23. Gelang perpisahan

1154 Words
"Yakin kamu gak pengen beli apa-apa?" tawar anak lelaki itu lagi. Resya menghitung pertanyaan tersebut sudah hampir yang ke delapan kali, dengan penolakan yang sama. Sebenarnya Resya hanya tak ingin banyak menerima hadiah demi hadiah dari si kembar ini. Apalagi Rio sangat membuatnya tak nyaman bahkan sudah menegurnya secara terang-terangan. Tentu saja salah satu alasan terbesar adalah hal tersebut. "Kenapa? Padahal aku dengan senang hati Loh!" katanya lagi, tapi Resya tetap menggeleng penuh penolakan. "Kalau itu masih uang orang tuamu, Enggak deh." kata Resya, sebenarnya tengah beralasan agar telinganya tak mendengar pertanyaan dan ajakan itu. "Siapa bilang? Ini uang aku!" ujarnya sedikit membanggakan diri. Resya hampir terkejut sih. "Kamu kerja apa?" "Memangnya harus aku menjelaskan ya? Itu tidak penting!" "Penting dong! Bisa jadi kamu menjual barang-barang yang dilarang hanya untuk membelikan ku sesuatu yang berguna." "No! Itu sangat tidak mungkin. Tidak ada dalam kamus ku ya!" "Kalau begitu beritahu aku saja, apa ada hal yang kamu sembunyikan dariku?" "Hmm, baiklah kalau kamu memaksa. Jadi aku punya bisnis sendiri, seperti pakaian. Aku memproduksi pakaian dengan merek ku sendiri." jelas Gio, Resya melotot tak percaya. Serius, lelaki disampingnya ini ternyata memiliki penghasilan sendiri, mengapa ia tak tahu? Dan mengapa juga Gio tak memberitahu, padahal bisa saja ia bekerja paruh waktu di bisnis yang ia buat. "Kamu hebat! Eh tapi, uang modalnya dari siapa?" "Papa, memang sih awalnya aku meminjam uang dari beliau tapi sudah aku ganti dari keuntungan penjualan." "Wah! Kamu ternyata pintar bisnis juga ya?" "Menurutmu, aku seperti apa memangnya?" Resya nampak berpikir, "Seperti anak yang manja dan suka minta-minta kepada orang tua. Apalagi semua fasilitas mu mewah!" Gio tak marah, lelaki itu justru tertawa kecil. "wajar sih, tapi aku lebih suka dipandang seperti itu." Resya mengangguk. "Jadi, apa kamu mau beli sesuatu? Katakan saja sebagai kenang-kenangan." tutur Gio, jika lelaki itu memaksa apa boleh buat? Resya tak punya pilihan dan berahkir mengangguk. "Apa yang ingin kamu beli sebagai bentuk kenangan?" "Gelang." katanya, Gio tersenyum senang. Mereka lalu berjalan mencari toko perhiasan yang cukup terkenal, tapi saat hendak masuk kedalam Resya mencekal lengan Gio. "Kenapa masuk di toko perhiasan?" tanyanya kebingungan "Katanya kamu ingin membeli gelang kan?" tanya Gio tanpa dosa, gadis itu terkejut lalu sesaat kemudian memutar bola matanya jengah. "Iya, tapi gak perhiasaan juga. Aku cuman ingin beli gelang aksesoris aja, yang couple dengan kamu." jelas Resya sedikit kesal, ya ampun selera orang kaya memang luar biasa ya. Gio nampak terkejut. "Tapi apa bedanya? Kita bisa membeli gelang couple disini kan? Kalau perlu juga cincin." ujarnya tanpa takut uangnya habis sedikitpun. Gadis berambut panjang itu berdecak. "Beda, disini mahal dan aku gak mau pakai. Kalau kamu gak mau ya sudah." "Oke-oke, jangan ngambek dong!" Gio langsung menarik lengan Resya untuk menjauh dari toko itu, dalam langkah gadis tersebut menahan senyumannya karena berhasil membuat Gio mengalah. "Kamu ingin beli gelang disini, disana atau disitu?" tunjuk Gio. Resya nampak memilih. "Disini aja." Tunjuknya, Gio mengangguk mereka kemudian masuk kedalam dan melihat-lihat yang ada. Banyak aksesoris yang memang disediakan untuk anak-anak sampai remaja. Resya sengaja memilih gelang remaja karena cocok untuk seumurannya. Matanya berpindah ke segala arah, masih belum menemukan gelang yang cocok untuk dijadikan kenang-kenangan. Sebagian dari model-model itu, Resya sudah memilikinya dirumah. "Kamu bingung ya?" tebak Gio, Resya meringis. "Iya nih." "Coba kita kesana." Gio menggandeng tangan Resya untuk menuju ke rak sebelahnya. Di rak sebelah, pilihan-pilihan aksesoris lebih bervariatif. Mata Resya beralih ke gelang yang memiliki bandul kartun yang lucu. Gelang itu couple dan memiliki magnet, jadi jika bersentuhan dengan gelang yang satunya angkat lengket. "Aku mau yang ini!" seru Resya, Gio mengambil gelang itu dan melihatnya. "Serious?" Gio nampak ragu, karena gelang tersebut lebih mengarah kepada gelang wanita. Tapi sayangnya Resya mengangguk dengan senyuman manis membuatnya tak bisa menolak. "Apa kamu kurang suka?" tanya Resya melihat raut wajah Gio. Lelaki itu terkesiap lalu menggeleng. "Tidak kok, tapi jika aku boleh meminta warna hitam saja ya? Soalnya kan' tidak mungkin aku memakai warna cewek." terang Gio sedikit malu-malu, Resya tersenyum dan mengangguk. "Sudah, ini saja?" tanya Gio, Resya mengangguk. "Ayo kita bayar." ajak Resya, mereka berjalan menuju kasir. "Ini mbak." "Baik dek, totalnya 5 ribu saja." "Hah?" pekik Gio, Resya dan mbak kasir terkejut. "Apa itu terlalu mahal buatmu Gio?" tanya Resya, Anak itu menggeleng. "Gak, justru aku terkejut karena harganya yang murah." Resya tersenyum masam. "Ya sudah bayar saja." pintanya yang diangguki oleh Gio. Setelah membayar, mereka kemudian berjalan keluar dari toko itu dan mulai memakai gelangnya. Beberapa kali Resya tersenyum senang saat berusaha menempelkan gelang tersebut di gelang Gio. "Kenapa kamu milih gelang ini sih? Kan' banyak gelang yang lain?" tanya Gio penasaran. "Selain imut, manis dan juga lucu gelang ini unik. Menandakan kalau kita akan selalu lengket seperti gelang ini." papar Resya, anak cowok itu tersenyum. "Tolong simpan baik-baik ya? Memang sih harganya gak seberapa, tapi kalau aku pulang dari luar kota pasti aku akan menanyakan keberadaan gelang itu lebih dulu." "Siap, tenang aja aku pandai kalau dalam simpan-menyimpan." "Syukurlah." "Sekarang kita kemana?" tanya Resya. "Pulang?" "Boleh deh, aku juga udah capek keliling." "Oke, tapi sebelum itu aku pengen beliin Tante Melody makanan ya?" "Gak usah repot-repot, beliau pasti di kedai." "Nanti kita kesana aja." "Terserah kamu deh.." Sahut Resya pasrah, ia tahu jika menolak ujung-ujungnya berahkir percuma. "Aku pengen membeli steak daging untuk Tante Melody." "Gak usah! Itu makanan mahal, Tante Melody gak akan mau." serunya "Terus apa dong?" "Karena lidah kami dan lidah mu berbeda, belikan Batagor aja ya?" Pinta Resya "Jadi ini untuk Tante Melody atau untukmu?" Resya meringis. "Dua-duanya." "Oke deh, ayo!" mereka berjalan bergandengan, Resya meminta untuk membeli batagor itu di pedagang kaki lima saja yang lebih terkenal enaknya. Gio hanya manut dan mereka kini tengah berjalan menuju parkiran bawah tanah. "Wait!" seru Resya saat mereka hendak masuk kedalam mobil. Gio menoleh dan menatap Resya yang nampak tengah memperhatikan seseorang. "Kenapa?" "Itu Elma kan?" tebak Resya, Gio nampak menyipitkan matanya lalu mengangguk. "Ternyata Elma doyan selingkuh ya?" cicit Gio nampak meremehkan. "Wajarlah, kan' cantik." timpal Resya. "Cantik juga percuma kalau murahan. Cowok lebih suka cewek yang apa adanya dan jual mahal." "Seperti aku?" Tebaknya pada diri sendiri, Gio menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum. "Gio, aku pengen nyamperin Elma." "Untuk apa? Percuma." "Aku masih kesal dengan dia, Wendy sampai detik ini jadi pemurung." "Tuhan yang akan membalasnya. Aku kenal siapa lelaki itu." kata Gio tak mengalihkan pandanganya kearah mereka. Resya bingung. "Maksud kamu?" tanyanya tak paham. "Cowok itu nakal, kakak kelas aku dulu suka doyan gonta-ganti cewek juga. Ya, mereka cocoklah, tapi selain itu suka ngehamili anak orang." Resya nampak terkejut. "Kamu lihat aja, secepatnya Elma pasti jadi mangsa cowok itu." terang Gio, Resya hanya terdiam dan bergidik ngeri. "Udah ah, kita pulang aja beli batagor buat Tante kamu." Resya mengangguk dan mereka berjalan meninggalkan parkiran bawah tanah itu. Bagi Gio sifat Elma bukanlah hal yang aneh, saat pacaran dulu perempuan itu sering mencabik-cabik perasaannya. Dan mungkin sekarang, Tuhan akan memberikan giliran kepada Elma untuk merasakan sakit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD