Senyuman tipis

1070 Words
Kay menatap Kayla dengan lekat. Membuat gadis yang saat ini di tatap seolah tidak bisa bernapas. "Gak ngomel, matanya maen. Iya gak La?" Regi memulai percakapan. Tentu saja itu untuk menyindir Kay, yang sedari tadi menatap gadis di depannya. Kayla tidak menjawab. Ia hanya melirik Kay sekilas. Kemudian kembali menikmati makan siangnya. "Ya iya lah, Kayla kan cantik. Iya gak Kay?" Sambung Sasi, menginjak kakinya Kay. Membuat laki-laki itu mendengus jengah. Kenapa kedua temannya itu malah asik menggodanya? "Cantik apanya?" gumam Kay pelan. Namun sayang, kalimat pedas itu terdengar jelas oleh Kayla. Gadis itu mengambil gelas berisi jus miliknya. Lalu disiramkan pada mukanya Kay, dengan begitu nafsu. "Bisa enggak sih lo, sehari aja diem. Bisa?" Seisi kantin mendadak hening. Kay menganga dengan wajahnya yang mulai terasa lengket, laki-laki itu perlahan berdiri dan menatap Kayla dingin. "Gue cuma ngomong! Kenapa enggak lo bales dengan omongan aja?" "Iya, lo cuma ngomong. Tapi omongan lo itu gak bermutu. Gak ada otak!" "Lo jadi cewek gila banget, ya!" "Dan lo jadi cowok sinting banget!" Lagi, kedua remaja itu membuat suasana jadi tegang. Regi dan Sasi saling melempar tatapan. Dan menghela napas dalam. Sepertinya kepala mereka akan beruban. Jika melihat kedua temannya itu bertengkar terus- menerus. "Gue kayanya mulai stres nih," gumam Regi pada Sasi. "Gue juga. Keluar yuk, biarin mereka." Kemudian Sasi dan Regi pergi. Membiarkan kedua remaja aneh, yang saat ini masih saling membentak dan melempar tatapan tajam. "Nyesel gue satu kelas sama lo!" "Enak banget, lo ya, ngomong. Emang siapa yang mau satu kelas sama lo? Siapa?" Kayla mendekat dan menengadah semakin menantang pada Kay, dengan penuh keberanian. Kay yang merasa diinjak harga dirinya. Meraih pinggang gadis itu dan ditarik padanya. Hingga Kayla jatuh di dadanya. "Bisa enggak diem tuh bibir!?" Kay mendekatkan wajahnya. Membuat Kayla terdiam kaget. Posisi ini tentu merugikannya. Karena ia tidak bisa melawan laki-laki itu. "Kenapa diem hem?" Kayla gelagapan, "Ma-maksud gue... gue..." Kay tersenyum. Lalu, setelah puas melihat wajah gugup itu. Kay melepaskan pinggang gadis itu. Kemudian meninggalkannya begitu saja. Membuat Kayla hampir terjatuh, dia sempoyongan dan menjadi bahan tawaan para gadis yang ada di kantin itu. "Makanya, gak usah ngelawan sama Kay!" "Cowok ganteng kaya Kay itu gak pantes di musuhin. Tapi pantesnya disayangin!" "Sok-sokan sih jadi cewek. Malu kan jadinya!" "Mending kalau cantik kaya gue, iya gak sih?" "Udah deh, nangis aja. Malu kan lo!" "Gue sih, bersyukur banget. Lihat dia kalah kaya gitu. Biar tahu diri!" Dan masih banyak lagi cibiran untuk Kayla. Membuat gadis itu mengepal eratkan kedua tangannya. Sebenarnya ingin sekali ia menangis. Tapi Kay si jalangkung itu akan semakin senang. Apabila melihat dirinya kalah. Semakin lama, para gadis s****n itu semakin berisik. Membuat Kayla kehilangan kesabarannya. Kemudian dengan kuat ia memukul meja di sana. Sampai bakso yang belum ia makan. Berceceran kuahnya ke mana-mana. Brakkk! Suasana jadi hening. Kayla menatap satu-persatu para gadis itu. Lalu... "Gue belum kalah!" tegasnya, kemudian pergi meninggalkan kantin dengan amarah yang ia tahan. Seakan ingin meledak. *** Sesampainya di koridor, Kayla melihat Kay, wajahnya sedang diusap begitu lembut oleh Lysa. Dia, katanya pacarnya Kay. "Duh, kamu gak apa-apakan sayang?" suara Lysa terdengar menyebalkan. Hingga membuat Kayla rasanya ingin muntah. Kay terlihat diam saja. Namun tatapannya tepat ke arah gadis yang saat ini melewatinya dengan tergesa. Tentu saja gadis itu adalah Kayla. Kay tak henti menatapnya. Lalu senyuman tipis, tercetak dikedua bibir menawannya. Bahkan Lysa yang dekat tidak menyadarinya. Mau lagi.... Bisik Kay dalam hatinya. Ia melihat lengannya yang tadi menarik pinggang ramping itu. "Kay..." sapaan Lysa, membuat laki-laki itu memutuskan tatapannya pada si gadis yang saat ini sudah jauh ke sana. "Hem," "Kamu sesekali ngalah dong, sama si Kayla itu. Diakan cewek, masa kamu mau berdebat terus sama dia?" "Memangnya kenapa? Cewek juga jago debatnya. Gue susah nyainginnya." "Bukan gitu, aku tuh pernah denger. Katanya, kalau cewek sama cowok saling benci. Lama-lama bakal saling cinta. Dan aku takut, kamu bakal cinta sama dia." rengek Lysa, membuat Kay meliriknya sekilas. Laki-laki itu berdeham dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kay, kamu denger gak sih?" Lysa semakin terdengar manja. "Gue ke koperasi dulu. Mau ganti baju, enggak enak nih, lengket." Kay segera beranjak. Tak menghiraukan Lysa, dan hal itu tentu saja membuat Lysa keki. *** "Bu ada baju gak? Saya ngutang dong, satu. Bayarnya dua kali ya..." Bu penjaga Koperasi melihat Kay dengan kedua alisnya yang bertaut. "Lho, kamu kenapa Kay? Ko kotor banget bajunya?" Kay nyengir kuda,"Biasa lah, Bu. Si lampir lagi ngamuk." Si Ibu penjaga kantin terkekeh, ia tahu betul. Siapa Lampir yang dipanggil Kay. Se-antereo Mutiara Bangsa memang tahu. Kalau Kay dan Kayla selalu menjadi kucing dan tikus, ketika bertemu. "Oalaaah, masih belum akur juga toh." Bu kantin segera mengambil baju baru, dan memberikannya pada laki-laki itu. "Emang gak cape setiap ketemu kaya gitu? Kalau Ibu sih, cape lihatnya. Apa lagi denger nya, kuping ibu kayanya budeg kalau denger kalian bertengkar terus." Kay mengambil baju yang di sodorkan Bu kantin padanya. "Makasih Bu, besok ya... dicicil." Kemudian tanpa menjawab kalimatnya Bu kantin, Kay segera berjalan cepat ke arah toilet. Sementara ini Kayla dan Sasi sedang ngobrol di bangkunya. "Lo ko kabur sih?" protes Kayla. "Yaiyalah, panas kuping gue." Sasi membuka buku pelajarannya. "Mending gue belajar, ketimbang denger ocehan kalian berdua." "Ini tuh, yang salah si Kay. Bukan gue, dia yang mulai. Tahu gak sih?" "Iya, dan lo yang nyolot." "Lo belain dia?" Kayla menatap kesal Sasi terlihat kecewa. Sasi yang merasa Kayla sedang protes padanya. Hanya bisa menghela napas dalam. "Gue enggak belain dia, tapikan lo enggak harus siram dia pake jus segala. Kan bajunya jadi kotor." "Kan gue kesel, Sas. Masa lo gak ngerti sih?" Kayla bersidekap d**a, dengan wajah cemberutnya. "Gue ngerti, tapi--" Pukk! "Cuci!" Kay menyimpan baju seragam kotornya di atas meja. Tepat di depannya Kayla. "Apaan deh, enggak mau! Cuci aja sendiri!" "Tanggung jawab dong, itukan kerjaan lo!" "Kan lo yang mulai? Jadi itu tanggung jawab lo!" "Hadeuhh..." suara Sasi membuat perdebatan yang akan dimulai lagi itu terdiam. "Bu Endang mana yaaa..." Sasi berdiri, dan hal itu membuat Kayla segera meraih tangannya. "Eh, jangan gitu dong, Sas." "Habis gue kesel. Bosen! Tahu gak? Bosen banget!" Kayla melirik Kay yang masih menatap padanya, seolah tidak mau kalah. Bahwa Kayla memang harus mencuci bajunya. "Ya udah, nanti gue cuci. Dibungkus pelastik aja bajunya." Sasil tersenyum, "Adeuhhh.... gak jadi ah, ke Bu Endangnya." "Ngeselin!" Gumam Kayla pelan. Dan Kay beranjak ke arah bangkunya, dan lagi, sebuah senyuman tipis sekali tercetak dikedua bibir manis itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD