5. New Clue

1708 Words
Dave mengambil kotak P3K yang ada di rumah Estelle. Kemudian, ia membantu Estelle mengobati beberapa lukanya. Dave mengobati luka Estelle tanpa bicara. Sejak bertemu di mobil, mereka sama sekali tidak berbicara. “Dave,” panggil Estelle. Dave sibuk menjahit luka Estelle. Dari wajahnya, terlihat wajah yang kesal. Bahkan, ketika ia selesai menutup luka Estelle dengan perban, ia tidak berbicara apapun. Ia hanya merapikan semua peralatannya dan mengembalikannya ke tempatnya semula. “Dave.” Estelle menyikut Dave. Dave menatapnya sinis–masih tidak berbicara sejak tadi. “Aku tahu ini keputusan yang salah. Tetapi, aku hanya ingin menyelidiki tentangnya,” jelas Estelle. “Jangan marah padaku. Aku akan berhati-hati ke depannya.” “Kamu sudah tahu bahwa aku menentang misimu sejak dulu. Kau selalu mengambil keputusan sendiri. Pada ujungnya, kau terluka lagi. Lihatlah sendiri, apa yang kau alami hari ini? Kau tidak memperoleh apapun kecuali luka itu,” kata Dave kesal. “Aku mengetahui namanya sekarang,” jawab Estelle. “Namanya Chester.” “Apa guna nama? Apa yang bisa kamu gali dari sebuah nama?” “Aku akan meminta bantuan pada Greg untuk mencari informasi lebih dalam lagi,” jawab Estelle. “Dave, jangan marah padaku lagi. Iya, aku salah karena gegabah. Yang terpenting, aku berhasil kembali dengan selamat, kan?” “Apa kau tahu seberapa khawatirnya aku? Setiap kau mengirimkan pesan SOS, jantungku berdetak tidak karuan.” Dave mengacak rambutnya. “Ah, aku benci sekali untuk mengatakan itu.” “Aku tahu, aku mengerti. Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang berharga. Aku akan berhati-hati,” jawab Estelle. Ekspresi Dave sudah mulai tenang. Wajah kakunya sudah menghilang. Sekarang, ia menatap Estelle dengan lembut. "Kenapa kau bisa dikejar mereka?" tanya Dave. "Ada yang mengambil foto saat aku di pemakaman. Aku mengikuti orang itu," jawab Estelle. "Kenapa kau senekat itu?" "Aku hanya ingin tahu di mana markas mereka. Aku tidak tahu jika ada yang mengikutiku juga dari belakang." “Lalu mobilmu? Kenapa kau menabrakkannya?” tanya Dave. “Aku kira kau mengalami kecelakaan.” "Mobilku sempat diretas. Mereka sudah memiliki data mobilku. Jadi, aku memutuskan untuk menghancurkannya saja," jawab Estelle. Dave menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Aku tahu kau profesional. Tapi, bagaimana jika kau sekarat karena benturan beton itu?" "Tenanglah. Aku tidak apa-apa," jawab Estelle. “Baiklah...” Dave menghela napas. “Apa yang mau kau bicarakan sebelumnya?” "Oh, itu," kata Estelle. "Sebenarnya, aku menemukan sesuatu di rumahku waktu itu." "Hm? Maksudnya?" "Aku menemukan sebuah cincin di lantai rumahku," jelas Estelle. "Jadi, maksudmu, kau menemukan sebuah cincin di TKP? Apa kau tahu itu cincin punya siapa?" tanya Dave. "Sekarang, aku sudah tahu," jawab Estelle. "Cincin itu sama persis dengan yang dimiliki Chester. Mungkin itu barang yang berharga baginya. Ia sampai membeli model yang sama lagi." Dave terkejut. "Kenapa kau tidak pernah bilang sebelumnya? Di laporan kasusnya juga tidak ditemukan bukti itu, kan?" "Sebenarnya, aku menyimpannya sampai sekarang," jawab Estelle. "Bodoh! Kenapa kau tidak menyerahkannya kepada polisi?" tanya Dave. "Aku tidak tahu itu apa saat aku kecil. Tetapi, hanya aku yang tahu tentang keberadaan cincin itu," jawab Estelle. "Padahal itu akan sangat membantu penyelidikan," ucap Dave. "Kalau buktinya diberikan sekarang pun, rasanya sudah sangat terlambat." Estelle mengangguk. "Aku bahkan baru mengingatnya karena bertemu dengan orang itu lagi." "Sayang sekali. Polisi bahkan tidak menemukan bukti apapun, kan? Jika mereka mengetahui ini, pasti akan sangat membantu," kata Dave. Pembunuhan yang terjadi di rumah Estelle memang ditutupi dengan kebakaran. Polisi juga tidak menyelidikinya secara lanjut karena yakin bahwa itu hanya peristiwa kebakaran. Tiga belas tahun yang lalu, teknologi juga tidak secanggih sekarang. Sehingga, kasusnya ditutup begitu saja. Alasan lainnya adalah karena tidak ada pihak yang meminta penyelidikan lebih lanjut. “Aku tidak yakin polisi bisa berbuat banyak. Bukti sebatas cincin dan kesaksian seorang anak kecil?” Estelle menggelengkan kepalanya. “Lagipula, orang itu tidak mungkin bisa dilawan dengan hukum. Ia harus dibunuh.” “Sebenarnya, siapa yang menyalakan api di rumahmu?” tanya Dave. “Kau pikir aku tahu? Hal terakhir yang aku tahu adalah ibuku dikepung lalu ditembak oleh Chester. Lalu, aku hampir saja ditikam. Untung saja, bodyguard ayahku berhasil melindungiku.” “Kenapa tragedi itu hanya dianggap kebakaran? Meski banyak badan yang hangus, seharusnya luka akibat tembakan masih terlihat, kan?” “Sama seperti kita sekarang, mereka juga hebat dalam memanipulasi kematian. Mereka bisa saja menjadikannya kasus bunuh diri. Mereka bisa melakukan apapun sesuka hati,” jelas Estelle. “Bahkan, jasad yang ditemukan hanya kedua orang tuaku, beberapa pelayan, dan bodyguard di rumahku. Sedangkan tidak ada orang dari Chester yang ditemukan.” “Sebenarnya seberapa kaya dirimu waktu dulu?” “Aku tidak terlalu ingat. Aku beberapa kali pindah rumah. Penjaga di rumahku juga banyak. Rumahku sangat luas sehingga para pekerja juga tinggal di sana,” jawab Estelle. “Apa pekerjaan orang tuamu?” tanya Dave. Estelle terdiam sebentar. “Aku tidak tahu.” “Kenapa orang tuamu bisa berurusan dengan seorang Chester? Bukannya itu poin yang paling penting?” “Itu yang ingin aku cari tahu sejak dulu. Makanya, aku berada di posisi sekarang,” jawab Estelle. "Tapi, Elle," kata Dave. "Aneh sekali. Kenapa bisa ada cincin itu di sana? Apa kau tidak merasa aneh?" "Aneh kenapa?" "Aku rasa, cincin itu bukan milik pembunuhnya. Untuk seukuran pembunuh, itu adalah sebuah kesalahan yang fatal. Tidak mungkin ia meninggalkan bukti. Jika pun iya, maka ia adalah orang yang sangat bodoh." Estelle terdiam sebentar. "Tapi, ia memakai cincin yang sama persis dengan yang dulu.” “Nah, itu!” Dave memetik jarinya. “Untuk apa ia terus memakainya jika ia pernah menghilangkannya di rumahmu?” "Semua pembunuh pasti memakai sarung tangan, kan? Tidak mungkin mereka memakai cincin." "Lalu, bagaimana? Sebenarnya, apa yang terjadi?" Estelle menopang dahinya. "Apa waktu dulu kau memerhatikan tangannya? Apa ia memakai sarung tangan?" tanya Dave. "Tidak. Saat itu aku sangat takut. Aku bahkan tidak ingat nama dan wajahnya." Dave menggaruk kepalanya. "Ah, ini membingungkan." Estelle masuk ke kamarnya. Ia mengambil cincin yang ia maksud sedari tadi. Kemudian, ia memperlihatkannya kepada Dave. Meski sudah lama, cincin itu masih berkilau. "Jika kau menjualnya, kau bisa mendapat banyak uang," kata Dave sambil mengamati cincin itu. "Untuk apa juga aku menjualnya? Ini bukti penting," jawab Estelle. “Jika kau orang bodoh, mungkin kau akan melakukannya,” jawab Dave. “Untungnya kau tidak bodoh.” “Sebenarnya, aku merasa bodoh sekali sekarang. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya.” "Lebih baik kau istirahat dulu. Kau lapar?" tanya Dave. "Iya." Estelle mengangguk. "Tunggulah. Aku akan buatkan makanan," ucap Dave. "Baiklah." Tepat setelah Dave pergi ke dapur, ponsel Estelle berbunyi. Tuan Dan Tugasmu untuk besok Sandy, 31 tahun, kebangsaan Indonesia, Hotel Eirst 512 Tuan Dan sent a photo. Estelle menghampiri Dave setelah mendapat pesan itu. "Dave." "Apa? Belum matang," tanya Dave. "Apa kau punya pistol lagi?" tanya Estelle. "Kenapa?" "Pistolku ketinggalan di mobil," jawab Estelle. Dave mendecak. “Ambil saja di jaketku.” Estelle merogoh saku jaket Dave yang berada di sofanya. Ia mengambil pistol kecil yang disimpan di sana. "Terima kasih," ucap Estelle. "Kenapa kau meninggalkannya? Padahal kau sudah sangat berpengalaman," tanya Dave. "Aku tarik ucapanku bahwa kau profesional." "Aku sangat panik. Aku tidak ingat tentang itu." "Lain kali, jangan ceroboh. Jika kau merencanakan sesuatu, beritahu aku juga," kata Dave. "Iya." "Omong-omong, apa mereka sempat melihat wajahmu?" "Iya," jawab Estelle. "Meski aku memakai topi dan masker, Chester berhasil membukanya." Dave memberi wajah asam kepada Estelle. “Aku sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Kau sungguh tidak mengenal takut.” Estelle tersenyum. “Selama aku memiliki rencana yang bagus dan terus bersembunyi, semuanya akan baik-baik saja.” Dave menggelengkan kepalanya berkali-kali sambil menuang omelette buatannya ke piring. Lalu, ia membawanya ke meja makan. Mereka berdua makan bersama di sana. *** "Hati-hati dengan pria dengan penutup mata di bagian kanan." Terdengar suara tembakan di setiap sudut rumah. Lantai dipenuhi dengan darah dan pecahan keramik. "Estelle! Lari!" "Jika kamu menemui orang seperti itu, segera lari." Napas Estelle terengah-engah. Ia terus berlari di sebuah lorong tanpa ujung. Tiap ia berhenti, maka wajah seorang lelaki berpenutup mata muncul di depannya. Semakin jantungnya berdegup, semakin jelas wajahnya. Meski matanya berlinang air mata, penglihatannya tetap jernih. "Estelle, bangun." Tiba-tiba, ia mendengar suara ibunya. Suara itu sama persis dengan suara ibunya saat dulu. Suara itu selalu berhasil membuatnya terbangun. Ketika Estelle membuka mata, ia melihat kamarnya yang dipenuhi darah. Suara tembakan semakin jelas. Di depannya, ada ibunya yang tersenyum. Saat kilat masuk melalui jendela kamarnya, Estelle bisa melihat pakaian ibunya yang berlumuran darah. Estelle berteriak, namun tidak ada suara yang keluar. Estelle menutup mata dan telinganya. Namun, ketika ia membukanya lagi, pria berpenutup mata ada di depannya. Orang itu menodongkan pisau di depan wajahnya. Estelle membuka matanya. Ia memegang dahinya dan mendapati keringat dingin. Napasnya tidak beraturan. Ia langsung bangun dan meminum segelas air. Mimpi ini semakin parah. Estelle menyalakan TV agar ia bisa merasa sedikit tenang. "ㅡyang bekerja sebagai security Hotel Niku. Sebelumnya OF pernah melakukan kekerasan terhadap teman kerjanya. OF masih belum mengakui perbuatannya. Pihak kepolisian sedang menyelidiki motif pembunuhan OF terhadap KB." Estelle merasa sedih lagi. Padahal ia yang membunuhnya. Tetapi, orang lain yang disalahkan. Apalagi, tersangkanya hanya seorang security. Dia tidak memiliki kekuatan apa-apa. Mengunci lift dan menghapus rekaman CCTV memang wewenang seorang security. Tidak heran ia bisa dituduh. Perkembangan penyelidikan dalam kasus Kurt Bolt memang sedikit lama. Pembunuh profesional sepertinya memang jarang sekali meninggalkan bukti. Ini membuat detektif tidak kunjung menemukan titik terang. Saat membawa Kurt ke atap, Estelle memang langsung menyerahkannya kepada Dave. Temannya itu meninggalkan bukti yang menuju kepada pria berinisial OF itu. Jika dalam tahap pembuatan sebuah produk, Estelle seperti produsennya. Sedangkan Dave berada di bagian labelling dan finishing. Estelle melanjutkan menonton berita itu. Sejujurnya, ia juga penasaran apa hubungan Kurt dan Chester. Juga, hubungan Chester dengan FT Tower. "Saya tidak melakukannya. Saya difitnah. Saya memang sedang tidak berada di hotel karena mendapat perintah dari atasan saya untuk menjaga ruangan meeting. Katanya, akan ada pertemuan yang dilakukan di sana," jelas OF. "Apa ada orang yang bisa memastikan alibimu?" tanya polisi. "Tidak ada. Saya sendirian di sana. CCTV juga mati saat saya berada di sana. Saya tidak punya bukti terhadap alibi saya. Tapi, saya bersumpah bahwa saya tidak membunuh seseorang. Saya hanya warga biasa yang tidak bersalah."  Ketika sedang fokus mendengarkan berita, pengingat pada ponsel Estelle berbunyi. Ia harus bersiap-siap untuk menjalankan misinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD