2

1527 Words
"Engga boleh! Gege engga boleh ikut sama keluarga itu! Gege itu teman Bintang, Bunda. Gimana sama Bintang kalau Gege pergi?" Tangisan, raungan dan rengekan yang datang dari Bintang membuat ulu hati Atalia terasa perih. Dirinya tahu betul perasaan anak lelaki ini setalah mendengar satu-satunya teman yang berharga baginya akan segera diadopsi oleh sebuah keluarga yang menyukai Gaesha. Selama ini hanya Gaesha yang bertahan dengan segala sikap buruk yang ada pada Bintang. Gaesha adalah satu-satunya yang masih bisa memasang senyum lebar walaupun Bintang meneriaki nya dan mengatainya dengan keras, di saat temannya yang lain pasti sudah menangis dan berlari menjauh untuk mengadu. Itu juga yang membuat Bintang seperti tersihir dengan segala kebaikan Gaesha, dan tidak menginginkan sosok lain di dekatnya selama Gaesha ada. Namun kenyataannya hidup di panti asuhan memang tidak bisa menjamin akan bersama dengan orang yang sama dalam waktu lama. Beberapa minggu sebelumnya, sebuah keluarga yang baru kehilangan anak perempuan mereka satu tahun yang lalu akibat kecelakaan, datang untuk mengadopsi Gaesha. Menurut mereka, mereka butuh sebuah pengalihan untuk nyonya dalam rumah itu yang begitu terpukul setelah anak perempuannya meninggal. Dan menilik dari bagaimana keluarga itu merupakan keluarga terpandang dan juga keluarga yang baik, pihak Panti berusaha membujuk Gaesha. Gadis kecil itu tentu saja pertama kali berpikir tentang bagaimana hubungannya dengan Bintang setelah ini, namun keluarga itu meyakinkan bahwa Gaesha masih bisa mengunjungi panti asuhan setelah mereka mengadopsinya. Sehingga gadis kecil yang tidak pernah memiliki keluarga itu terbuai, dan bersedia di adopsi. "Gaesha akan sering main kesini, buat ketemu sama Bintang," bujuk Atalia dengan halus. Namun Bintang memberontak, tangan kecilnya melempar segala jenis barang yang ada di depannya hingga nyaris mengenai pelipis Atalia. Perempuan paruh baya itu tidak marah, Atalia justru menangis sambil memeluk tubuh kecil Bintang yang rapuh. "Nak, Gaesha belum pernah ketemu sama orang tuanya. Orang tuanya sudah di panggil Tuhan semenjak Gaesha masih sangat kecil, dan dia kemudian hidup dengan kesulitan bersama dengan pamannya sebelum akhirnya dibawa kesini menjadi anak Bunda." Atalia mengurai pelukannya, mengusap air mata Bintang yang berlinang turun dengan deras dengan rintihan menyakitkan. "Apa Bintang tahu apa yang jadi keinginan Gege?" tanyanya dengan suara bergetar. Anak lelaki itu menolak menjawab, yang dilakukannya hanya terus menangis dan menangis hingga suaranya mulai melemah seiring waktu. "Gege mau punya keluarga lengkap yang sayang sama dia. Dia mau punya Ayah, mau punya Ibu, dan juga punya Kakak atau adik yang bisa jadi teman main dia. Dan keluarga itu punya semuanya yang Gege inginkan. Apa Bintang tega membiarkan Gege kehilangan apa yang dia inginkan dan menahannya disini? Bagaimana kalau suatu saat keluarga Bintang datang dan membawa Bintang dari sini? Lalu Gege yang akan sendirian disini tanpa Bintang?" Bintang menggeleng dengan kuat, air matanya terjatuh terus menerus hingga membuat matanya sembab. "Disini Gege juga punya teman main, Bintang teman Gege. Dan kalau keluarga Bintang datang, Bintang akan minta mereka buat bawa Gege juga supaya kami tetap tinggal sama-sama. Bintang engga mau pisah sama Gege, Gege juga pasti engga mau!" Atalia menatap sedih anak lelaki yang putus asa itu. Dia berbalik badan, menoleh pada sosok gadis kecil yang kini tengah bersembunyi di balik pintu, sedari tadi mendengarkan penolakan dari Bintang yang tidak ingin berpisah darinya. Atalia yakin sepenuhnya jika saat ini Gaesha juga sedang menangis sama sedihnya dengan Bintang. Namun sebagai kepala panti asuhan, dirinya ingin yang terbaik bagi anak-anak nya. Dan dia yakin bahwa keluarga itu adalah keluarga yang baik untuk Gaesha yang menginginkan kasih sayang sebuah keluarga. "Bintang, Bintang sayang sama Gege?" tanya Atalia. Tanpa ragu, anak lelaki itu mengangguk hingga membuat Atalia tersenyum haru. "Kalau Bintang sayang sama Gege, harusnya Bintang akan membiarkan Gege bahagia dengan apa yang diinginkannya. Bukan menahannya hanya karena keinginan Bintang, itu namanya egois," bujuk nya lagi. "Bintang bukan menahan Gege, tapi Bintang kayak gini karena Bintang yakin Gege juga mau tetap disini sama Bintang. Itu yang Gege janjiin sama Bintang di depan Tuan Bulan!" pekiknya tidak terima. Atalia kehabisan kata-kata. Dirinya dulu sudah sering melihat Bintang yang tantrum dan sering marah-marah. Namun dirinya belum pernah melihat Bintang yang hingga meraung dengan raut kesakitan seperti saat ini karena tidak ingin berpisah dari temannya. Maka setelah mengusap kepala Bintang pelan, Atalia berbalik badan. Berjalan ke arah pintu dan menemui Gaesha yang wajahnya sudah basah karena air mata. "Gege mau ngomong sama Bintang?" tanyanya. Walaupun terlihat ragu, gadis kecil itu akhirnya mengangguk. "Masuklah! Coba bilang ke Bintang apa yang mau Gege bilang," suruh Atalia. * Gaesha berjalan dengan kepala menunduk, tangannya memilih gaun yang ia pakai dengan gugup saat melihat punggung Bintang yang masih bergetar sambil memegangi sisi jendela yang tertutup. "Bintang..." panggilnya pelan. Anak lelaki di depannya itu langsung menoleh dengan wajah terkejut, langkahnya dengan cepat menyongsong Gaesha dan memeluk tubuh gadis kecil itu sambil menangis. "Gege engga akan pergi kan? Gege akan tetap disini sama aku kan?" desaknya tidak sabar. Gaesha balas memeluk temannya itu dengan tubuh yang sama bergetarnya. Tangisnya kembali pecah saat Bintang memintanya untuk tetap tinggal. "Bintang, Gege harus pergi. Keluarga itu sudah mengurus Gege biar jadi anak mereka," ucapnya terbata. Bintang langsung mengurai pelukannya pada Gaesha. Tatapannya menusuk tajam hingga Gaesha menggigil ketakutan, tatapan yang sama sekali belum pernah Gaesha lihat sebelumnya. "Kamu jahat! Kamu engga bisa nepatin janji kamu sendiri sama aku. Padahal kamu bilang akan selamanya sama aku dan Tuan Bulan, tapi demi mereka kamu rela ninggalin aku!" Gaesha tergugu. Tubuhnya bergetar parah menerima kemarahan dari lelaki kecil di depannya. Bintang adalah teman sejatinya, teman yang paling Gaesha sayangi. Melihat tatapan Bintang yang selama ini selalu lembut padanya dan kini berubah menyeramkan, membuat Gaesha ketakutan dan ragu untuk meninggalkan Bintang demi keluarga barunya. "Bintang, Gege sayang sama Bintang. Cuma Bintang yang Gege sayangi, Gege janji akan datang kesini buat main sama Bintang. Kalaupun nantinya keadaannya jadi sulit, Gege akan tetap kesini buat ketemu sama Bintang. Kamu percaya sama Gege kan?" Entah kenapa Bintang malah semakin menangis dengan meraung keras. Atalia yang mengawasi mereka dari pintu sudah akan masuk untuk memisahkan mereka karena takut Bintang menyakiti Gaesha ketika anak lelaki itu tiba-tiba terduduk dengan tatapan yang menengadah ke arah Gaesha. "Kamu akan datang? Buat ketemu aku?" tanyanya dengan lemah. Dengan cepat, Gaesha mengangguk. "Gege pasti akan datang kesini. Ketemu sama Bintang," janjinya. Bintang seseunggukan, tangannya ia ukuran ke arah Gaesha yang berdiri agak jauh darinya. Seakan mengerti, Gaesha melangkah mendekat dan menyambut uluran tangan lelaki kecil itu. "Cuma Bintang teman Gege satu-satunya?" Gaesha mengangguk. "Gege engga akan lupa sama aku kalaupun Gege punya teman baru?" Lagi, Gaesha mengangguk. Bintang menunduk, tangannya masih menggantung dengan genggaman Gaesha yang menggenggamnya erat dan bergetar. "Gege cuma akan sayang sama Bintang?" Dengan isakan pilu, Gaesha mengangguk beberapa kali sambil menarik tangan Bintang yang ada di genggamannya hingga anak lelaki yang sudah kehilangan tenaga karena terlalu lama menangis itu, tertarik dan bangkit berdiri. "Gege cuma akan sayang sama Bintang. Sekarang ataupun nanti, Bintang akan selalu jadi yang paling Gege sayang seperti Tuan Bulan," janjinya. Setelahnya, beberapa hari setelah itu Bintang hanya bisa berdiri diam dengan menggenggam tangan Atalia saat Gaesha dijemput oleh keluarga barunya. Dia masih ingin berlari menyongsong mobil hitam yang membawa Gaesha di dalamnya. Namun genggaman Atalia pada tangannya terasa kian kuat hingga membuat Bintang hanya bisa menangis dalam diam. Bintang kembali demam, kali ini lebih parah karena tidak ada Gaesha di sampingnya. Setelahnya, seperti janji yang diucapkan oleh Gaesha, gadis kecil itu masih sering mengunjungi panti untuk bertemu dengan Bintang sehingga membuat Bintang tidak kesepian. Mereka bahkan sesekali bermain dengan kakak lelaki Gaesha, yang juga sering mengantar Gaesha untuk datang ke panti asuhan. Namun beberapa bulan setelahnya, Gaesha sudah tidak pernah lagi datang berkunjung sama sekali. Bintang yang kalut, berusaha terus bertanya pada Atalia mengenai keadaan Gaesha, namun Bunda nya itu mengatakan bahwa dirinya juga tidak mengetahui sebab kenapa Gaesha tidak lagi sayang berkunjung ke panti asuhan mereka. Hingga berselang beberapa tahun setelahnya, seseorang yang mengaku sebagai Ayah kandung Bintang datang. Membawa Bintang dari panti asuhan itu setelah mereka membuktikan ikatan darah melalui tes DNA, dan membuat Bintang sepenuhnya berpisah dengan teman masa kecilnya yang entah dimana keberadaannya. * Lima belas tahun kemudian... Dengan desau angin yang dingin, suara berisik kendaraan dan klakson yang masih samar-samar terdengar. Seorang pria duduk dengan bersandar pada kursi, kakinya ia naikan hingga bertumpu pada pembatas balkon. Sedangkan tangannya sibuk memegangi rokok yang sudah hampir habis dan menyisakan nyala api yang terjatuh dengan sendirinya. Kepalanya menengadah, bibirnya terbuka mengepulkan asap rokok yang ia bentuk menjadi bulatan asap putih yang kemudian hilang terkena angin. "Tuan Bulan.." gumamnya. Sebuah senyum seringai muncul di bibirnya yang menggelap, efek nikotin yang menjadi teman dekatnya semenjak dirinya duduk di bangku SMA. "Omong kosong! Pada akhirnya dia cuma bisa bohong," cacinya entah pada siapa. Kemudian seakan orang yang tidak waras, kekehan kecil muncul dengan nada menyeramkan dari bibirnya. Tangannya memutus nyala api pada rokoknya sebelum kemudian mencampakkan rokok yang sudah tidak berguna itu ke lantai. "Sekarang apa lagi? Cuma Tuan Bulan yang masih setia disini, sedangkan dia menghilang entah kemana. Gege, kamu pembohong!" Racauan yang selalu sama, yang selalu ia ucapkan selama lima belas tahun terakhir semenjak dirinya benar-benar tidak pernah bertemu dengan gadis tersayang yang dulu begitu berharga baginya. Gaesha Intan Safitri, lenyap seakan tidak pernah nyata keberadaanya dan hanya hidup dalam kenangannya yang perlahan mulai pudar. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD