Debat Hebat

1178 Words
"GAWAAAAAT! GAWAAAAT!" Teriakan Kayla dari luar. Membuat seisi kelas menatap padanya. Saat ini jam baru menunjukan pukul 10 pagi. Dan gadis itu baru kembali dari toilet. "Apaan sih La? berisik banget!" Kesal Sasi. Gadis itu sedang asik dengan ponsel di tangannya. Maklum, dia itu stalker beratnya exo. Apa pun kegiatan yang sedang di lakukan cowok-cowok tampan itu. Ia akan selalu mengikutinya. Kayla duduk di kursinya. Sembari mengambil buku pelajaran matematika dengan tergesa. "Gue denger dari kelas sebelah. Mereka sedang ulangan matematika dadakan. Nah, sekarang gue mau nulis rumus di paha gue!" Ujar Kayla, sedikit mengangkat roknya. Kemudian menuliskan beberapa rumus. Hal itu membuat cowok yang duduk di belakangnya bersuara. "Cewekmah enak ya, bisa nulis rumus di paha. Lah, gue. Di mana dong? Di jidat!" Mendengar suara familiar di belakangnya. Kayla memutar wajahnya. "Gak usah ikut campur deh," Kay tersenyum sinis."Anak bangsa ko kaya lo, mau jadi apa negara kita!" Kayla menghentikan aktivitasnya. Gadis itu merasa tersinggung. Hingga ia membanting pulpennya ke atas meja. Membuat Sasi meringis. Ia tahu, kemungkinan terburuk apa yang akan terjadi. Bila kedua remaja itu mulai saling mengusik. Kayla keluar dari bangkunya. Kemudian menghampiri meja yang di duduki Kay. "Gini ya Kay, gue tuh enggak pernah ganggu lo. Bisa kan lo gak usah ganggu gue?" "Gue enggak ganggu lo, cuma... aktivitas lo itu malu-maluin!" "Malu-maluin gimana sih maksud lo?" Kay berdiri, kemudian menunduk. Menatap gadis di depannya. "Ya malu-maluin lah, kalau anak sekolah semua kaya lo, setiap ulangan nyontek! Setiap ulangan gak peduli, maunya cuma dapet nilai doang. Mau jadi apa negara ini?" Kayla menganga. "Negara? Lo bahas negara? Hey!" Kayla mendorong dadanya Kay dengan kuat. "Gue bukan Presiden! Ngapain gue ngurusin negara?" "Gue bukan ngomongin presiden! Gue cuma bayangin. Negara kita bakal jadi apa? Kalau anak bangsanya semua kaya lo!" "Dan kenapa lo cuma marah sama gue? Kenapa lo enggak marah sama semua anak di sini! Lihat!" Kayla menunjuk para gadis lain, yang menulis rumus di paha sepertinya dirinya. " Mereka juga sama. Kenapa cuma gue yang lo bahas?" "Karena lo yang lebih dulu nulis! Lo yang ngasih contoh gak baik sama mereka!" "Contoh? Gue ngasih contoh yang enggak baik sama mereka! Lo mikir gak sih? Mereka itu udah geude, udah punya otak! Kalau mereka memang punya logika. Ngapain ikut-ikutan kaya gue!" Kayla semakin emosi, begitu juga Kay. Mereka berdua sama-sama tidak mau mengalah. Hal itu membuat para murid di kelas terdiam dan meringis cemas. "Duh ... gimana nih?" Bisik Sasi pelan, pada Regi pacarnya. Kebetulan duduk mereka berdekatan. "Gue enggak tahu, si Kay sama si Kayla itu gilanya sama." sahut Regi, sama cemasnya. "Temen lo tuh, nyolot duluan. Kan jadinya si Kayla emosi." Sasi berasumsi. "Kan si kay, emang orangnya kaya gitu. Masa lo gak tahu." Ujar Regi pasrah. Regi memang sahabatnya Kay. Tapi Regi tidak bisa menghentikan laki-laki itu. Jika sudah emosi seperti itu. "Terus gimana dong? Mereka semakin berisik aja deh?" "Au ah, gue pusing!" Regi menutup kedua telinganya. Lalu terdengar lagi perdebatan kedua remaja itu. "Udah deh, dari pada lo ikut campur. Mending lo juga nulis rumus di paha lo! Gampangkan?" "Sorry gue enggak level!" "Ya sudah, lo diem kalau kaya gitu! Lo gak usah ikut campur. Sakit jiwa, lo ya!" Kayla mendorong keningnya Kay kuat. Membuat laki-laki itu mendengus kesal. Kemudian dengan gerakkan cepat. Ia menangkap tangannya Kayla dan membuat gadis itu kalang kabut. Dia tidak bisa melepaskan tangannya. "Eh, s****n! Lepasin!" "Lo kalau lagi ngomong sama gue. Gak perlu pake tangan. Gak sopan tahu!" "Emang lo sopan? Lo ju..." "Ada apa lagi ini?" Pertanyaan Bu Endang. Membuat Kay segera melepaskan tangannya Kayla. "Kayla Monika! Kay Abigel Hardinata! Saya tanya, ada apa lagi? Mau nyuci toilet lagi? Atau mau di skors?" Kayla dan Kay, sama-sama menunduk dan terdiam. "Pernah gak sih, sehari saja kalian enggak berisik? Pernah?" Mereka tak menjawab. "Ini sekolah, bukan ajang debat seperti di pengadilan! Saya sudah pusing mendengar kalian berisik terus? Kalian tahu, di kelas sebelah sedang ulangan. Kalian bisakan diam?" "Maaf Bu," cicit Kayla pelan. "Dan kamu Abigel, mana maaf kamu?" Bu Endang menatap Kay. "Maafin saya Bu." Kay ikut bersuara. "Ok, saya maafkan. Tapi kalau kalian berisik lagi. Saya akan hukum kalian!" final Bu Endang. Kemudian beliau segera pergi keluar dari kelas tersebut. "Tuhkan, gara-gara lo! Bu Kepala Sekolah sampe ke sini! Malu gak sih lo?" Kayla menatap jengah pada Kay. "Harusnya lo udah diem ya? Malah bacot lagi!" Kay kembali kesal. "Eh...." "La, La. Udah Lah, nanti Bu Endang ke sini lagi lho, nanti lo bakal ribet." Sasi segera mendorong Kayla ke arah kursinya. "Iya Kay, udah deh diem. Nanti di kamar aja terusinnya!" tambah Regi. Membuat seisi kelas bersorak padanya. Lalu jitakan nikmat dari Kay, melayang di kepalanya. "Sontoloyo!" (kurang ajar) tambah Kayla. *** "Lo cape enggak sih La?" tanya Sasi, saat ini mereka sedang berjalan ke arah kantin. "Cape kenapa?" "Ya cape aja gitu, tiap hari bertengkar aja, debat gak penting aja. Kan gue bosen lihatnya." "Ya udah, gak usah di lihat. Gampangkan?" "Eh, ni bocah." Sasi kesal, Kayla memang selalu begitu. Setiap kali diberi tahu. Padahal, Sasi memang ingin sekali melihat sahabatnya itu damai dengan Kay. Atau bahkan dekat, seperti dirinya dan Regi. Kayla hanya mengedikkan kedua bahunya masa bodo. Mereka berjalan santai ke arah kantin. Sampai Rangga, cowok tampan Kakak kelasnya Kayla menyapanya. "Hay La! Mau ke kantin?" Kayla mengangguk ramah. Sebagai perempuan normal, tentu saja Kayla mengakui. Kalau cowok di depannya ini memang tampan. Cuma sayangnya. Kak Rangga ini sudah punya pacar. Jadinya Kayla mundur deh, padahalkan... "Inget La, dia udah punya cewek. Kak Nilam, lo gak lupa kan?" bisik Sasi, membuat Kayla menyikut perutnya. Tentu saja Kayla tahu. Tapikan kalau melirik sedikit untuk obat kangen. Bolehkan? Cuma sedikit lho... "Eh, iya Kak. Permisi kak." Kayla segera meraih tangannya Sasi. Kemudian melewati Rangga. Namun Rangga memanggilnya. "La, nanti ada rapat OSIS ya, tolong kasih tahu anak yang lain!" Ikhh, kirain mau bicara apa? Kan Kayla sedang berharap. Kalau Kak Rangga ini mau mengajaknya jalan atau makan malam gitu, Dasar keinginan selalu tidak sesuai harapan. Beuhh... memang. Berharap pada manusia itu menyakitkan! Sadar Kayla, dia udah punya cewek. Ujar Kayla di dalam hatinya. Kemudian ia memutar wajahnya menatap pada Kak Rangga. "Iya Kak." Lantas ia pun segera meneruskan langkahnya. *** Suasana kantin Mutiara Bangsa, memang tidak pernah sepi pengunjung. Kayla dan Sasi celingukan mencari kursi yang kosong. "Duh, La. Udah penuh." Kesal Sasi. "Iya nih, ko cepet banget sih penuhnya!" sahut Kayla, "KAYLA! SASI! SINI!" Suara dari arah meja di bagian pojok. Membuat kedua gadis itu mencari sumber suara. "Eh, La. Itu cowok gue. Yuk, ke sana." ajak Sasi. Kayla mengangguk dan hendak melangkah, kala melihat Kay duduk tepat di sampingnya Regi, hingga gadis itu malah terdiam. Membuat Sasi menatapnya mengerti. "Aduh, La. Udah deh, biarin aja tuh si Kay. Enggak usah diladenin." Sasi mengerti dengan apa yang tengah di rasakan Kayla saat ini. "Dia itu suka mulai duluan, Sas. Gue mau makan, bukan mau debat." jawab Kayla kesal. "Iya, makanya gak usah diladenin. Ayo ah, gue laper." Kemudian Kayla mengikuti langkah Sasi. Meski jauh di dalam hatinya malas. Dia yakin sekali, kalau laki-laki itu akan mengusiknya lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD