Two

781 Words
Danaya POV Pagi ini aku sengaja datang pagi-pagi menuju kantor. Suasana kantor masih nampak sepi, hanya beberapa karyawan saja yang baru datang. Fira pun batang hidungnya belum muncul. Apa aku terlalu pagi untuk ukuran seorang pegawai baru? Aku hanya ingin mendapat citra baik di hari pertamaku bekerja. Ini bahkan baru pukul 6.30 pagi. Aku menelungkupkan kepalaku diatas meja kerja. Setelah selesai menulis jadwal Pak Damar hari ini, rasanya tak ada lagi yang harus kukerjakan selain menunggu kedatangan Pak Damar dan menunggu instruksi selanjutnya dari beliau. "Ngapain kamu tidur di kantor?" Suara itu. Suara itu seperti suara seseorang yang cukup familiar beberapa jam sejak kemarin di telingaku. Aku mendongakkan kepalaku dan mendapati wajah sarkatis Pak Damar tengah menatapku. Buru-buru aku berdiri dan membungkuk memberi salam. "Pagi, Pak. Maaf tadi saya hanya bosan setelah mencatat semua jadwal bapak hari ini." Jelasku. Tanpa memberikan basa-basi atas jawabanku, ia malah melenggang masuk kedalam ruangannya. Sial. Aku mengambil sebuah notes pemberian Fira kemarin yang berisi jadwal Pak Damar yang sudah kucatat barusan. Lalu dengan merapikan sedikit kemejaku, aku melangkah masuk ke dalam ruangan Pak Damar. "Permisi, Pak." Ia nampak sedang meminum secangkir kopi yang diantarkan OB sebelum aku datang tadi. "Tolong bacakan jadwal saya hari ini." Ucapnya to the point. Yaelah, untung ganteng. "Hari ini bapak ada jadwal meeting dengan pihak dari Amarion Hotel dan rapat dengan beberapa dewan direksi..." "Amarion Hotel?" Katanya. Lagi-lagi selalu memotong ucapanku. "Apa harus hari ini?" Tanyanya kemudian. "Iya Pak. Pihak mereka sudah konfirmasi dengan kita beberapa hari yang lalu. Itu dijelaskan di nota sekretaris bapak sebelum saya." Ia mengetukan jarinya diatas meja. Nampak menimbang sesuatu. "Bapak kenapa?" Tanyaku yang sepertinya langsung membuatnya kaget dan terbangun dari lamunannya. "Kamu ikut saya bertemu dengan perwakilan dari Amarion." Perintahnya. Aku hanya mampu mengangguk lesu. Kenapa aku mendapat bos sedingin ini? Memerintah saja tanpa ekspresi. Bahkan terkesan diktator. Untung...ganteng. ** Selesai berkemas beberapa file yang harus ditandatangani, seperti ucapannya tadi pagi Pak Damar langsung membawaku menuju pertemuan dengan pihak Amarion Hotel. "Naik." Pintanya tanpa menoleh kearahku dan langsung masuk ke dalam mobil di bangku kemudi. Aku masih terbengong melihat kearahnya dari jendela. Ia menurunkan kaca jendela dan menatapku bingung. "Ngapain kamu masih disitu?" "Nggg...." "Naik." Yasudahlah daripada boss besar ini ngeluarin kata-kata tak enak mending aku lakukan saja apa kemauannya. "Saya kan bisa naik taksi kesana pak." Gumamku saat ia sudah menjalankan mobilnya. Alasan yang bodoh Nay! Ia diam tak menjawab ucapanku barusan. Pak Damar malah menghidupkan tape di mobilnya dan terdengarlah suara manis dan merdu Raisa menyanyikan single teranyarnya "Teka Teki". "Haduh Raisa kembaran saya. Lagunya kenapa ngena banget ya." Cerocosku sambil menghayal dan menatap langit-langit mobil Pak Damar. Ternyata dia orang yang apik. Untuk seorang pria sepertinya, rasanya jarang ditemukan ada yang seapik dia. "Bisa ga kamu diam dan nikmatin aja lagunya tanpa komentar?" Astaga. Ia menatapku dingin dan sedetik kemudian malah mematikan tapenya. Sial!!! "Iya Pak. Maaf." ** Kami sampai di pelataran restoran Jepang yang menjadi tempat untuk meeting bersama pihak Amarion Hotel. Ini pertama kalinya untuk pekerjaanku sebagai sekretaris Pak Damar mengerjakan tugasku di luar kantor. Semoga semuanya baik-baik saja. Pak Damar berjalan cepat di depanku. Apa dia tak melihat aku kesulitan berjalan karna heels sialan yang tinggi menjulang dan rok span sialan yang hampir membuat pahaku terhimpit hingga melangkahkan kali saja sulit. "Pak, pelan pelan dong jalannya." Pintaku seraya mengusap peluh yang bercucuran sejak tadi. Akhirnya ia menghentikan langkahnya. "Ada apa?" "Bapak ga liat? Saya pakai heels dan rok span. Saya susah berjalan. Sedangkan Bapak pakai pantofel dan celana. Jadi....pelan sedikit dong jalannya." Hampir saja suaraku menciut karna tatapan es batunya yang mirip seperti bongkahan es di kutub utara. "Menyusahkan. Cepat jalan." Ia malah berbalik dan makin mempercepat langkahnya. For god sake, anda benar-benar menyebalkan tuan Damar! ** "Selamat siang Pak Damar. Senang bertemu dengan anda." Pak Damar menjabat tangan Pak Vino, pihak Amarion Hotel. Namun anehnya wajah dinginnya tak lepas dan terus menatap Pak Vino tajam. "Sudah lama sekali tidak bertemu ya Vin." Jawab Pak Damar, terkesan menyindir. Ah biarlah. Mungkin mereka punya masalah dalam hal bisnis. "Setelah sekian lama, akhirnya anda menemui saya?" Tukas Pak Damar. "Ehem..." Aku berdehem pelan untuk mencegah suasana panas yang akan terjadi dan memilih duduk di samping Pak Damar. "Maaf Pak Vino. Saya sudah mendengar dengan tawaran kerjasama pihak Bapak pada kami. Boleh kami lihat proposal yang akan Bapak ajukan?" Ucapku to the point. Pak Vino langsung menyerahkan proposal yang kumaksudkan tadi dan menyerahkannya pada Pak Damar. "Omong kosong apa ini? Kerjasama? Kamu pikir saya dengan mudah menerima kerjasama dari perusahaan yang sudah hampir bangkrut dan ikut rugi?" Celetuk Pak Damar tanpa membuka sedikitpun proposal dari Pak Vino. "Pak, dibaca dulu aja proposalnya. Namanya kerjasama pasti ada keuntungannya." Kataku. "Diam. Kamu gatau apa apa soal ini Nay." Aku langsung menunduk. Tak mau mencampuri lebih jauh. "Maaf. Anda hanya membuang waktu saya." Pak Damar beranjak dari duduknya dan menarik lenganku. "Dam, tolong profesional. Jangan sangkutpautkan ini sama masalah lalu yang sudah terjadi." Pak Damar malah menarikku hingga keluar restoran dengan muka berapi-api dan tak menghiraukan ucapan Pak Vino barusan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD