bc

Move On

book_age16+
729
FOLLOW
5.1K
READ
murder
love after marriage
pregnant
drama
tragedy
twisted
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Dua puluh tahun telah berlalu sejak Jingga dan teman-temannya menguburkan kapsul waktu di halaman belakang sekolah mereka. Namun tujuh sahabat ini tak dapat melupakan masa lalu begitu saja. Waktu tak dapat diputar kembali. Lantas bagaimanakah mereka dapat menjalani hidup dengan segala penyesalan?

chap-preview
Free preview
Lawang, 12 Agustus 2021
Kafe Y adalah warung makan yang baru dibuka bulan lalu, tetapi cukup tersohor. Setidaknya seantero kota Malang pasti tahu keberadaan tempat ini. Menu andalannya adalah "Bebek Gila." Sajian unggas dengan sambal pencit yang mengguggah selera. Jingga adalah salah satu penggemar kuliner pedas. Namun hari ini, dia berdiri di sini bukan hanya sekadar untuk menikmati menu dari tempat ini yang terkenal lezat. Hari ini tanggal dua belas Agustus 2021, adalah sebuah hari yang selalu dia peringati bersama sahabat-sahabatnya. Mereka akan berkumpul untuk mengobrol dan berbagi cerita. Dua puluh tahun yang lalu mereka telah menguburkan sebuah kapsul waktu yang berisi segala harapan mereka akan masa depan. Ketika itu usia mereka masih sangat belia. Mereka baru duduk di bangku kelas satu SMA. Tiga tahun lalu mereka telah membuka peti harta karun mereka itu. Ternyata isinya bukan hanya asa tetapi juga ada ribuan penyesalan yang tak dapat dielakkan. Waktu telah berlalu begitu lama, tetapi sebagian dari diri Jingga masih tak dapat melupakan masa-masa indah itu, tatkala dirinya masih seorang gadis polos berusia enam belas tahun. Hari ini dia akan berkumpul kembali bersama mereka para sahabat-sahabatnya. Bersama, mereka akan mengingat kembali segala memori manis namun yang menyakitkan delapan belas tahun yang lalu. "Selamat datang, Bu Jingga," sapa sang pelayan ramah sesuai dengan SOP. Pelayan itu mengenalnya dengan baik karena dia adalah teman dari pemilik Kafe ini. Jingga pernha ke tempat ini beberapa waktu sebelum resmi dibuka.  "Pak Birunya ada?" tanya Jingga. "Pak Biru belum datang, Bu, mari saya antar ke tempat pertemuan." Pelayan itu mengajaknya masuk. Sembari mengikuti waitress itu, Jingga memandang sekeliling. Konsep Kafe tersebut ala sembilan puluhan. Sesuai dengan namanya, Kafe Y ditujukan untuk generasi Y atau generasi sembilan puluhan. Generasi yang disebut-sebut sebagai generasi emas. Diprediksi bahwa pada tahun 2030 nanti, para genererasi ini akan menjadi generasi yang mapan. Di mana jumlah usia produktif akan menjadi dua kali lipat dibandingkan usia tidak produktif atau yang disebut dengan bonus demografi. Jingga tertawa kecil melihat boneka replika kesatria baja hitam di depan pintu masuk. Dulu serial itu adalah salah satu acara TV yang tak pernah dia lewatkan. Bahkan dia bercita-cita memiliki suami setampan Kotaro Minami. Jingga menatap lantai Kafe yang terbuat dari kayu. Petak-petak warna putih tergambar di sana membentuk permainan tradisional yang dulu sering dia mainkan ketika kecil. Engklek begitulah mereka menyebutnya. Permainan di mana anak-anak melemparkan batu lalu melompat dengan satu kaki pada petak-petak itu. Wanita berambut bob itu menghela napas. Tahun-tahun telah berganti begitu cepat sehingga kini dia tak lagi menemukan anak-anak yang memainkan permainan ini. Kids zaman now, disibukan dengan gadget dan game online. Jingga bukannya anti terhadap teknologi, tetapi zaman di mana dia hidup dulu menggambarkan bahwa kebahagiaan itu bisa didapatkan dari hal-hal sederhana. Ada tiga buah bilik di pojok kanan ruangan yang di dalamnya terdapat telepon. Tempat dipenuhi oleh beberapa orang yang berselfie dengan berpura-pura menelepon. Itu adalah wartel. Jingga tersenyum, mengingat bahwa dia dulu pernah menikmati sensasi menelepon gebetan di bilik itu. Beberapa orang di pojok kiri tampak sibuk bermain nintendo Mario Bross. Game paling ciamik di zamannya. Salah seorang temannya adalah pemilik Kafe ini, tempat ini memang surga. Jingga senang dia tak menolak ajakan sahabatnya itu untuk berkumpul di sini. Pelayan tadi membawanya ke sebuah ruangan privat lalu meninggalkannya dengan buku menu. Jingga memandangi daftar itu dengan saksama sembari mengamati ruangan tertutup tempat di mana dia duduk. Ada segelas es teh yang ditinggalkan di sana. Syukurlah, sepertinya dia bukan orang yang pertama datang. Jingga bangkit dan menuju toilet wanita. Ketika membuka pintu, sebuah senyuman menyambutnya. Seorang wanita berambut panjang dengan perut buncit yang berdiri di depan cermin menyapanya. "Hai, Jingga, apa kabar?" "Hai, Vio," balas Jingga. Dua wanita itu lalu melakukan cipika-cipiki. "Sudah besar sekali, berapa bulan?" tanya Jingga kepo saat melihat perut Vio. "Hampir mendekati tafsiran, tinggal menghitung hari," jawab wanita bernama Vio itu sembari mengelus-elus perutnya dengan penuh kasih. Jingga tersenyum melihatnya sudah lewat beberapa tahun sejak dia mengandung seorang putri yang kini sudah berusia sembilan tahun. "Terus kamu ditinggal sendirian di sini? Mana suamimu? Kok dia nggak siaga banget," tegur Jingga. "Lagi ada urusan sebentar, suamimu sendiri mana? Aku lihat kamu juga datang sendirian," ucap Vio. "Iya," angguk Jingga. "Dia juga lagi ada keperluan, jadi aku berangkat duluan," dusta Jingga. Sebenarnya beberapa hari yang lalu dia bertengkat hebat dengan suaminya. Sejak saat itu hingga detik ini dia belum melihat batang hidung pria itu lagi. Dia juga tidak yakin apakah suaminya akan datang ke acara reuni ini atau tidak. Akan tetapi dia memilih tidak mengubar masalah pribadinya dengan sang suami pada orang lain. Jingga hanya berharap bahwa nanti suaminya akan datang dan mereka akan berbaikan seperti biasanya lagi. Semoga saja begitu. Setelah selesai mencuci tangan, Vio mengambil buket bunga besar di tangannya. "Itu untuk dia?" tanya Jingga. Vio melenggut. "Ya, aku hanya mengunjunginya setahun sekali, jadi setidaknya akan aku bawakan dia buket yang besar," kata ibu hamil itu. Jingga tersenyum. Hari ini dia bersama teman-teman berkumpul di sini. Satu orang tak bisa datang dan tak akan pernah bisa datang. Mereka akan mengunjungi sahabat itu nanti, di tempat persemayamannya. "Kemarin aku membaca sebuah novel yang menarik," ujar Jingga tiba-tiba mengubah topik pembicaraan. "Judulnya Spoiler. Ceritanya tentang seorang pemuda yang mendapatkan surat dari dirinya sendiri di masa depan. Surat itu berpesan untuk mengubah masa lalu. Seandainya saja, kita juga bisa mengirim surat," lirih Jingga. Vio mendesah. "Tak ada gunanya meratapi semua hal yang telah terjadi, Jingga. Mati adalah takdir, kita semua juga pasti akan mengalami, suatu saat nanti." Jingga tersenyum getir membayangkan masa lalunya yang penuh dengan penyesalan. Seandainya saja dia bisa memperbaiki semuanya, mungkin saja hari ini mereka bisa berkumpul kembali dengan jumlah personil yang lengkap.  ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Because Alana ( 21+)

read
360.6K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
260.9K
bc

Papah Mertua

read
530.5K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.0K
bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
257.2K
bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
161.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook