"Nih, baju lo!" Kayla meletakan baju yang sudah ia cuci kemarin di atas meja Kay. Kemudian ia membalikan badannya hendak pergi, tapi...
"Kay, kenapa lo gak nyuruh gue aja yang cuciin baju lo?" rengekan Lysa, membuat langkah Kayla terhenti.
Kay menghela napas, "Kan dia yang salah, ngapain nyuruh nyuci baju ke lo?"
Manis banget jawabannya. Najis! Kayla kembali meneruskan langkahnya. Kemudian berjalan ke arah mejanya.
"La gue punya kabar bagus." Sasi berkata.
Sambil duduk, Kayla menjawab. "Kabar apaan?"
"Gini, di depan sekolah kita itukan ada tempat pencucian mobil, baru."
Kayla mengangguk, "Iya, emang kenapa?"
"Nah, kata pemiliknya. Mereka buka loker, nyuci mobil satu bakal di bayar 50 ribu, lumayan kan? Gue mau ke sana. Kan lumayan buat uang jajan."
Kayla sejenak mencerna kalimat sahabatnya tersebut. Sepertinya ide itu bagus juga. Kayla sedang menabung untuk membeli laptop. Bagaimana kalau dia ikutan nyuci mobil. Kan lumayan, kalau sehari dapat lima Puluh Ribu. Kalau semuanya ditabung pasti bisa kebeli. Iyakan?
"Eh, gue ikut deh, kalau gue minta nyuci mobilnya sekaligus tiga, boleh gak ya?"
Tanya Kayla antusias. Namun pertanyaan itu membuat Sasi membelalakan kedua matanya.
"Gila aja lo La, nyuci mobil satu aja capek tahu, apalagi tiga! Emang lo kuat?"
Sejenak Kayla berpikir, satu mobil lima puluh ribu. Kalau tiga, berarti seratus lima puluh ribu. Kalau di tabung selama sepuluh hari saja. Sudah bisa mengumpulkan satu juta lima ratus ribu Waw! Kayla bisa kebeli laptop.
Capek sih... tapi...
"Gue butuh banget Sas. Yaa... istirahat sebentar gitu, lalu terusin lagi. Bisa gak kaya gitu?"
Sasil menarik napas cemas. "Bisa aja sih, tapi cape lho. Emang lo gak cape nantinya?"
"Kita lihat aja nanti. Kapan kita ke sana?"
"Pulang sekolah kita ke sana deh, soalnya dibukanya cuma senin sampe jumat aja. Jadi katanya sabtu minggu yang punya pencuciannya ada acara lain gitu,"
"Ok, kita ke sana ya?"
"Sip." mereka terlihat antusias. Terutama Kayla, kedua bibir gadis itu tersenyum. Ia bisa membeli laptop tanpa minta pada kedua orang tuanya.
Kayla memang lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya cuma karyawan biasa di sebuah kantor, di kotanya. Dan Ibunya seorang guru, namun bukan PNS. Ibunya hanya honorer, dan gajih honorer, tidaklah sebesar PNS.
Untuk biaya kehidupan di Kota besar, gajih kedua orang tuanya hanya pas-pasan. Adiknya sekarang kelas tiga SMP, dan sebentar lagi akan masuk SMA seperti dirinya. Kayla amat mengerti, kalau biaya masuk SMA itu tidaklah murah.
Makanya, Kayla sangat senang. Ketika mendengar ada sebuah pencucian mobil yang membuka LOKER seperti itu.
Sementara ini, di ujung sebelah sana. Seorang laki-laki menatap pada Kayla dengan tatapan penuh tanya. Kayla biasanya berwajah masam. Tapi kali ini, gadis itu terlihat bahagia.
Dan Kay, tentu saja penasaran. Apa yang sedang dirasakan oleh gadis, yang menjadi musuhnya itu.
"Kay, kamu denger gak sih, aku ngomong?" keluh Lysa, masalahnya sang pacar malah terdiam. Ketika ia asik berceloteh.
Kay yang sedang menatap si gadis di sebelah sana. Langsung gelagapan, "Eh, iya Sa, kenapa?"
Lysa keki, gadis itu berdiri. "Gue ke kelas ah, percuma ngomong sama lo!" Sepertinya gadis itu marah, karena Kay mengabaikannya.
Kay ikut berdiri, "Eh, malah ngambek." Kay meraih tangan gadis itu untuk menahannya.
Tapi Alysa menepiskannya. "Gue ke kelas! Pikir aja sendiri!"
Menyerah adalah yang bisa Kay lakukan. Entahlah, kemarahan Lysa seolah sudah biasa untuknya.
"Lo sih, natapin Kayla mulu. Jadinya kan gitu!" celetuk Regi, membuat Kay menatapnya tajam.
"Ngaku aja lo! Lo dari tadi natapin si Kayla kan?"
Kay melirik ke arah gadis yang bersangkutan. Kemudian menatap penuh isyarat pada Regi.
"Jangan sembarangan! Nanti dia kegeeran!"
Regi terkekeh, "Mau gue panggilin sekalian?"
Ajirr! Nih temen minta dipalu!
Geram Kay, laki-laki itu menatap lebih tegas, dengan kedua tangan siap mencekik lehernya Regi.
"Ok, ampun! Ampun!" Suara Regi yang sedikit keras. Membuat si gadis di sebelah sana melirik padanya. Sejenak terdiam, kemudian kembali berbicara dengan Sasi.
Tuhkan! Dia lihat ke sini!
Dengus Kay sebal.
***
Sepulang sekolah, Kayla dan Sasi ke tempat pencucian mobil yang di bicarakan mereka berdua tadi pagi.
"Jadi kalian mau nyuci mobil?" Pemilik tempat itu melihat kedua gadis itu bergantian.
Kayla dan Sasi mengangguk, "Iya Om, dan saya bisa nyuci mobil lebih dari satu Om, kalau boleh?" Kayla berbicara.
"Lebih dari satu?" si Om meyakinkan.
Kayla mengangguk, "Iya Om. Jadi Om tidak perlu tukang cuci mobil yang lain. Setiap pulang sekolah, saya bakal ke sini Om." Jelas Kayla antusias.
Si Om tukang pencucian mobil mengangguk, "Boleh, tapi yakin, kamu bakal nyuci mobil lebih dari satu? Emang gak cape?"
Kayla tersenyum, "Ya capek lah Om,
Tapi saya boleh istirahat dulu kan, setelah nyuci mobil?"
Si tukang sorum mengangguk, "Iya boleh, tapi harus hati-hati ya?"
Kayla mengangguk, "Siap Om." Kayla mengacungkan jempolnya.
"Jadi bisa di mulai hari ini kan Om?" Kayla bertanya lagi.
Si Om mengangguk, "Bisa, kalian silahkan ganti baju dulu."
Kayla dan Sasi mengangguk. Kemudian keduanya segera ke toilet yang sudah tersedia.
***
Sasi dan Kayla mencuci mobil dengan semangat. Dengan sesekali mereka saling membasahi pakaian masing-masing.
"Key, capek gak?" tanya Sasi, ketika melihat Kayla berhenti sejenak.
Kayla mengeleng, "Enggak ko, lo kalau udah beres. Pulang duluan aja, gue kan masih ada dua mobil lagi."
"Beneran?" tanya Sasi kurang yakin.
Kayla mengangguk,"Iya, lo tenang aja. Gue itu wonder momen!"
Sasi terkekeh, "Bisa aja lo," gadis itu menyudahi aktivitasnya. Karena pekerjaannya yang sudah selesai.
"Gue pulang duluan ya, nanti lo hati-hati. Kalau kepleset panggil si Om aja. Siapa tahu, lo bakal di gendong!"
Kayla melempar busa sabun pada Sasi, "Sembarangan lo, kalau istrinya tahu. Gue bisa jadi sate!"
Sasi ngakak. Lalu Kayla kembali meneruskan pekerjaannya. Sementara Sasi beranjak, dan pulang. Setelah mengganti pakaianya, dan menerima upah, dari pemilik tempat pencucian mobil tersebut.
Kayla yang masih punya dua mobil yang harus ia cuci, berhenti sejenak. Benar kata Sasi. Kalau mencuci mobil satu saja membuat tangannya pegal, dan badannya lemas.
Tapi Kayla harus bisa, karena uang seratus lima puluh ribu sedang menunggunya. Lalu setelah istirahat sejenak, gadis itu kembali melanjutkan pekerjaannya.
Dari kejauhan, Kay melihat aktivitas yang dilalukan gadis itu. Dari pertama gadis itu masuk, hingga sampai mencuci tiga mobil.
Kay termenung sejenak. Kemudian ia pergi dengan motor sport-nya. Setelah melihat Kayla selesai mencuci mobil terakhirnya. Wajahnya muram, seolah apa yang ia lihat. Adalah hal yang menyedihkan.
Keesokan harinya, Kayla terlihat pucat. Dan hal itu membuat Sasi cemas.
"Lo kenapa La?"
Kayla duduk di bangkunya, "s**l, gue datang bulan hari ini. Makanya nih perut mules banget."
"Oh, kirain kemarin lo di sate istrinya si Om!" celetuk Sasi, membuat Kayla menyikutnya.
"Terus gimana dong, pulang sekolah, lo masih mau nyuci mobil?"
Kayla mengangguk, "Iyalah, gue udah janji. Gak enak kalau gak di tepatin."
"Tapikan, lo lagi kaya gini. Enggak usah aja deh, tunggu sampe perut lo gak sakit."
"Yeelah, cuma sakit perut doang, nanti siang juga sembuh." jawab Kayla santai.
"Tapikan hari pertama mens itu, bikin lemes. Yakin lo?"
Kayla berdecak, "Tenang aja, gue enggak apa-apa. Nanti siang pasti udah gak sakit ko,"
Sasil menyerah, "Serah lo deh, awas aja kalau pingsan. Nanti si Om yang gendong, lah! Lo beneran di sate sama istrinya!"
Kali ini Kayla yang ngakak. Dan dari bangku lain, Kay melihatnya dengan tatapan lain dari biasanya.
"Tuhkan, lo natapin dia lagi!" celetuk Regi, terdengar menyebalkan. Kay memutar kedua bola matanya jengah.
"Bacot lo!"