Setan

821 Words
Raffa dengan seragam TKnya, menatap ke arah sekolahnya dengan malas. Ia mendongak menatap Dena, "Ma, Raffa Mau langsung kuliah aja." Dena melotot, "Yang bener aja, Raf. Sana masuk." "Ke mana? Ke sana?" tanya Raffa menunjuk sekolahnya. Raffa memang baru masuk beberapa minggu. Ia juga masih menempati kelas nol kecil. Pria kecil itu beralih menatap Bima yang berada di sebelahnya. "Om Bima, bujukin Mama dong!" "Raf, jangan mulai," kata Dena. "Emak lo gak bisa liat gue ganteng!" gemas Bima. Raffa menganggukan kepalanya. "Makasih pujiannya, Raffa tau Raffa ganteng." "Sekarang lo nyesel, 'kan? Kesel, 'kan?" Om Ocong bernanyi seraya berjoget. Raffa yang melihat itu tertawa, "Kaya lontong lagi dibuka daunnya." Raffa menunjuk Om Ocong. "Lontong terlalu langsing, Raf, badan dia gede, cocoknya jadi kupat," sahut Bima. Raffa masih tertawa mendengarnya. Dena panik, wanita itu mengusap wajah Raffa pelan. "Bim, lo denger gue gak? Jangan gangguin Raffa," kata Dena. "Maunya gangguin lo sama si Bos, Den. Tapi gak bisa," sahut Bima yang tak terdengar sama sekali oleh Dena. Om Ocong melompat ke arah Bima. "Gue mau mengusap bahu lo, Bim. Tapi tangan gue keiket. Lo aja yang usap bahu gue," ujarnya. Bima mengangguk, tangannya terulur mengusap bahu Om Ocong. "Sabar ya, Om. Lo kebanyakan dosa sih, jadi diiket gini, deh," kata Bima. "Lo juga sabar, ya? Lo jelek sih, jadi gak dipilih deh sama Mamanya si Acil," kata Om Ocong. Raffa mengerjapkan matanya. Pria kecil itu menatap Iba, "Kalian sabar ya, udah diusir ke Bumi mana jadi sadsetan lagi." *** Raffa ikut bernyanyanyi dan bertepuk tangan seperti teman-teman kelasnya. Pria kecil itu melirik ke arah Lily---temannya yang terlihat begitu antusias. "Om Bima, jangan ikutan tepuk tangan. Kasian Sosis lompat gak bisa ikutan." Raffa menunjuk ke arah Om Ocong yang terduduk lesu seraya bersandar pada rak buku. "Biarin aja, dia matinya bunuh diri. Jadi ya gitu, kalau kata Tok Dalang Hidup susah matipun susah," ujar Bima. Raffa tertawa, Lily yang melihat itu ikut tertawa. "Hahaha … Raffa kenapa ketawa?" tanya Lily. "Lagi ngobrol," jawab Raffa. "Ngobrol sama siapa?" "Sama setan." Lily kembali tertawa. "Cocok, Raffa juga kan setan." Sudut bibir Bima berkedut. Lelaki itu menyemburkan tawaannya. Untung saja sekeras apapun Bima tertawa tidak akan terdengar oleh siapapun terkecuali Raffa. Raffa menutup kedua telinganya menggunakan tangan. "Raffa cape liat Setan!" pekiknya. "Raffa, Raffa kenapa?" tanya guru Raffa. Wanita muda itu menghampiri Raffa. Raffa menggelengkan kepalanya, "Lily kaya setan, Bu." "Raffa, gak boleh gitu." "Hahaha … dimarahin!" Lily mengusap perutnya seraya tertawa. "Lily, gak boleh kaya gitu ya sayang," tegur gurunya. Raffa memasang wajah sombongnya menatap Lily, "Gengsi dong, masa ketawain orang malah dimarahin balik!" *** Raffa dan Lily duduk di ayunan sekolahnya. Keduanya tengah menunggu jemputan datang. Saat ada gerobak batagor lewat, Bima meneguk ludahnya susah payah. "Cil, punya duit gak?" tanya Bima. "Punyalah." Lily menoleh, "Punya apa? Punya malu? Emang orang kaya Raffa punya malu?" tanya Lily menyahuti. Raffa melirik Lily kemudian membuang mukanya dengan tangan yang ia lipat di depan dadanya. "Diem, Raffa gak mau ngomong sama Lily!" "Ya udah, sana pergi." "Ke mana?" "Ke syurga." Bima tersenyum seraya menyentuh dadanya, "Mulia banget do'anya. Kayanya dia ngerti deh gue butuh temen di alam gue," ujar Bima ngaco. Raffa beranjak, "Kamu aja sana pergi." "Ke mana?" "Ke … ke mana ya? Ke mana ajalah, emang Raffa pikirin?!" ujar Raffa sewot. "Bim, batagornya udah pergi," ujar Om Ocong. Bima menganga lebar. Lelaki itu mendengkus kesal, "Ah, gue ngidam batagor, Om," kata Bima. "Gue hamil anaknya Dena." Bima mengelus perutnya sendiri. Om Ocong menatap Bima dramatis. "Mau usap perut lo tapi tangan gue ke iket, lo aja yang usap perut gue, Bim." Bima mengangguk kemudian mengusapnya. "Apaan anjir?! Ini mah tangan lo." Bima mendorongnya dengan sangat kuat. Om Ocong terjatuh hingga berbaring. Lagi dan lagi, ia kesusahan untuk berdiri. "Bim, gue susah berdiri!" pekiknya. "Lo waktu hidup ngapain aja? Gak pernah olahraga?!" tanya Bima. Bima dan Raffa tertawa. Berbeda dengan Lily yang menatap heran ke arah Raffa yang tiba-tiba tertawa begitu. Namun setelahnya, Lily ikut tertawa. Karna, kata Papanya apapun topiknya, Lily harus tertawa. "Sosis ngesot!" pekik Raffa diiringi tawanya. "Widih ketawa-ketawa. Ngetawain apaan nih?" Raffa dan Lily mendongak. Di sana, Rizki---Papanya Lily tersenyum. "Ngetawain Om. Gak ada gengsi-gengsinya, dateng bukannya salam malah nyaut. Gengsi, dong!" kata Raffa. "Bibit si Fatur gini amat. Ayo Ly kita pulang, biarin dia di sini. Biar diculik setan sekalian," kata Rizki. Bima menggelengkan kepalanya pelan. "Gak tau aja dia Raffa mainnya sama setan," gumamnya. Raffa menggerakkan tangannya mengusir Rizki. "Sana, gak takut. Takutnya sama Tuhan," ujar Raffa. "Bagus, keren, cocok nih jadi calon menantu." "Menantu apaan? Maksud Om Raffa cocok jadi tukang cuci, nyapu, beres-beres? Maaf Om, uang Papa banyak." Rizki mengangguk, "Bagus ya, gue tawarin jadi mantu malah pengen jadi pembantu. Gue jadiin alat bantu sikat gigi juga lo!" kesal Rizki. Rizki melangkah mundur. Om Ocong memekik kala dadanya terinjak oleh Rizki. "BUSEEEEET!" teriaknya. "Om, lompat!" instruksi Raffa pada Rizki. Rizki melompat. Om Ocong memekik lagi, "Bunuh gue aja udah!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD