9. Pekerjaan baru

1112 Words
Selagi masih hidup, masih banyak kesempatan untuk memperbaiki. Luka-luka lama yang pernah ia buat akan Erick ganti dengan kebahagiaan. Meski beberapa hari ini mencoba mencari keberadaan Reyea sangatlah sulit, tapi pria itu tak patah semangat. Tujuannya adalah meminta maaf juga memperbaiki hubungannya dengan kedua putra kembar- Rio dan Gio. Setelah itu, Erick akan mencari keberadaan Resya putri semata wayangnya hasil dari buah cinta dengan Sarah-wanita yang merusak rumah tangganya. walaupun sebenarnya ia tak tahu dimana keberadaan putrinya dengan Sarah, tapi ia selalu berusaha untuk optimis mencari keberadaan mereka. Jika mengingat kembali, Erick itu memang jahat dan kejam. Saat Reyea mengandung berselingkuh dengan wanita lain. Wajar saja jika nanti Reyea tidak dapat memaafkan atau memberi tempat untuk pria itu bersama putra-putranya. Tapi, Erick mencoba berpikir positif dengan membuang pikiran negatif. Ia tak akan pernah lelah. karena selama ia mengenal Reyea, wanita itu begitu baik dan pemaaf bahkan sejak dulu yang paling sering membuat kesalahan adalah dirinya dan Reyea tak pernah berhenti untuk memaafkannya. wanita itu memang berhati malaikat, sebab itulah mengapa Tuhan tak menyatukan dengan dirinya yang seperti iblis ini. Kini pria itu tengah menikmati kopi hitam pahit di teras depan rumah milik Siska. Uang yang ia punya masih ada tapi jika selalu digunakan dan tak bekerja pastilah akan menipis dan habis. Rencananya, Erick akan mencari lowongan pekerjaan di kota ini, ia yakin tempat yang menjadi spot utama Indonesia ini menyediakan banyak lowongan pekerjaan. Untung saja Siska mantan karyawannya dulu masih memiliki rasa simpati padanya, juga dari wanita itulah Erick dapat mengetahui kabar Reyea walaupun alamat itu tak ditujukan oleh Siska secara gamblang, agaknya memang Siska menginginkan Erick untuk berjuang mendapatkan apa yang ia inginkan. "Lagi ngopi pak?" sapa tetangga sebelah yang hendak berangkat kerja, Erick mengangguk dan tersenyum, andai saja ia memiliki pekerjaan di daerah ini pagi-pagi seperti saat ini ia sudah berangkat kerja bukannya duduk diteras rumah. sebenarnya pekerjaan di kota sih lumayan, tapi lagi-lagi ia rela meninggalkan pekerjaan itu untuk menemukan keluarganya. "Mau berangkat kerja pak?" Tanya balik pria itu, tetangganya nampak ramah dan murah senyum. "Iya, kebetulan pekerjaan saya menjadi tukang bersih-bersih di sekolah." Erick mengangguk-anggukkan kepalanya. Tiba-tiba saja terbersit dalam benaknya. Jika pria itu menjadi tukang bersih-bersih disekolah, barang kali ada lowongan pekerjaan tambahan untuknya. Erick berinisiatif mendekati pria itu, ya paling tidak untuk menambah keakraban keduanya. "Ada apa pak?" tanya pria tersebut yang hendak menaiki sepeda motornya. "Kalau boleh tahu pak Wayan sudah lama kerja ditempat itu?" "Ada kalau sepuluh tahun." jawab pak Wayan dengan logat Bali yang kental. Erick mengangguk-anggukkan kepalanya, ternyata pria ini termasuk pria yang setia dengan pekerjaannya. sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar. akhirnya pria itu mencoba mencari kata-kata yang setidaknya pantas untuk di ucapkan. Pria itu berdehem. "Begini pak, saya sedang mencari pekerjaan. Apakah ada lowongan disekolah itu." "Wah! Kebetulan pak Erick, disana masih membutuhkan pekerja yang seperti saya. Hanya saja ya begitu, gajinya tidak sebanyak di kota-kota." terang pak Wayan, perkataan itu tiba-tiba membuat Erick tersenyum senang. ia tak menyangka dengan jawaban pak Wayan itu. "Tidak masalah pak, saya bersedia!" katanya dengan senang. Pak Wayan tersenyum "Saya pikir bapak sudah punya pekerjaan jadi saya tidak menawari bapak sebelumnya." "Ada pak tapi di kota, dan saya sekarang tinggal disini. Jadi kalau begitu biarkan saya ikut bapak boleh?" "Boleh-boleh pak, saya tunggu bapak ganti pakaian dulu ya?" Erick mengangguk dan segera berlari kecil masuk kedalam rumah untuk berganti pakaian. Ia senang sekali mendapatkan pekerjaan di kota ini, ya setidaknya memiliki penghasilan untuk memenuhi biaya hidupnya sampai nanti ia mendapatkan anak-anaknya. "Ayo pak." kata Erick, mereka kemudian pergi meninggalkan rumah dengan mengendarai sepeda motor. Mata Erick memindai sekitar, sekolahan yang begitu besar, luas dan nampak ternama ini pastilah memiliki siswa-siswi yang berprestasi. Ia tak percaya jika gaji yang akan diterimanya sangat sedikit, tapi meskipun begitu besar kecilnya tak masalah asalkan kebutuhan hidup terpenuhi. Tapi, apakah ia dapat diterima bekerja disini? Jujur saja ia sempat pesimis dan tak tahu lagi harus mencari pekerjaan dimana. Sebenarnya dulu sekali, tak pernah ada dalam bayangan Erick akan menjadi seperti ini. Hidup pas-pasan dengan uang yang kadang hanya tinggal beberapa lembar dan harus ia pertahankan. Dulu sekali bahkan ia suka menghambur-hamburkan uang untuk jalang, memberikan mereka segepok setelah Erick mengambil kenikmatan dari mereka, Ya uanh memang kadang membutakan. Memang ternyata meninggalkan dan menyakiti penyemangat adalah kesalahan terbesar dalam hidup. Contohnya sekarang, Erick harus memulai semuanya dari nol. padahal dulu ia bisa saja membeli sekolahan ini dan menggaji guru-guru dengan gaji yang tinggi. Tapi, tak ada waktu untuk mengingat masalalu sekarang, masa depan ada dihadapan, ia harus kuat menghadapinya. "Ayo pak, kita bertemu dengan pak kepala sekolah." Erick mengangguk, dan mengikuti langkah kaki pak Wayan. Di sekolahan ini, toleransi sangat tinggi. Banyak beragam suku dan agama yang menjadi satu tapi tidak ada perbedaan diantaranya. Guru-guru yang berlalu lalang, juga ada yang non muslim dan muslim tapi mereka akrab bagaikan tak memiliki sekat. Pak Wayan mengetuk pintu ruangan pak kepala sekolah, tak lama ada suara memerintahkan mereka untuk masuk. Erick hanya bisa mengikuti langkah pak Wayan lagi. "Silahkan duduk." pinta pak kepala sekolah, kedua pria itu kemudian duduk. "Ada apa pak Wayan?" "Begini pak, kedatangan saya disini ingin mengantarkan pak Erick untuk melamar pekerjaan. Dan kebetulan dua hari yang lalu bapak memerintahkan saya untuk mencari satu lagi pekerja untuk menjadi tukang bersih-bersih disekolah ini, dan pak Erick bersedia pak." Pak kepala sekolah itu lalu menatap Erick dan tersenyum. "Apa benar bapak ingin bekerja disekolah ini?" "Iya benar pak, untuk memenuhi kebutuhan hidup saya." "Apa sebelumnya bapak bekerja?" Erick mengangguk. "Ya pak, saya bekerja di salah satu pabrik di Jakarta. Namun, saya meminta cuti beberapa bulan karena saya pergi ke Bali untuk mencari keluarga saya." terangnya, Pak kepala sekolah nampak paham. "Baiklah, kebetulan sekali memang sekolah ini membutuhkan satu orang lagi untuk merawat taman dan lingkungan sekolah. Bapak boleh bekerja disini, nanti pak Wayan yang akan membantu bapak." mendengar hal itu Erick berbinar senang, laku menjabat tangan kepala sekolah sebagai rasa terima kasih. "Mengenai gaji, bapak akan digaji tiga juta dalam satu bulan. Bapak bisa mengambilnya jika bapak membutuhkan." terang pria paruh baya itu, Erick bahkan terkejut dengan nominal gaji yang disebutkan, tapi mencoba bersikap sewajarnya. Lalu hanya bisa mengangguk. "Kalau begitu kalian bisa memulai kerja ya." "Tolong di bimbing ya pak." "Baik pak. Kalau begitu kami permisi dulu." mereka berdua kemudian keluar dari ruangan pak kepala sekolah. "Terima kasih banyak pak, sudah membantu saya untuk mendapatkan pekerjaan." "Sama-sama pak, saya senang membantu bapak. Kalau begitu bapak boleh berganti pakaian lebih dulu ya, lalu kita membersihkan taman sekolah." "Iya pak." Erick kemudian berjalan untuk berganti pakaian. Ia senang mendapatkan pekerjaan baru setidaknya ia memiliki tabungan nanti untuk menafkahi ketiga anaknya. Menurutnya gaji tiga juta selama satu bulan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD