Tak Berarti Sama

1168 Words
Hari ini adalah hari ketiga semenjak Leandra absen dari pekerjaannya di balai desa. Ia sengaja meminta izin untuk menenangkan diri sampai rumor mengerikan itu berhenti. Atau setidaknya mereda barang sedikit. "Nduk, dicari sama Nak Abi!". Leandra menengok ke pintu kamar, menatap Bapak yang berdiri di ambangnya, memberitahukan tentang kedatangan Abimanyu. Lelaki itu sudah beberapa kali datang ke mari semenjak tinggal di rumah Kakek Leandra. Abimanyu rutin datang ke mari, menjadikan rumor tentang Genderuwo sebagai alasan. Katanya ia ingin menenangkan hati Leandra. Namun dari sorot matanya, Leandra tahu, Abimanyu memiliki alasan lain. Leandra memakai hijab instannya, kemudian keluar kamar untuk menemui Abimanyu. Lelaki itu duduk di ruang tamu bersama Ibu dan Bapak. Ketiganya mengobrol dengan asyik, seperti sudah lama saling kenal. Sepertinya itu adalah kemampuan istimewa seorang Abimanyu. Dengan ajaibnya ia membuat orang - orang yang berada di dekatnya merasa nyaman, dan betah untuk berakrab ria dengannya, bahkan dalam kurun waktu yang singkat. Ia adalah orang yang supel dan rendah hati. Iya, kan? Abimanyu memang memiliki alasan lain mendekati Leandra — bukan hanya semata - mata untuk menenangkannya karena rumor Genderuwo. Sorot mata Abimanyu begitu teduh dan hangat saat menatap Leandra. Tapi tidak dengan sorot matanya saat menatap sisi kanan Leandra. Sorot mata yang dingin dan tajam, membuat Leandra takut. Dan yang lebih menyeramkan adalah fakta bahwa sisi kanan Leandra kosong. Tak ada seorangpun di sana. Jadi, siapa yang sedang Abimanyu tatap dengan begitu mengerikan? Apa jangan - jangan Abimanyu memiliki kemampuan spesial? Apa ia bisa melihat mereka yang tak kasat mata? Apa ia ... bisa melihat Genderuwo yang katanya selalu mengikuti Leandra ke manapun? Dan sekarang Genderuwo itu tengah berada di sebelah kanan Leandra, yang membuat lelaki itu menatap dengan dingin dan tajam ke arah tersebut? Jadi ... apa karena kemampuan itu juga, Banyu membawa Abimanyu ke desa ini? "Duduk, Le!" suruh Ibu. Leandra segera menurut. Ia mengambil duduk di antara Ibu dan Bapak. Entah mengapa pemikirannya tadi menciptakan sensasi ketakutan mendalam. Leandra memilih duduk diapit oleh Ibu dan Bapak, supaya si Terduga Genderuwo itu tidak duduk di sebelahnya. "Gimana kabar kamu, Le?" tanya Abimanyu. "Alhamdulillah, sehat, Mas." Leandra senantiasa menjaga pandangan dengan menunduk. Jujur ia tidak bisa merasa nyaman dengan kehadiran Abimanyu. Terlebih laki - laki itu sama sekali tak berusaha menutupi perasaan istimewanya pada Leandra. Sayangnya hati Leandra sudah tertaut pada orang lain. Andai saja Abimanyu datang lebih cepat, bisa jadi laki - laki itu lah yang menempati hatinya saat ini. Abimanyu tersenyum melihat bagaimana wanita itu berusaha menjaga dirinya dengan begitu gigih. "Begini, Le. Kedatangan saya hari ini, adalah untuk membuat sebuah pengakuan. Tentang sebab utama Pak Banyu meminta saya datang ke mari. Saya memutuskan mengaku lebih cepat, karena sepertinya hal ini semakin menjadi saja setiap harinya." Abimanyu memberi jeda sejenak. "Saya akan menjelaskan tentang maksud kata - kata beliau, tentang saya yang akan berusaha membantu warga desa ini dan juga membantu kamu. Sebenarnya ...." "Assalamulaikum!" seru sebuah suara yang sama sekali tak asing. Suara Banyu. "Waalaikum salam, Banyu! Tumben jam segini udah ke sini!" seru Bapak. "Ayo duduk sini! Kebetulan Nak Abi juga lagi dateng!" Bapak menepuk sisi kosong di sebelahnya, mempersilakan Banyu duduk di sana, dengan senyumnya yang senantiasa merekah. Banyu bukannya bersikap tidak sopan. Namun ia hanya sedang kalut. Ia ingin segera mengatakan isi hati, sehingga memilih untuk tak menjawab sama sekali, ataupun mengindahkan sambutan hangat dari Bapak. "Le, apa benar lo udah dilamar?" tanyanya. "M - maksud lo apa, Nyu?" Leandra gelagapan menanggapi pertanyaan sahabatnya. "Ayo, Le, jujur! Apa Genderuwo itu sudah melamar lo?" Kedua netra Leandra membulat mendengarnya. "Nyu, gue beneran nggak ngerti maksud lo! Denger kata Genderuwo aja gue udah takut, gimana kalau gue sampai dilamar?" Leandra sedikit emosi menjawabnya. Ibu dan Bapak pun sama. Banyu datang tiba - tiba, disambut hangat namun tak mengindahkan, sekarang malah mengajukan pertanyaan omong kosong seperti itu pada Leandra. Dari reaksi Leandra, Banyu menyimpulkan bahwa si Genderuwo memang mengubah wujud saat melamar Leandra. Sehingga wanita itu tak tahu - menahu bahwa lelaki yang melamarnya adalah seorang Genderuwo. "Oke - oke, sorry gue dateng dengan buru - buru dan malah bersikap seperti ini!" Banyu menyadari kesalahannya dan meminta maaf dengan tulus. "Gue ralat pertanyaannya. Lele, apa lo dilamar sama seseorang belakangan ini?" Leandra tak segera menjawab. Ia menunduk, dengan kedua orang tuanya menatap ke arahnya bersamaan. Mereka bingung karena Leandra tak menceritakan apa pun perihal ini. Sementara Abimanyu hanya diam. Seolah - olah ia sedang menatap Leandra saat ini. Namun sebenarnya, ia sedang menatap sosok lain yang berdiri di belakang wanita itu. "Ayo, Le! Jawab! Ini demi keselamatan lo sendiri," ucap Banyu lagi. "I - iya. Gue emang dilamar sama seseorang, sekitar dua minggu yang lalu," jawab Leandra akhirnya. "Tapi nggak seperti yang lo bilang tadi, Nyu. Dia manusia. Namanya Romza." Otot - otot di leher Banyu terlihat mengeras begitu mendengar jawaban Leandra. Jadi benar kata kakeknya, bahwa si Genderuwo sudah melamar Leandra, dengan mengubah wujud menjadi manusia. Itulah sebabnya, para Genderuwo yang lain geram, dan kini justru berulah dengan menculik, bahkan menghamili warga. "Dia bukan manusia, Le. Orang yang udah lamar lo ... itu adalah Genderuwo!" Tak bisa dipungkiri, jantung Leandra berdetak keras sekali mendengarnya. Ia takut setengah mati. Namun juga tak bisa sertamerta percaya. "Nyu, dia manusia!" "Atas dasar apa lo bilang dia manusia? Makhluk halus bisa mengubah wujud mereka, asal lo tahu aja!" "Gue tahu, Nyu! Tapi ...." "Tapi apa, Le?". Leandra ragu harus mengungkapkan hal ini atau tidak. Tapi jika tidak, ia takut Banyu akan semakin menjadi - jadi. "Romza mengurus surat pindah, sehari setelah dia lamar gue. Sekarang lo pikir aja, mana mungkin ada Genderuwo yang bisa ngurus surat pindah?". Banyu bungkam seketika. Romza mengurus surat pindah? Jika benar begitu, maka ia benar - benar manusia. Banyu merutuki kebodohannya sendiri. Ia sudah termakan hasutan Ki Langen. Seharusnya ia tak percaya begitu saja. Abimanyu berdeham, berusaha mencairkan suasana, sekaligus meminta semua perhatian untuk tertuju padanya. Berhasil. Kini semua pasang mata menatapnya. "Leandra, Ibu, dan Bapak, sebelumnya saya akan mengungkapkan alasan kedatangan saya ke mari, yang tadi belum sempat tersampaikan. Pak Banyu meminta saya untuk membantu warga desa ini berhenti bergantung dengan kepercayaan - kepercayaan yang berbau klenik. Selain itu juga untuk membantu Leandra terlepas dari dia, yang memang selalu mengikuti Leandra ke manapun." Semuanya terdiam dalam tegang mendengar kata - kata Abimanyu. Dia? Siapa? Jadi benar bahwa Leandra dusukai oleh seorang .... Pandangan Abimanyu terus - menerus tertuju pada Romza yang masih senantiasa berdiri di belakang Leandra. Romza pun tengah menatapnya dengan tajam. Romza tampak sangat tak suka dengan kehadiran Abimanyu, yang terancam menggagalkan rencana pendekatannya pada Leandra. Romza tidak terima. Setelah segala kesulitan yang ia alami, kini ia bertemu kesulitan yang lain. Romza semakin merasa diperlakukan tak adil oleh Tuhan. Karena sama sekali tak pernah diberi kemudahan dalam hal apa pun. "Memang benar dia menyukai Leandra. Tapi ...." Semua mengantisipasi apa yang akan dikatakan oleh Abimanyu selanjutnya. "Tapi ... hanya karena dia tinggal bersama kawanan makhluk yang disebut Genderuwo, atau apa pun itu namanya, bukan berarti dia adalah salah satu dari mereka." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD