Pendidikan Internasional, Pertukaran Pelajar

1413 Words
City College of San Fransisco yang disingkat dengan CCSF, berdiri tahun 1935, mempunyai lebih dari 50 program akademik dan lebih dari 100 disiplin ilmu pekerjaan. Ada banyak pilihan mata kuliah kredit yang mengarah ke gelar associate, yang dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan pendidikan umum untuk ditransfer ke lembaga pendidikan empat tahun. Dan CCSF sendiri memiliki lebih dari 1.800 staff pengajar, yang sangat berkompeten di bidangnya. Sehingga nama CCSF ini dikenal oleh semua negara di dunia, terlebih lagi saat mereka mengadakan program pertukaran pelajar, yang ternyata menarik banyak minat semua mahasiswa dari berbagai negara. Program ini dikenal dengan nama Pendidikan Internasional, Pertukaran Pelajar. Dan Garry adalah salah satu dari ratusan pelajar yang terpilih untuk menempuh pembelajaran selama 2 tahun di CCSF, dengan jurusan yang sama dari Universitas asalnya. Membuat Garry terperangah saat masuk ke dalam gedung khusus untuk semua pelajar internasional sepertinya. TING!!! Dering ponsel sengaja ia acuhkan, karena sedang sibuk menatap barisan foto tertata rapih di dinding. Mulai dari ilmuwan di biang AI, sosok pengusaha yang merajai kota San Fransisco, hingga beberapa aktor dan aktris hollywood. Membuat ia mengucapkan syukur berkali-kali lipat, karena bisa menjajakan diri di tempat seperti ini. Garry sedikit merewind memorynya dulu yang lebih memilih, untuk bersantai di perpustakaan ketimbang kantin fakultas, lebih memilih pergi ke taman belajar, ketimbang cafe taman, hingga semua temannya lelah untuk mengajaknya bersenang-senang. Namun semua pilihan itu, yang membuahkan hasil hingga dirinya seperti sekarang. Memang benar pribahasa yang sering Garry dengar dulu, dari almarhumah eyang putrinya. Dari kejauhan terdengar suara yang memanggil dirinya, namun ia tidak mengenali suara tersebut. Membuat kepalanya enggan menoleh, dan lebih baik membaca seluruh informasi dari figura foto Gigi Hadid, yang terkenal sebagai model victoria secrets. "Anjir!" Nafasnya yang terengah, membuat Garry jenggah, hingga menjauhkan diri dari orang sampingnya sekarang. Ia masih belum mengetahui siapakah orang tersebut, karena matanya masih setia menatap model cantik tersebut. "Garr! Gila, kali. Gua dicuekin!" Akibat suara tersebut yang semakin membuatnya jenggah, Garry langsung mengalihkan pandangannya. "Bacot bgt manusia!" Tatapan tajam menusuk mata Guntur yang masih terengah, membuat ia membalas dengan semua cerocosan yang sangat ampuh menaikkan kadar emosi Garry. Guntur sengaja melakukan itu semua, karena itulah tugasnya menjadi manusia. Untuk menaburkan benih-benih emosi pada manusia-manusia dingin, layaknya Garry. "Ada apaan emang si? Ganggu aja lu." Kata Garry, dengan posisi yang sudah terduduk di sofa lobby. Dengan cepat, Guntur langsung menjelaskan semua informasi yang tidak sengaja ia dengan dari mulut beberapa orang saat berada di kantin tadi. "Beneran? Gak sangka gua, ternyata di luar negeri juga ada MOS." Balas Garry, dengan lipatan dahi yang terlihat sangat jelas. "Bukan mos si, mereka nyebutnya tour keliling kampus untuk menjalin keakraban." Guntur mengoreksi perkataan Garry, namun semua itu dibantah mentah-mentah. "Sama aja, itu bahasa alusnya. Kalo bahasa kasarnya mah mereka mau ngerjain kita. Kan kita gak tau kalo mereka ngajak kita tour keliling kampus, tiba-tiba ada perlombaan atau hal-hal tersembunyi gimana?" Garry kembali menjelaskan, dengan mempertahankan perkataannya. Memaksa fikiran Guntur diforsir untuk menelaah kembali semua perkataan Garry, yang ternyata benar adanya. Saat itu ia tidak berfikir panjang, dan hanya percaya jika mereka hanya akan mengadakan tour keliling. DREEEPPP' Tiba-tiba, ada Roman dengan kuncir rambut yang berantakan berdiri di hadapan Garry dan Guntur. "Mau ada mos, jam 2 nanti." Jelas Roman, dengan nafas terengahnya. "Telat! Udah gua kasih tau!" Cibir Guntur, dengan wajah tengilnya. Dan langsung dihadiahi lemparan kaos terbalut keringat dari Roman. Beberapa jam selanjutnya, semua penghuni asrama Internasional, dihebohkan dengan peraturan untuk mencari pasangan tour mereka. Dengan cara yang sangat pasaran, yakni menyocokan angka pada bola yang sudah ditaro di pintu asrama mereka masin-masing. Dilengkapi juga dengan beberapa informasi terkait dengan peraturan yang menjelaskan, jika penghuni asrama tidak akan mendapatkan pasangan yang berasal dari asrama juga. Dan dengan kata lain, peraturan tersebut mengarahkan agar mereka semua mengenal 'orang lain' yang juga berstatus sebagai pelajar internasional. Semua itu sukses membuat Ody menjerit, karena kini harapan besarnya, untuk melakukan tour dengan beberapa anak asrama lainnya, kandas ditelan bumi. Berbeda halnya dengan Difa yang justru mmbersorak kegirangan, karena akhirnya ia mampu mengembangkan kembali sifat ekstrovertnya, untuk memperluas relasi pertemanannya. Yang karena dirinya sudah bosan, setelah menghabiskan 1 minggu hanya bersama Ody, Ivanna, dan Sofia. ** Roman yang lebih dulu mendapatkan bola pasangan yang disembuyikan oleh senior, langsung membuatnya berlari ke gedung asrama untuk mencari tahu siapakah pasangannya yang memegang bola bernomor 7. Sementara Guntur yang kini hanya berbaring di atas rumput, karena rasa lelahnya mencari bola yang tak kunjung ditemukan. Membuat dirinya pasrah, jika akan dikenakan hubungan. Sikap pesimistis dari dirinya yang kadang membuatnya malah beruntung seperti sekarang, "I got it!" Matanya mengunci pandangan pada benda bulat bewarna merah, yang tergeletak di dekat keran taman. Membuat dirinya langsung berlari mengambil benda tersebut, untuk melihat angka berapa yang dia dapatkan. "Anjir angka sial!" Guntur kembali berlari ke gedummng asrama, untuk mencari siapakah pasangan sialnya hari ini dan untuk ke depannya nanti. Sekaligus menyusul Roman, yang beberapa waktu lain mengejek dirinya karena tidak mampu menemukan bola pasangan. Sementara di tempat lain ada Ody, yang malah mencari bola pasangan di semua tempat terbuka. Yang padahal, dirinya sudah mendapatkan bola pasangan karena dirinya adalah penghuni asrama. Namun, kenapa Ody malah mencari bola kembali, bukan mencari pasangan mereka. Jawabannya adalah, karena gadis itu terlalu takut untuk bertemu orang lain atau orang yang tidak ia kenali wajahnya. Maka dari itu, ia lebih memilih untuk mengamankan bola pasangan bernomor sama dengan dirinya, untuk ia berikan pada orang yang setidaknya mempunyai wajah yang terkesan baik atau sopan. "Yash!" Gumam pelan Ody, karena berhasil menemukan bola bernomor sama, yang ia lihat pada sela gorong-gorong kecil, samping gedung fakultas matematik. Ia memasukan bola tersebut ke slin bag miliknya, sebelum ada orang yang memergoki dirinya. Dan kini, ia hanya tinggal bersandiwara mencari pasangannya, sekaligus mencari orang yang pantas untuk dijadikan pasangan. "Ivanna!" Suara cemprengnya memanggil gadis berambut pendek di depan sana. "Heh??? Maaf. Omg, maaf sekali." Pekik Ody dengan perasaan malunya, karena sudah salah memanggil orang. Dirinya masih terbawa suasana universitas lama, yang hanya mempunyai satu Ivanna. Sosok gadis dengan rambut pendek yang hampir sama dengan laki-laki. Ia baru sadar jika kini dirinya sudah menjajaki diri di universitas yang lebih besar, yang mungkin saja mempunyai sosok Ivanna lain, yang bisa membuatnya mencari ciri khas lain untuk ia hafalkan kembali. Semua perbuatan Ody tadi, ternyata dilihat oleh sepasang mata yang kini tertawa dengan sangat puas pada posisinya. Ody langsung menoleh kebelakang, dan tidak melanjutkan jalannya. Melainkan mengambil arah berlawanan dari orang tersebut, untuk mencegah rasa malunya. "Damnit! Bodoh bgt si, ih. Gak abis pikir sama diri sendiri." Ody mengumpat dirinya sendiri, hingga orang yang tertawa tadi bangun dari posisinya. "Ivanna!" Pekik orang tersebut, dan langsung membuat kepala Ody terangkat ke atas. "Omg, maaf yaa, maaf sekali lagi." Orang itu kembali mengulang kembali gelagat Ody tadi. Membuat dirinya memincingkan mata diikuti dengan tatapan tajam. DEG' 'Orang yang berdiri kemarin, bukan?' batinnya mengajukan satu buah pertanyaan, yang membuat otaknya sibuk mencari moment yang dimaksutkan. "3 MINUTES LEFT!" Suara kencang dari senior, membuat Ody selesai dengan tatapan tajamnya, dan langsung menyibukkan diri untuk menyerocos dengan orang di hadapannya sekarang. "Gua Garry, bukan orang aneh." Interupsi tadi membuat Ody kebingungan, hingga tanpa sadar ia meraih tangan orang tersebut. "Kau siapa?" Tanya Garry, yang sampain sekarang belum menemukan nama dari gadis yang terkesima di hadapanya. "ONE MINUTES LEFT!" Suara senior tersebut kembali memecahkan lamunan dari Ody, yang seketika melepaskan tangan Garry, serta meminta Garry untuk menunggunya selesai. "Ody! Namaku Ody. Dan apa kau bersedia menjadi pasanganku? Ayolah, aku tidak punya waktu lagi. Dan hanya kau yang tersisa di sini." Dengan terburu-buru ia menjulurkan bola pasangannya pada Garry, yang kini memasang tampang kebingungan. Karena dirinya baru pertama kali, mendengar permintaan seorang gadis untuk menjadi pasangannya. "Banyak orang di sini lho, gak cuman gua doang." "I KNOW!" Garry, dikejutkan oleh suara tinggi Ody. "Tapi cuman kamu doang yang aku kenal, sejak kemarin. Jadi tolong ambil ini, dan jadi pasanganku. Kita tidak punya waktu lagi." Semua penjelasan tadi, membuat Garry semakin kebingungan dengan gadis di hadapannya. Namun dirinya malah mengiyakan semua itu, dan langsung membuang bola pasangan yang sudah lama ia temukan. Mungkin kata-kata yang sejenak terbesit di otaknya benar adanya. "Semesta pasti sedang berbangga hari, karena mempertemuka kita." Terdengar narsistik memang, tapi, itulah sifat asli dari Garry Mahardia Widjaja. Karena dirinya juga malas untuk mencari, jadi ia tidak pernah menemukan siapa pasangannya dari bola tersebut. Dan malah ada suatu kejadian absurd yang membawanya menjadi pasangan, sekaligus membebaskannya dirinya dari hukuman para senior, karena ketidak kompetennya mencari pasangannya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD