Bab 5 - Gifted International School

1570 Words
Semua ini adalah tentang sekolah yang tidak membeda-bedakan status golongan para murid. Sekolah yang memiliki kurikulum tertinggi yang pernah ada di muka Bumi. Sekolah yang menghasilkan murid-murid yang menemukan alat-alat canggih yang sekarang mereka nikmati. Sekolah yang hanya diperuntukkan bagi murid-murid genius. Dan kamu harus tahu, tidak sembarang orang yang mengetahui keberadaan letaknya yang pasti. Sekolah ini tidak diketahui pemerintah dan letaknya juga terpencil. Bahkan para alumni yang pernah bersekolah disitu juga tidak dapat menjelaskan letak sekolahnya dengan benar. Aneh bukan? Tenang saja, cepat atau lambat semua akan terbongkar. Tn & Ny. Pratja, bersama Wish mendengarkan Tn. Smith menjelaskan, meski diluar akal. Semua saling berpandang dan bertanya-tanya apakah itu penting. Tentu mereka bingung. "Kamu bisa masuk." Ucap Tn. Smith. Ia menatap lembut Wish. Pasti ia yakin bahwa Wish benar-benar bisa melakukannya. Ia salah satu anak genius yang hidup di generasi ke enam di Bumi. Tn. Smith menjelaskan, “Ada dua cara untuk masuk ke sekolah itu. Yang pertama melalui jalur undangan. Jalur ini memaksudkan, pihak sekolah akan mengirimkan undangan setahun sebelum ajaran masuk di mulai. Yang kedua adalah melalui homeschooling. Homeschooling akan membantu murid yang bergabung dengan kelompok itu untuk membantunya mendapatkan undangan dari sekolah.” Ia tersenyum melihat reaksi kedua orang tua itu. Ia pun melanjutkan, “Hanya anak yang berumur 13 tahun yang bisa mengikuti homeschooling. Jika kurang atau lebih, tidak bisa karena Homeschooling hanya akan membantu masa pelatihan selama tiga tahun saja. Dan lagian sekolah ini unik karena hanya menerima anak berumur 16 tahun untuk masuk ke sekolahnya. Menurutku, situasi itu cocok untuk anak kalian.” Ia menyeruput teh hijaunya lagi karena kerongkongannya yang kering. Tn. Smith menaikkan alisnya sebelah. “Ini kabar baik!” Ucap Ny. Pratja. Ia benar-benar bersemangat dengan genggaman tangan erat di kedua tangannya. Tn. Smith menunjuk Wish dan berkata, “Sebelum itu, kamu bisa ikuti Homeschooling, dan setelah selesai pihak homeschooling akan menjadi jembatan untuk kamu bisa masuk sekolah itu." Jelas Tn. Smith dengan nada aneh. Ia terdengar seperti kakek tua penyihir yang sedang menggoda untuk berbuat jahat. Seharusnya sikapnya lebih baik karena sekolah adalah tempat yang baik untuk belajar, bukan mengajarkan hal-hal yang buruk. "Apa nama sekolahnya?" Tanya Ny. Pratja. "Gifted International School." Jawab pria tua itu. Tentu pria itu sangat tahu keadaan sebelum pandemi terjadi sehingga ia bisa memberikan informasi yang begitu detail tentang sekolah yang tidak sembarang orang tahu keberadaannya. Bisa dikatakan ia beruntung bisa melewati tahun-tahun pandemi yang mengerikan. Anak dan Istrinya meninggal akibat pandemi dan ia sekarang harus tinggal sendiri menghidupi dirinya. Yah, pandemi itu membuat jutaan orang meninggal dalam waktu yang singkat. Beberapa meninggal karena terlalu lama di karantina, tenaga medis yang kurang, dan pangan yang tidak mencukupi. Beberapa orang merasa tidak terinfeksi padahal mereka sudah menyebarkannya kepada yang lain. Ini menyebabkan kematian manusia menjadi semakin cepat. Dan penyebab utama mengapa begitu banyaknya korban adalah karena tidak adanya perhatian pemerintah dalam menemukan vaksin. Setelah pembicaraan di ruang tamu, Ny. Pratja merasa ada jalan keluar untuk Wish. Ia lebih bersemangat dari sebelumnya. Ny. Pratja pun menjamu Tn. Smith karena senang mendengar harapan bahwa Wish bisa bersekolah di sekolah yang luar biasa. Tak butuh waktu lama ia memasak untuk mereka. Ia menyiapkan beberapa hidangan dan menyusunnya di meja makan. Mereka semua sekarang berkumpul di meja makan. "Let's small talk," ucap pria tua itu. "Tn. Smith, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat bersekolah di situ?" Tanya Tn. Pratja. Ia penasaran dan berharap mungkin saja itu semacam dedikasi kepada rakyat Pembantu dan b***k. "Apa yang bisa dilakukan rakyat lama seperti kami? Tidak ada yang bisa mengerti bagaimana kami tinggal dulunya." Jelas Tn. Smith sambil tersenyum jahat. Ia yakin mereka tidak akan mengerti maksud dari ucapannya. Rakyat Lama ternyata adalah istilah yang tidak dipakai pemerintah. Istilah itu seperti rahasia umum di saat itu. Istilah itu menunjuk kepada orang-orang yang berhasil melewati masa pandemi dengan selamat dan kebanyakan dari mereka adalah rakyat pemerintahan. Ada juga beberapa yang menyembunyikan keberadaan mereka dan menjadi orang asing yang tidak terdaftar oleh negara untuk menghindari laporan keuangan dan pajak. Mereka tidak ingin dicurigai menjadi pembawa penyakit dan harus melalui uji laboratorium terlebih dahulu. Menurut rumor yang beredar, seseorang yang menyerahkan diri untuk mendapat status kewarganegaraan tidak akan bisa hidup normal. Mereka akan menjadi kelinci percobaan dalam menemukan vaksinasi penyakit lainnya. "Maksudmu apa Tuan?" Kata Tn. Pratja mengerutkan jidat karena yang ia tahu bahwa rakyat di pemerintahan sekarang hanya terbagi menjadi tiga golongan. Yang ia tahu hanya golongan Rakyat Atas, Rakyat Pembantu dan Rakyat b***k. Ia tidak pernah mendengar istilah Rakyat Lama. "Silahkan di ambil Tn. Smith! Atau,” berhenti sejenak, “Maukah saya yang mengambilkannya untuk anda?" Potong Ny. Smith menunjuk ke hidangan yang disediakan. "Terima kasih Nyonya. Saya yang akan ambil sendiri. Terlalu banyak pilihan daging disini." Tanggap Tn. Smith. Bagaimana ia bisa mencicipi semua hidangan itu, umurnya sudah tidak cocok memakan makanan yang berlemak. Memilih yang akan ia makan terasa seperti memilih ingin hidup atau mati. "Maafkan saya Tn. Smith. Kami cuma punya ini." Balas Ny. Smith. Terdengar agak sombong karena yang ia hidangkan adalah makanan mewah. "Baiklah hiraukan saya Tuan Pratja. Saya mau timun yang ada di dekatmu." Ucap Tn. Smith. Lalu hening melahap santapan mereka. "Biaya! Tadi kita membicarakan biaya. Hahahaha." Ucapnya tiba-tiba. Ia benar-benar lupa apa yang hendak dibahas tadi. Ia larut dengan enaknya makanan itu. Penjelasan mengenai Rakyat lama tidak ia lanjutkan. Itu bukan hal yang baik untuk di bahas karena mereka baru saja bertemu. Bagaimana jika kesepakatan yang belum deal ini berganti menjadi laporan kepada pemerintah bahwa ada orang aneh yang mengaku menjadi Rakyat Lama. Wish dan orangtuanya tampak kaget karena teriakan Tn. Smith yang tiba-tiba bagaikan halilintar. Padahal ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan terakhir yang ditanyakan Tn. Pratja. "Rp. 150.000 per jam di tiga bulan pertama dan akan berkurang seraya umur Wish bertambah." Jelasnya. Mendengar biaya itu, mereka tercengang terutama Tn. Pratja. Jika dihitung-hitung, biaya itu lima kali lipat mahalnya dari sekolah nomor satu se-Indonesia yang pernah Wish singgahi. "Maa...ahal sekali." Ucap Tn. Pratja gagap. "Tenanglah, di awal bulan itu pasti sulit. Tapi Itu tidak akan lama. Lagian, harganya semakin lama semakin turun." Ucap Tn. Smith. "Bagaimana dengan Sekolah Gifted?" Tanya Tn. Patja. Ia meletakkan sendoknya. Mungkin selera makannya sudah berkurang. Awalnya memang seperti memiliki harapan tapi, sedikit demi sedikit menjadi kabur. "Sepertinya 10 juta per semester, hmm atau lebih." Ucap Tn. Smith yang sedikit ragu dengan biaya. Ia menaikkan dagunya sewaktu berbicara agar terlihat itu bukan masalah besar. Wajah kedua orang tua itu semakin pucat karena memikirkan biaya yang harus mereka keluarkan untuk sekolah itu. "Itu murah." Ucap Ny. Pratja dengan lantang. "Itu murah kok." Katanya lagi. Semuanya melotot melihat Ny. Pratja yang memasang senyuman palsu. Ia takut Tn. Smith tidak jadi membantu mereka. "Sebenarnya itu sangat mahal." Nada rendah yang diucapkan Tn. Smith. Mendengar nada itu, mereka tertawa keras. Ini lelucon pertama yang membuat keluarga ini tertawa semenjak Wish dikeluarkan dari sekolah ketiganya. Air mata Tn. Smith keluar karena tawanya yang tidak karuan. Ny. Pratja kemudian bertanya, "Jadi, apa benar tuan hidup sebelum Pandemi?" Pertanyaan itu terlintas di pikiran Ny. Pratja karena ia sedikit curiga bahwa Tn. Smith bisa jadi penipu mereka karena biaya yang ia ceritakan tidaklah masuk akal. "Ya, benar. Tapi kalian harus merahasiakannya." Wajahnya seperti sedang bercanda. Jadi mereka meragukan kebenaran itu. Tn. Pratja memang pernah mendengar bahwa mereka yang hidup sebelum pandemi dan masih hidup hingga sekarang pasti harus di karantina atau mungkin dihukum mati. Tetapi, dia tidak tahu bahwa cerita itu bisa dipakai untuk menipu mereka. Kadang ia percaya dengan yang dikatakan Tn. Smith tetapi terkadang ia merasa apa yang dikatakannya adalah benar. "Jadi, Anda tidak memiliki KTP?" Tanya Ny. Pratja semakin penasaran. Ia ingin melihat apakah omongan Tn. Smith hanya sebatas khayalannya saja karena sudah tua. Seseorang yang hidup sebelum pandemi tidak memiliki KTP. Itu akan mempersulit mereka untuk tetap tinggal. Pemerintah bisa melihat tahun kelahiran dan ini yang membuat mereka mengetahui seseorang hidup sebelum pandemi atau tidak. Pemerintah takut, mereka akan menularkan penyakit lain atau mereka menjadi ancaman untuk rakyat yang tahu bahwa dulunya pemerintahan suatu negara tidak seperti saat ini. "Benar sekali." Tn. Smith tersenyum kembali. "Terus, kepala sekolahnya adalah rakyat dari sebelum Pandemi?" Tanya Ny. Pratja. "Benar sekali. Ibumu pandai menebak Wish," ucap Tn. Smith lalu melirik Wish. Makanan habis dengan cepat dan secepat kilat juga Ny. Pratja membersihkan meja. Dalam hitungan menit, meja kembali bersih berharap percakapan berlanjut. Tetapi, tidak begitu. Selesai makan, Tn. Smith yang masih duduk di meja makan melihat ke arah tangga. Ia sedang memastikan apakah keluarga ini benar-benar kaya. Kemudian ia berdiri dari meja dan mengarah ke pintu keluar rumah. Sebelum keluar ia berdiri sebentar melihat ke patung besar di sebelah pintu utama rumah. Tn. dan Ny. Pratja berjalan ke arah Tn. Smith. "Patung yang bagus. Tapi, ini terlalu besar." Ucap Tn. Smith yang melihat kedua orang tua itu berdiri di belakannya. Kemudian ia mengambil jacket, tas dan memakai kacamatanya. Pria itupun mengucapakan permisi kepada kedua orang tua Wish.  "Sampai jumpa lagi." Ucapnya sambil membungkuk kecil kepada keluarga itu. "Semua yang akan kita lanjutkan disini hanya bisa dilakukan melalui telepon." Teriaknya tanpa membalikkan wajahnya. Tak butuh waktu lama ia keluar dari rumah itu.  Tn. dan Ny. Pratja saling menatap sedangkan Wish masuk ke dalam kamarnya. Sambil berjalan ke dapur, Ny. Pratja berkata kepada suaminya, "Apa benar sekolah yang ia katakan itu ada?" "Mungkin." Jawab singkat Tn. Pratja. Ia tersenyum lugu dan tak ingin istrinya memikirkan hal itu. "Kita lihat saja, apa ucapannya benar, atau ia hanya menginginkan uang kita." Lanjutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD