu, tapi sepertinya, Kak Agnes menyukaimu, Arga." ucap Laila. Mereka sedang berada di taman bunga yang ada di halaman depan istana, duduk di kursi kayu panjang, membicarakan hal yang baru saja terjadi. "Menyukaiku? Itu konyol sekali, hahaha. Tidak mungkin," Arga tertawa renyah mendengar ucapan Laila. "Mungkin lebih tepatnya dia membenciku." "Kau tahu, 'kan? Kalau aku bisa membaca ekspresi seseorang? Setelah k****a dengan teliti, Kak Agnes menunjukkan raut wajah gadis yang gugup karena orang yang disukainya muncul di hadapannya," kata Laila dengan lembut. "Tapi, aku tidak percaya kalau Kak Agnes bisa jatuh cinta secepat itu padamu." Bingung harus merespon apa, akhirnya Arga hanya bisa melanjutkan tawanya dengan hati yang gundah, sementara Laila menundukkan kepalanya, sepertinya gadis itu sedang patah hati. *** "PEMBERITAHUAN! UNTUK PARA PUTRI KERAJAAN! DIMOHON BERGEGAS KE SINGGASANA RAJA! ADA SESUATU PENTING YANG AKAN DIKATAKAN OLEH RAJA! KEDATANGAN KALIAN SEDANG DITUNGGU OLEH BELIAU!" Laila dan Arga terkejut mendengar suara prajurit yang berteriak di sumber suara, sepertinya akan ada sesuatu yang menimpa kelima putri Kerajaan Vanterlock. "Terima kasih telah mendengar curhatanku, Tuan Arga. Kalau begitu, aku harus pergi." Laila berpamitan pada Arga dan dia berjalan cepat untuk ke tempat singgasana ayahnya. Sementara Arga menarik napas beratnya dengan duduk santai di kursi taman. "Yang benar saja, mengapa tiba-tiba Raja William memanggil mereka? Aku jadi penasaran." TO BE CONTINUED ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD