Kecurangan Fatih

1270 Words
Begitu menginjakkan kaki di depan rumah, Alina dikejutkan dengan kehadiran ibu mertua yang sudah menghadang di ambang pintu. “Loh, buk. Kenapa barang-barang Alina di letakkan di luar?” tanya Anita begitu berdekatan dengan Meri. “Dari mana mbak Nita tau ini barangku?” Alina balik bertanya pada Anita. “Em ... coba lihat ini," jawab Anita, lalu membuka koper. “Kok, baju-baju Alina Ibu masukkan ke koper semua?” tanya Alina begitu menyadari jika ucapan Anita terbukti benar. “Apa belum jelas arti ucapan talak dari Fatih, hah?” Meri beralih ke belakang pintu bagian dalam. Ia menyeret sebuah koper lain. “Ini juga sekalian. Barang-barangmu sudah ibu kemasi semuanya, tanpa ada yang tersisa,” terang Meri tanpa basa-basi. “Ibu jangan begitu, dong, Bu. Alina butuh penjelasan dari mas Fatih dulu. Tunggu mas Fatih pulang, baru aku akan pergi dari sini.” “Sudahlah, Al. Mereka sudah membuangmu. Lebih baik kita lekas pergi dari sini. Lagipula, kamu sudah mendapatkan kontrakan.” Anita berusaha menasehati. “Tapi Mbak—“ “Bener kata mbakmu itu. Fatih yang akan mencarimu nanti setelah dia pulang. Itupun kalau ada kepentingan,” balas Meri memotong ucapan Alina. “Al, ayo bawa masuk ke mobil barang-barangmu. Mbak akan mengantarmu ke kontrakan.” “Tapi aku akan tetap kembali lagi, Bu. Mas Fatih masih berhutang penjelasan sama Alina.” “Iya, nanti ibu sampaikan," jawab Meri ketus. Alina menyambar koper di hadapan mantan ibu mertua dengan kasar. Rasa sakit telah merubah sifat anggun menjadi kasar pada sosok ibu yang sangat ia hormati. Anita membantu dengan memasukkan barang-barang yang lain. Kini, mobil miliknya sudah beralih fungsi menjadi mobil pembawa barang. “Cepat pergi dari sini, Mbak. Aku sudah tidak tahan lagi.” Alina menyeka bagian sudut mata, berharap linangan air tidak lagi merembes dari sudut itu, tetapi gagal. “Al, ada mbak Nita di sini, kamu tidak sendirian. Sabar, ya?” Anita melajukan kendaraan tanpa menatap seseorang yang masih berdiri di depan pagar. Meri merasa lega karena keinginannya untuk memiliki menantu yang lain akan segera terwujud. Sementara Alina masih bergelut dengan rasa sakit. Pamor pria paling perhatian yang ia sematkan pada diri Fatih hilang dalam hitungan jam. Ia tidak menyangka akan mendapat predikat janda pada usia semuda ini. ** “Al, berpisah saat kamu masih sendiri jauh lebih baik. Dari pada berpisah nanti ketika kamu punya anak, ujung-ujungnya nanti malah menambahi beban. Kamu cantik dan masih muda. Mbak yakin, akan banyak pria yang pantas menggantikannya Fatih.” Anita berucap sambil memindahkan pakaian Alina ke dalam lemari kecil di sudut ruangan. Ia tampak prihatin dengan keadaan adiknya yang masih saja mengucurkan air mata tanpa henti. “Aku sudah terlanjur mencintai mas Fatih, Mbak. Bahkan dia sendiri tau itu. Mas Fatih juga tau kalau dia segala-galanya bagiku. Bagaimana bisa tiba-tiba aku hidup tanpa dia?” “Al, belajarlah mengikhlaskan. Akan sulit memang, tapi jangan khawatir. Mbak Nita akan selalu ada untukmu. Sementara kamu belum mendapat pekerjaan, mbak yang akan menanggung biaya hidup kamu.” Anita menghentikan aktivitasnya dan berjalan mendekati Alina. Tangan terulur mengelus kepala sang adik dan menempelkan pada dasarnya. Mencoba menularkan energi positif dengan sedikit sentuhan. Air mata Alina membasahi kemeja Anita yang sedang memeluknya. Hijab berbahan satin yang dikenakan Alina pun tidak lepas dari kucuran air mata yang malah mengalir semakin deras. “Aku belum ikhlas, Mbak.” Alina terus tergugu. Punggung itu terguncang oleh sebab isakan yang berubah menjadi tangisan keras. “Sudah, ah! Papa bakal sedih di alam sana kalau melihatmu seperti ini. Sudah!” Kedua tangan menangkap pipi Alina dan membersikan sisa-sisa rembesan air mata. “Di kantor mbak, kayaknya ada lowongan pekerjaan, tapi ya ... kamu harus mendaftar seperti yang lainnya. Siapa tau beruntung. Mbak akan usahakan supaya kamu bisa diterima.” “Beneran Mbak?” “Masa Mbak bohong! Sudah jangan bersedih lagi. Sudah saatnya kamu bangkit." “Terima kasih, ya, Mbak?” “Iya, sama-sama.” Anita menjauhkan diri dari Alina ketika handphone di dalam tas berdering. Ia berbicara sejenak sebelum mendekat kembali pada adiknya. “Mbak harus pergi sekarang. Ada teman yang menunggu.” “Mas Adam, ya?” tebak Alina dengan memaksakan diri untuk tersenyum. “Iya. Mas Adam baru pulang dari luar kota. Mbak pamit dulu, ya?” Anita meninggalkan sebuah kecupan pada kening Alina dan bergegas meninggalkan kontrakan. Anita tampak sangat bersemangat karena akan segera bertemu dengan pangeran pujaan hati. Seorang pria yang membuatnya mampu bertahan di tengah rasa sakit yang berusaha ia tekan sendiri. Seorang pria yang mampu menghidupkan kembali obor kehangatan di dua tahun terakhir ini. ** Sementara di belahan bumi yang lain, Fatih masih berkutat dengan layar laptop. Dua hari ini, ia sengaja membawa semua pekerjaan ke apartemen, tempat tinggalnya yang baru. Fatih ingin melupakan sejenak masalah pelik rumah tangga bersama Alina. Betapapun ia menyadari bahwa, hidup bersama Alina enam bulan terakhir ini sudah banyak membawa perubahan positif. Namun di sisi lain, perasaan seseorang yang sudah menunggunya bertahun-tahun lalu tak layak ia abaikan. Cinta itu telah berhasil mengalihkan segala perhatian Fatih. Dan tidak akan tertembus oleh kedatangan Alina yang mencoba mencari tempat di sisi yang lain. Tiba-tiba Fatih dikejutkan oleh suara pintu yang terbuka. Seseorang sudah berdiri di depan pintu memberikan senyum termanisnya. “Hai,” sapa Fatih pada sosok wanita muda yang sudah ia nanti-nantikan kehadirannya. “Hem, maaf terlambat, Sayang,” jawabnya sambil meletakkan tas kecil di atas sofa yang Fatih duduki. “Tak apa. Aku juga masih menyelesaikan pekerjaan. Kayaknya kamu capek banget, dari mana saja?” Fatih menepuk pelan sofa kosong di sampingnya, memberi arahan agar segera diisi. “Bantu-bantu Alina, tau! Sudah pindah ke kontrakan dia sekarang,” jawabnya sambil melepaskan bobot tubuh di samping pria yang sudah lama menantinya. ** Alunan musik yang berasal dari handphone membuat pendengaran terganggu. Tak berniat membuka, wanita itu melemparkan begitu saja ke hadapan seseorang yang baru saja ke luar dari kamar mandi. “Dibalas kenapa, sih? Biar dia sedikit lega,” ucapnya dengan bibir mengerucut. Anita mendadak jengah dengan suara handphone milik Fatih. “Kan sudah kubilang, biarkan saja, abaikan pesannya. Nanti juga bakal bosan sendiri.” “Dia masih mencarimu.” “Abaikan!” ucap Fatih. Ia duduk meraih handphone yang semula di lemparkan di atas kasur, “Biar dia puas, kubuka pesannya, tapi tidak akan kubalas.” Fatih membuka pesan yang beruntun itu, hanya sekilas tanpa membacanya. “Seharusnya, suruh ibu saja untuk memberitahu. Dengan begitu ‘kan, Alina tidak perlu lagi mengejar-ngejar kamu.” “Alasanku sudah jelas, kalaupun Alina masih berusaha mencari, anggap saja karena dia sedang rindu.” “Berarti ... kamu akan benar-benar meninggalkannya, kan?" Fatih mengangguk pasti. Anita memapas jarak. Kini duduk di samping Fatih. “Sebelumnya kita sudah pacaran. Jauh sebelum aku menikahi Alina. Berarti bukan salah dirimu, tapi salahkan papanya Alina yang memaksaku menikahi putri semata wayangnya.” “Sudah, ah! Jangan membahas papanya yang sudah almarhum. Biarlah beliau tenang di sana.” “Nita, kadang aku merasa bersalah pada adikmu itu. Apa sebaiknya kita jujur saja tentang hubungan kita? Alina wanita yang baik. Aku yakin, ia bisa memaklumi kita.” Ucapan Fatih mengalihkan perhatian Anita. Keningnya mengerut oleh karena rasa tidak percaya akan ucapan yang baru saja ia dengar. “Jangan bilang kamu menyukai Alina!” “Ya nggaklah, Sayang. Ucapan cinta padanya waktu itu ‘kan cuma pura-pura.” “Aku pegang ucapanmu. Kita sudah melangkah sejauh ini, Fatih. Aku ingin, kita bisa menikah secepatnya. Secara siri juga tidak apa-apa, kita bisa resmikan setelah kamu bercerai dari Alina.” “Aku tidak bisa, Nita. Prinsipku, aku tidak pernah berkeinginan untuk berpoligami. Makanya aku memintamu untuk menunggu.” Anita tertunduk. Permintaannya untuk segera dihalalkan terhalang oleh adiknya sendiri, Alina. Next
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD