Bab 96 - Menciptakan lagu dan Perjumpaan dengan Ms. Slufi

2134 Words
Chery dan Panom kembali bertemu di taman belakang asrama. Mereka berjanji akan bertemu pukul dua siang karena jam pelajaran mereka tidak sampai sore. Murid-murid dipersilahkan mempersiapkan diri untuk lomba bakat yang akan diadakan oleh Ms. Slufi. Ini diperuntukkan bagi mereka yang mengikuti lomba saja. Bagi yang tidak memerlukannya boleh tetap mengikuti pelajaran.  Panom sampai lebih dulu. Ia juga meringankan beban Chery dengan mengambil gitar terlebih dahulu ke ruangan lab lalu pergi ke belakang asrama pria. Sambil menunggu Chery, Panom memainkan gitar-nya. Ia membuat chord intro awal lagu, memilih chord terbaik sebagai bagian dari lagu yang akan diikutkan dalam pertandingan. Ia memainkannya sambil melihat ke arah danau.  Indah-nya Danau itu di siang hari dan cuaca juga mendukung membuatnya sangat bersemangat memainkan gitarnya. Di kepalanya dipenuhi dengan lantunan nada-nada. Ia membayangkan Chery saat memainkan chord pertama lagu itu. Genjrengan yang dihasilkan begitu masuk ke dalam hati.  Dimulainya lagu itu dengan menyanyikan lirik yang kemarin mereka diskusikan.   Semua akan pergi Ku tak mungkin menahanmu disini Bertahan diterjang badai jika tak henti kita kan berpisah Ohh… Dilanjutkannya lagi lirik yang begitu saja keluar dari mulutnya.  Ragu ku adalah ragumu tolong dengar jangan tinggalkan aku Tak mungkin ini ragu Kau hanya emosi padaku  Chery mendengar lantunan lagu yang Panom nyanyikan. Ia mengingat bahwa Panom ingin reff di awal menggunakan kata ‘jangan pergi.’ Ketika hendak masuk reff, ia tahu ketukannya, ia secara spontan langsung bernyanyi sambil berjalan mengarah kepada Panom.  Jangan pergi Jangan pergi ku katakan pada dirimu saat ini ku ingin bersama melewati setiap kenangan di hidupku jangan pergi jangan pergi ku katakan pada dirimu Sungguh aku sangat mencintaimu melebihi semua yang ada di hidupku Semua yang dikatakan Chery dalam lagu itu benar-benar langsung dari pikirannya. Tak banyak ia berpikir. Dia hanya mendengarkan nada yang dimainkan Panom. Setelah Chery berhenti, Panom mendapat ide untuk kelanjutan reff itu. Chery pun duduk dan Panom menyanyikan kelanjutannya. ku ingin dirimu ku ingin cintamu cintailah aku aku butuh kamu Ia menatap Chery dengan malu-malu. Chery sangat senang mendengar lagu itu sangat indah. Panom berhenti memainkannya. “Itu lagu yang bagus.” “Benar, tapi masalahnya, apa kita merekam nada dan lirik tadi?” Ucap Chery lalu membuat wajah muram. Ia berharap ada solusi yang baik. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang tadi dikatakannya. “Tidak,” kata Panom dengan wajah bodoh. Melihat itu Chery tertawa terbahak-bahak. Ia tidak menyangka wajah Panom yang sangat ganteng itu begitu lucu.  Chery duduk di sebelah Panom menatap Danau. Ia memeluk kakinya sambil berkata, “Sia-sia.” Panom ternyata menggodanya. Ia telah menyiapkan rekaman di ICE-nya. Meski suara Chery tidak terdengar jelas saat dia menyanyikan bagiannya karena jarak yang cukup jauh saat ia bernyanyi sambil berjalan ke arah Panom.  “Bercanda!” Ia menunjukkan file di ICE-nya. Lalu ia meninggalkan gitarnya dan berlari karena tangan Chery sudah siap mendarat di tubuhnya. “PANOM! KAU MEMBUAT KU KESAL!” Kata Chery berlari mengejar Panom kencang.  “PLAK” terdengar pukulan kuat di tubuhnya. Tidak ada bayangan drama romantis saat Chery memukul Panom. Ia mengeluarkan seluruh tenaganya saat itu. “Oops!” Kata Chery yang tidak sengaja memukul pundak Panom hingga ia terjatuh ke tanah. Ia pun mencoba mengangkat Panom dan kemudian terjatuh karena Panom benar-benar tidak bisa berdiri sejenak. Ia merasa kesakitan. Karena itu, Panom yang terjatuh telungkup merasakan timpaan dari tubuh Chery lagi. Chery terpeleset saat akan membantunya berdiri. Panom menjerit kesakitan. Bulu romanya berdiri setelah Chery menimpa dirinya. Ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun karena tubuh Chery menyentuh tubuhnya.  “AWW,” kata Panom. Ia benar-benar tidak tahu harus melakukan apapun.  Chery pun langsung menggeser tubuhnya berbaring di samping panom di rumput yang hijau. Ia memegang perutnya dan tertawa sambil berbaring. Panom melihat ke kanannya mengarah ke Chery yang berbaring di rumput. Ia melihat tawa Chery yang begitu manis hingga hidungnya berdarah.  Usai mencoba berhenti tertawa ia melihat ke arah Panom memastikan kondisinya. Ia langsung berteriak dan bangkit.  “Hei, hidungmu berdarah.” Kata Chery. Ia langsung mendorong Panom agar telentang. Ia membuat wajah Panom mengarah ke atas dulu. Ia mengambil tisu di kantungnya dan mengelap darah Panom. “Aku tidak tahu bahwa pukulan itu sampai-sampai membuat hidungmu berdarah. Maaf!” Kata Chery. Ia tidak tahu bahwa darah yang dihasilkan bukanlah karena pukulan.  “Kasihan.” Ucap Chery.  Panom bisa melihat wajah Chery di depannya dengan untaian rambutnya yang panjang yang jatuh menyentuh beberapa bagian tubuhnya. Ia sangat senang karena itu. “Sudah bisakah aku duduk?” Ucap Panom. Ia merasa bagian tubuhnya tidak bisa menahan perasaan yang bergejolak itu.  “Aku mau duduk.” Kata Panom. Ia sudah tidak sanggup lagi melihat wajah manis itu terlalu dekat dengan wajahnya. Ia sekarang sadar bahwa memang tidak usah merasa kesal karena tidak mendapat kesempatan menatap Chery. Ia selalu berada dalam bahaya jika melihat wajahnya yang cantik. “Sebentar lagi.” Kata Chery, lalu ia duduk. “Aku mengacaukannya.”  “Aku tidak apa-apa.” Kata Panom. Ia mencoba untuk duduk dan tangan Chery menyentuh bahunya untuk membantunya duduk.  “Aku tidak apa-apa!” Ucap Panom tersenyum kepada Chery. Ia melihat rambut Panom dipenuhi oleh dedaunan kering. Dengan cepat Chery langsung mengambil daun-daun itu. Lagi dan lagi, Panom tersipu malu. “Kepalamu menjadi kotor.” Ucap Chery usai membersihkan kepalanya. Sempat terpikir Panom kalau Chery akan membersihkannya dengan kasar. Ternyata tidak begitu. Ia begitu lembut melakukannya.  Chery berkata, “Apakah kau sudah lebih baik?” Panom melepaskan tisu dari hidungnya dan merasa tidak ada lagi keluar darah.  “Wait! Jangan pakai tisu itu lagi.” Kata Chery lalu mengambil tisu bekas itu dari tangan Panom. Ia mengambil tisu baru lalu membalutnya dengan yang kotor dan menaruhnya di dalam tas. Ia tidak merasa jijik sedikitpun. Panom menatap Chery saja, tanpa berkata apapun. Tangan Chery sudah memberikan tisu di depannya tetapi dia tidak menyadarinya.  “Pakai yang baru. Ini!” Kata Chery yang membangunkannya dari lamunan. “Oh, iya.” Kata Panom. Ia tak sanggup lagi terlalu lama bersama Chery. Terlalu banyak tindakan Chery yang membuatnya tak tahan untuk menyembunyikan perasaannya.  “Bagaimana kalau kita tulis lirik itu? Kau bisa putarkan kembali rekaman itu? ” Kata Chery. Suaranya terdengar sangat manis.  Chery mengaktifkan note di ICE-nya dan mulai mengetik seluruh liriknya hingga selesai.  “Aku tidak menyangka bisa membuat lagu secepat itu.” Kata Chery usai menuliskan liriknya.  ”Jangan Pergi” Semua akan pergi Ku tak mungkin menahanmu disini Bertahan diterjang badai jika tak henti kita kan berpisah Ohh Ragu ku adalah ragumu tolong dengar jangan tinggalkan aku Tak mungkin ini ragu Kau hanya emosi padaku  Reff :  Jangan pergi Jangan pergi ku katakan pada dirimu saat ini ku ingin bersama melewati setiap kenangan di hidupku jangan pergi jangan pergi ku katakan pada dirimu Sungguh aku sangat mencintaimu melebihi semua yang ada di hidupku ku ingin dirimu ku ingin cintamu cintailah aku aku butuh kamu Chery tersenyum mengingat apa yang terjadi. Panom melihatnya, dan menanyakan mengapa ia tertawa. “Aku tidak menyangka bahwa kau bisa menyanyi. Suaramu sangat indah.” Kata Chery. Panom tersenyum. Dalam hati ia berkata, ‘Aku lebih merasa bahwa suaramu yang membuatku bisa bertahan sejauh ini.’ Panom memiliki ide. Ia merindukan suara indah dari Chery yang membuatnya berani menjalani dunianya. Ia berkata, “ Bisakah kau nyanyikan lagi? Aku boleh merekamnya?”  “Baiklah, aku akan mencoba. Ajari aku beberapa bagian. Aku lupa yang ini.” Tunjuk Chery, dan Panom menyanyikannya.  Ia melakukannya seperti itu hingga Chery bisa menghafal seluruh nadanya. “Kau siap?” Kata Panom. “Baik, aktifkan recordernya!” Ucap Chery. Panom mengaktifkan recorder di ICEnya dan memainkan gitarnya. Chery pun bernyanyi. Suaranya memenuhi taman yang indah itu. Hembusan angin menyebarkan suara Chery yang indah itu. Langit sudah hampir gelap. Mereka pun memutuskan untuk kembali ke asrama.  “Apakah kita ke lab saja?” Tanya Panom. “Sepertinya aku mau keperpustakaan saja. Kau saja ke lab.” Kata Chery.  Mereka pun berpisah.  Semua hentakan kaki Panom seperti sentuhan manis yang menyebar begitu saja. Ia merasa harinya begitu menyenangkan. Ia merasa hubungannya dengan Chery semakin baik. Ia mengharapkan pada akhirnya ia bisa mengungkapkan lagi perasaannya dan Chery akan menerimanya. *** Chery berjalan ke perpustakaan. Ia singgah ke kantin sebentar untuk mengambil buku yang dititipkannya kepada Mool. Buku itu akan dibawanya ke perpustakaan dan menjadi saksi perkembangan perasaannya. Ia merasa ada yang aneh dengan perasaan di tubuhnya. Ia seperti tidak bisa merasakan cinta yang ditunjukkan seseorang kepadanya. Karena itu ia ingin menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi padanya.  Ia mengucapkan terima kasih kepada Mool dan berjalan menuju perpustakaan. Saat hendak masuk ke perpustakaan, Ms. Slufi melihatnya masuk ke dalam perpustakaan. Ms. Slufi sangat tertarik dengan Chery dan berharap keturunan acak generasi ini memiliki bakat yang setidaknya mendekati dirinya. Ia sudah banyak dikecewakan oleh generasi keturunan acak sebelumnya.  Ia pun mengikuti Chery karena penasaran apa yang dilakukannya di perpustakaannya.  Chery terlihat menulis sesuatu di buku yang tadi dititipkannya kepada Mool. Lalu ia meninggalkan buku itu di atas meja dan pergi mencari buku yang akan dibacanya. Ia menuju rak buku Filsafat dan Psikologi. Ms. Slufi melihatnya masuk kedalam kelompok buku jenis itu.  Karena penasaran, Ms. Slufi duduk di kursi yang dipilih Chery dan membuka buku catatannya. Chery menuliskan perasaannya. Ia menuliskan cara berinteraksi dengan orang lain. Ia menuliskan bagaimana cara menanggapi seseorang yang menyukainya. Ia menuliskan tentang mengedipkan mata, berjalan bagaikan bak model, saat yang tepat untuk menatap tajam dengan penuh nafsu. Ms. Slufi tersenyum sewaktu membacanya. Ia merasa gadis cantik itu mencoba untuk memahami perasaannya sendiri. Ia tidak yakin, meski ia membaca semua buku Psikologi, tidak akan membuatnya mengerti tentang apa yang dirasakannya.  Chery keluar dari rak buku itu. Ia melihat Ms. Slufi membaca buku catatannya yang adalah milik pribadinya. Tentu saja ia mempercepat jalannya dan menghentak kakinya di depan Ms. Slufi yang membuatnya mengalihkan perhatiannya. Ia berjalan sambil membawa buku tentang Alexithymia. Ms. Slufi sudah tahu bahwa kejadian itu akan terjadi. Ia mengangkat kepalanya menatap Chery secara perlahan dengan senyuman sudut yang tajam. Ia membuat wajahnya memuat misteri yang banyak. “Apa yang anda lakukan dengan buku saya?” Kata Chery dengan penuh keberanian. Tak ada rasa takut sama sekali di matanya.  “Wanita cantik. Silahkan duduk,” ajak Ms. Slufi menunjuk bangku di depannya. Dengan bodohnya Chery mengikuti apa yang disuruh oleh Ms. Slufi tanpa komplain sedikitpun. “Alexithymia,” kata Ms. Slufi mencoba menahan tawanya. Chery bisa melihat itu dengan jelas. “Apa yang anda lakukan. Itu catatan rahasia saya!” Kata Chery. Ia tidak ingin terlalu banyak masalah karena Ms. Slufi adalah juri dalam pertandingan bakat. Meski ia marah, tetapi tetap saja ia ingin memenangkan pertandingan itu. Msr. Slufi memulainya dengan tawa.  “Apa yang kau tulis di dalam buku ini?” Tanyanya. “Apakah itu begitu penting bagi anda? Itu milik pribadi!” Kata Chery. Ms. Slufi berkata, “Apakah kau tidak tahu bahwa keturunan acak memiliki kekurangan?” “Apa maksud anda?” Kata Ms. Slufi. “Ya, saya adalah keturunan acak. Saya tahu apa yang menjadi kutukan kita.” Ucap Ms. Slufi. Ia ingin membuat percakapan itu lebih dramatis dengan menunda-nunda inti percakapan. “Aku tidak mengerti.” “Kau pasti sekarang sedang bingung tentang perasaanmu. Kau mungkin menebak bahwa ada seorang pria yang menyukaimu. Kau bingung cara menunjukkan perasaanmu, jadi kau membuat semacam tabel hafalan yang harus kau buat seolah-olah kau menyukainya balik.” Tebak Ms. Slufi. “Apa yang kau bicarakan?” Kata Chery menutupi perbuatannya. “Kau harus menerima bahwa kita keturunan acak tidak bisa melakukan itu.” Ucap Ms. Slufi sambil mengingat kenangan di balik ceritanya dengan Mr. Pella. Chery diam saja. Ia mulai mengerti mengapa ia tidak bisa merasakan apa yang dirasakan Panom padanya. Ia hanya berspekulasi bahwa Panom mencintainya dan untuk menghormati itu, ia mencoba menunjukkannya dengan cara ini. “Keturunan kita tidak memiliki rasa cinta. Itulah hasil dari wajah cantikmu itu. Kau akan dipuja-puja karena kecantikanmu, tapi kau akan sendiri sepanjang hidupmu. Terima saja kutukan sekaligus kelebihanmu. Tidak ada gunanya melakukan hal seperti ini.” Kata Ms. Slufi. Ia menutup buku catatan itu dan berdiri. Ia menyentuh wajah Chery yang hampir mengeluarkan air mata. “Ayolah, jangan menangis begitu. Kamu bisa menghadapinya! Kecantikan wajahmu yang akan membuatmu hidup abadi.” Ia melepaskan sentuhannya, menatap pintu keluar perpus dan menyilangkan tangan, “Lebih baik kau berfokus pada pertandingan untuk membuktikan kau berbakat. Kelebihanmu hanyalah rasa kagum dan di eluh-eluhkan seluruh manusia karena kecantikanmu. Jangan berharap lebih bahkan menginginkan seseorang yang bisa kau cintai.” Ucap Ms. Slufi dan ia pergi. Chery ditinggalkannya dalam keadaan terpuruk. Ia menangis tanpa suara, air matanya hanya jatuh seperti keran air yang akan memenuhi bak mandi. Ia mengumpulkan bukunya dan pergi keluar dari perpustakaan. Untung saja saat itu tidak ada seorangpun murid yang berada di perpustakaan sehingga tidak ada yang mendengar percakapan sensitif itu. Chery berjalan menyeret-nyeret kakinya seperti zombi yang sedang mengejar mangsa. Ia berjalan sambil membawa buku catatannya dan buku Alexithymia yang dipinjamnya dari perpus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD