bc

Talking to the moon

book_age18+
178
FOLLOW
1K
READ
billionaire
fated
dominant
confident
drama
sweet
bxg
office/work place
first love
like
intro-logo
Blurb

Bagi Bintang, bulan adalah satu-satunya yang bisa ia ajak bicara.

Bukan. Bulan bukanlah nama seseorang, tapi Bulan dalam artian sebenarnya, satelit bumi.

Semenjak ia kehilangan segalanya, yang bisa Bintang ajak bicara hanyalah Bulan. Hingga tiba-tiba wanita yang sangat ia cintai, kembali datang, membawa serpihan hati Bintang yang dia biarkan berlubang.

Gaesha Intan Safitri, kembali dengan kepribadian yang lain.

chap-preview
Free preview
1
"Kita akan dimarahi Bunda kalau ketahuan jam segini masih di luar kamar." Anak lelaki itu memilin jemarinya dengan cemas, tatapannya ia miringkan ke arah seorang gadis kecil yang berbaring tepat di sebelahnya, di atas rumput yang sedikit basah karena tadi sore hujan turun rintik-rintik memenggal waktu bermain mereka. Sang gadis balik menoleh, senyumnya terpancar menggemaskan dengan dua gigi depannya yang tanggal. "Kalau kita engga kesini, nanti Tuan Bulan bakalan kangen sama kita," jawabnya masih dengan senyum itu. Si anak lelaki mengecimus, "Kamu selalu bilang dia itu Tuan Bulan, gimana kalau ternyata Bulan itu perempuan?" Gadis itu tertawa, menutupi mulutnya dengan tangan mungil miliknya. "Ya engga apa-apa, soalnya di bayangan aku Bulan itu lelaki. Sama kayak kamu, Bintang," katanya dengan mata yang berbinar senang. Anak lelaki yang dipanggil Bintang, tersenyum tak kalah terang. Matanya kembali menatap jauh ke arah langit yang kelam dan dipenuhi oleh bintang dan bulan. Ini adalah rutinitas mereka. Sebuah kebiasaan yang tidak wajar bagi anak berumur tujuh tahun untuk selalu keluar menyelinap dari kamar panti asuhan ketika semua teman mereka terlelap hanya untuk menemui bulan di langit, menyapanya bagai bulan adalah makhluk hidup sama seperti mereka. Adalah Bintang dan Gaesha. Dua anak yang sejak kecil sudah hidup di panti asuhan bersama dengan anak malang lainnya. Mereka tidak pernah tahu apa sebab mereka hingga hidup di sebuah rumah besar yang dihuni banyaknya orang tanpa orang tua. Menerima belas kasih dari orang lain untuk segala kebutuhan mereka. Bunda yang mereka panggil adalah kepala panti, seorang pensiunan Ibu Persit yang suaminya meninggal dunia beberapa tahun silam. Karena tidak memiliki anak setelah anak mereka Satu-satunya meninggal, Atalia membangun panti asuhan setelah menemukan Derek, anak pertama di panti asuhan itu di hari hujan badai sepuluh tahun silam. Sedangkan Bintang dan Gaesha adalah anak kesekian yang ditinggalkan begitu saja oleh orang tua mereka. Bintang ditemukan di depan panti, persis seperti Derek dulu. Sedangkan Gaesha adalah anak yatim piatu yang kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan dan sanak saudaranya tidak mampu untuk merawat dirinya hingga menyerahkan Gaesha ke panti asuhan. Mereka berteman baik, karena memiliki usia yang sama. Dahulu kala, Bintang hanyalah seorang anak pemurung dan pemarah. Dirinya tidak membiarkan siapapun mendekatinya selain Bunda Atalia. Namun sosok Gaesha yang lucu dan lugu mampu membuat anak lelaki itu merasa nyaman dan membuka diri. Sejak itulah mereka menjadi akrab. Dan kebiasaan unik mereka yang menyelinap keluar dari kamar hanya untuk berbaring di halaman belakang panti sambil menatap bulan sudah terjadi sejak beberapa bulan yang lalu. Karena menurut mereka bulan butuh mereka, bulan akan kesepian di tengah banyaknya bintang yang berteman sedangkan bulan hanya sendirian. Seperti mereka. Dengan alasan itu mereka menobatkan diri sebagai sahabat sejati bagi Bulan yang akan selalu datang mengajak bicara satelit bumi itu agar tidak merasa sendirian. "Tanahnya dingin ya, Bin." Suara Gaesha sedikit bergetar ketika mengatakan itu sehingga Bintang langsung bergerak bangun, melepas jaket rajut yang dia pakai dan menarik tangan Gaesha hingga bangun. "Pakai jaket aku, Ge. Aku kan cowok, jadi aku pasti lebih kuat dari kamu," katanya. Gaesha menatap temannya itu dengan ragu, berbuat menolak sodoran jaket di depan wajahnya. Namun tubuhnya terasa semakin menggigil karena terkena tanah basah yang ia tiduri. "Kamu beneran kuat kan? Engga akan sakit?" tanyanya dengan cemas. Ketika Bintang menggeleng dengan senyum yakin, Gaesha mendesah lega dan mulai meraih jaket milik Bintang dan memakainya untuk dirinya sendiri. "Kita juga engga bisa lebih lama disini, nanti Bunda tahu kalau kita keluar. Kita disini sebentar lagi aja, Tuan Bulan pasti ngerti juga kan kalau kita takut dimarahin Bunda?" Bintang mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali dengan wajah serius. "Tuan Bulan itu baik, dia pasti ngerti kalau kita takut dimarahin Bunda," jawabnya. Anak lelaki itu bahkan sudah ikut menyebutnya dengan Tuan Bulan seakan lupa bahwa beberapa saat yang lalu dirinya menentang panggilan yang datang dari Gaesha itu. Lalu seperti kesepakatan yang mereka buat, mereka kini tidak lagi berbaring dan hanya duduk sambil menatap jauh ke atas, menatap lekat pada Bulan yang samar karena tertutup awan gelap. "Pokonya kita harus tetap nemenin Tuan Bulan sampai kita dewasa. Jadi Tuan Bulan engga akan kesepian meskipun engga punya banyak teman kayak bintang," ujar Gaesha dengan nada yakin. Bintang tersenyum, "Iya, walaupun nantinya kita sudah besar tapi kita engga boleh ninggalin Tuan Bulan sendirian." Kemudian matanya menoleh ke arah Gaesha, "Kamu juga engga boleh ninggalin aku. Kamu janji akan nikah sama aku kan? Biar kita bisa bikin foto besar kayak foto Bunda sama Ayah yang ada di ruang tamu," tanyanya penuh harap. Gaesha menoleh, dengan senyum lebar yang kembali menunjukan dua giginya yang telah tanggal itu. "Iya dong. Tapi aku engga mau kamu jadi tentara, aku engga mau kamu ninggalin aku jauh-jauh," balasnya dengan wajah sedih. Di tengah hamparan rumput basah itu, mereka mengucapkan janji remeh temeh khas anak-anak, tanpa tahu arti dari apa yang mereka ucapkan sendiri. Di saksikan bulan yang mereka anggap teman. * Keesokan harinya, Bintang jatuh sakit. Badannya terkena demam karena terlalu lama berada di luar dengan pakaian tipis dan juga tanah basah. Melihat Bintang yang sakit karena dirinya, Gaesha akhirnya mengaku pada Bunda Atalia bahwa selama ini mereka kerap diam-diam keluar dari kamar setelah semua orang tidur untuk berbicara pada bulan. Atalia memarahi mereka berdua, memastikan kedua anak itu tidak lagi nekad melakukan kegiatan itu di malam selanjutnya. Sedangkan Gaesha meminta agar dirinya diijinkan tidur bersama dengan Bintang, menemani anak lelaki itu yang juga tidak ingin jauh dari Gaesha. Mempertimbangkan segala hal tentang Bintang yang tidak ingin jauh dari Gaesha namun juga tidak ingin kalau sampai Gaesha tertular demam dari Bintang, akhirnya Atalia mengijinkan Bintang yang pindah ke kamar Gaesha dan tidur di satu kasur berbeda yang tadinya merupakan milik Claudia, teman sekamar Gaesha yang berumur enam tahun. "Tolong ya, Nak. Ingat pesan Bunda, jangan keluar lagi karena itu bisa bahaya buat kalian. Kalian ngerti sama apa yang Bunda ucapin kan?" Atalia dengan sabar bertanya, kedua tangannya ia letakan dengan lembut di atas kepala dua anak kecil itu. Bintang dengan lemah mengangguk, bibir keringnya bergumam pelan menjawab ucapan Bunda nya. "Iya, Bun. Kami engga akan keluar lagi," janjinya. Kini Atalia beralih pada Gaesha yang masih berdiri di sisi ranjang Bintang, meminta gadis itu juga menjawab pertanyaannya. "Maafin Gege, Bunda. Gege engga akan bawa Bintang keluar lagi, Gege engga mau bikin Bintang sakit lagi," ucapnya dengan bibir yang mengerut ke bawah, hampir menangis karena masih metada bersalah. Atalia tersenyum, memeluk kepala gadis kecil itu dengan sayang dan mengusapnya pelan. "Bunda tahu kalian berdua anak baik, Bunda juga tahu kalian berdua anak yang pintar. Jadi Bunda yakin kalian mengerti kalau Bunda cuma khawatir, apalagi Bintang sampai sakit begini," ujarnya. Rengkuhan itu terurai, Atalia menyelimuti Bintang dan membimbing Gaesha hingga ke tempat tidurnya sendiri. "Sekarang kalian tidur ya? Bunda engga perlu matiin lampunya kan?" Keduanya mengangguk, tangan mungil mereka memegangi ujung selimut yang menutupi mereka sebatas d**a. Ketika Atalia sudah keluar dari kamar, Gaesha kembali turun dari tempat tidur dan menghampiri Bintang yang hanya bisa merubah posisi tidurnya menjadi miring, menghadap Gaesha. "Gimana dong, Bin? Kita engga bisa ketemu sama Tuan Bulan lagu," tanyanya sedih. Anak lelaki yang sedang sakit itu mengulas senyum, matanya melirik ke arah jendela panjang yang ada di tengah antara tempat tidurnya dan tempat tidur Gaesha. "Kita masih bisa nyapa Tuan Bulan dari sini, dari jendela itu," katanya. Dengan gerakan cepat, Gaesha menoleh. Dia bergerak ke arah jendela dan dengan susah payah membuka jendela itu hingga terbuka. "Kita bisa lihat Tuan Bulan dari sini, Bin!" serunya. Dia langsung menutupi mulutnya dengan tangan ketika Bintang memperingatinya untuk tidak bicara keras karena takut terdengar oleh Atalia. "Tapi aku engga bisa bangun, kamu tolong bilangin sama Tuan Bulan kalau aku cuma bisa titip salam hari ini," ujarnya dengan lemah. Gaesha mengangguk. Dengan tangan yang memegangi pinggiran jendela, senyum lebarnya terulas ke arah bulan yang bersinar terang meski seorang diri di atas langit sana. "Tuan Bulan, Bintang sekarang lagi sakit karena kemarin kami tidur di atas rumput basah. Jadi sekarang," Ia menoleh ke arah Bintang yang tersenyum begitu tipis sambil menatapnya. "Bintang cuma bisa titip pesan dan engga bisa nyapa Tuan Bulan langsung, tapi Tuan Bulan tahu kan kalau kami tetap sayang sama Tuan Bulan?" Kekehan kecil keluar dari Bintang yang kini menarik selimutnya hingga sebatas mulut. Dia langsung memalingkan wajah saat Gaesha mendelik kesal ke arahnya. "Aku juga engga bisa lama-lama ngobrol sama Tuan Bulan, soalnya takut nanti ketahuan Bunda dan kami dimarahi lagi," katanya. Sebelum kemudian tangannya menutup kembali jendela setelah berpamitan dengan Tuan Bulan. Harusnya ia langsung naik kembali ke atas tempat tidurnya sendiri, namun langkahnya malah ia alihkan menuju ke samping tempat tidur Bintang. Tatapannya menjadi sedih ketika tangan kecilnya menyentuh kening Bintang yang panas, meskipun Bintang tersenyum ke arahnya namun Gaesha sangat merasa bersalah sudah memakai jaket milik Bintang sehingga Bintang akhirnya menjadi demam. "Bintang cepet sembuh ya! Gege engga suka main sama Valdo, dia selalu mau lakuin apa yang dia suka tanpa nanya Gege suka atau engga sama mainan dia. Gege cuma suka main sama Bintang, jadi Bintang harus cepet sembuh supaya Gege engga kesepian." Sebuah ciuman lembut ia hadiahkan pada kening Bintang yang panas. Membuat anak lelaki itu tersenyum dan berujar dengan sangat pelan pada gadis yang menjadi favorit nya di panti asuhan ini. "Makasih ya, Gege. Bintang juga cuma mau main sama Gege, selamanya." **

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook