"Apa-apaan nya kau? Itu bang Ucok kasian."
Adul menyuruh Andi diam, dan melihat ke arah semak-semak di sebelah Ucok yang tiba-tiba muncul banyak orang. Sontak saja Andi terkejut bukan main. Tapi mereka berdua tetap memilih bersembunyi dan memantau keadaan sekitar.
Orang-orang itu mengelilingi Ucok, namun menyisakan celah yang membuat Adul beserta Andi dapat melihat keadaan Ucok yang masih kejang. Hingga tak lama, rombongan pembawa keranda yang sempat mereka lihat datang dengan suara yang bergema. Orang-orang yang semula mengelilingi Ucok menepi dan membuka jalan guna rombongan keranda bisa berada tepat di samping Ucok.
Andi dan Adul membelai kaget, begitu melihat kondisi Ucok secara jelas, ada lebam dan luka yang mengalirkan cairan seperti darah, keadaan yang gelap karena malam membuat jarak pandang mereka sedikit terganggu. Namun yang pasti, dari posisi ini, mereka dapat melihat rombongan pembawa keranda yang terus menggemakan kalimat tahlil.
"Laailahailallah... Laailahailallah... Laailahailallah.."
Suara ini saling bersahut-sahutan dengan suara gamelan yang bukannya semakin pelan, malah semakin kuat dan memekakkan telinga, sebenarnya hutan apa ini? Mengapa harus ada hal mistis yang membuat mereka merasa berada di dunia lain?
Adul menatap Andi yang sudah menangis terisak pilu, hingga isakan itu berubah menjadi teriakan begitu melihat tubuh Ucok di angkat ke keranda dan masih dalam posisi kejang. Orang-orang yang tadinya mengelilingi Ucok, hanya terdiam, dan membuka jalan bagi pembawa keranda.
Andi berdiri dari persembunyian nya, ingin menghampiri rombongan itu, dan menghentikan nya, namun belum sempat Andi berlari, ia sudah ditarik sampai terduduk kembali oleh Adul. Adul memberikan tatap tajam nya dengan gelengan tegas, bahkan tatapan yang tidak pernah Andi lihat sebelumnya.
Pegangan tangan Adul di pundak kiri Andi semakin mengetat, bahkan nafas Adul terdengar jelas dengan hembusan seperti orang yang menahan amarah. Mata Andi mengerjap pelan, begitu menyadari ada sosok lain ditubuh Adul. Dengan Isak tangisnya, ia hanya bisa berpasrah diri, apalagi ketika melihat tubuh Ucok yang masih tegang dibawa pergi dengan menggunakan keranda lengkap dengan iringan tahlilan yang sangat bergema, semakin lama, rombongan dan orang-orang itu semakin tidak terlihat, suara tahlil dan gamelan juga ikut menjauh seiring dengan tubuh Ucok yang dibawa pergi, Andi meratapi semuanya, ia tidak mengerti mengapa Ucok harus dibawa oleh rombongan itu, mau di apa kan Ucok? Rasanya sangat mengganjal sekali semua ini.
Lalu tatapan Andi menatap ke arah Adul, perlahan dengan pasti, cengkraman tangan pemuda itu di bahu sebelah kirinya mulai renggang, dan berhenti dengan tubuh Adul yang sangat lemas.
"Dul, hiks.... Kau gak papa kan Dul?"
Adul menggeleng pelan, air matanya ikut keluar, begitu menyadari Ucok sudah tidak ada lagi di tempat yang terakhir ia lihat.
"Ndi, bang Ucok ke mana? Andi?" Adul menggoyangkan tubuh Adul dengan keras, ia ingin menyadarkan diri bahwa semua ini hanya mimpi, terlebih lagi mendapati Ucok yang dibawa pergi oleh orang-orang yang sangat aneh.
"Ta-tadi bang Ucok dibawa sama yang bawa keranda."
"Ya Allah, Ndi. Gimana ini? Bang Ucok dibawa ke mana?"
Keduanya hanya bisa terduduk lemas, melihat jalanan yang dilalui oleh pembawa Ucok tadi, baik Adul dan Andi masih meratapi dan mencoba meyakinkan diri, bahwa yang barusan mereka alami itu benar adanya, bukan mimpi.
Andi bangkit berdiri, menguat Adul yang semula ikut duduk di tanah bersamanya berdiri juga. "Mau ke mana, Ndi?" Tanya Adul heran.
"Ngejar bang Ucok, Dul. Kasian dia, entah dibawa ke mana?"
Adul menghela nafas, bagaimana lagi ia harus menjelaskan kepada Andi tentang semua yang terjadi? Adul menghampiri Andi yang sudah berjalan di depannya.
"Ndi, sadar gak, kalau semua ini ganjil?"
"Sadar, Dul. Sadar kali aku pun, tapi itu bang Ucok kasian, dia ke sini bareng kita, seharusnya pulang juga bareng kita."
"Tapi semua yang terjadi tadi itu udah pertanda gak baik, kita gak bisa nemukan bang Ucok lagi, walaupun sampe ke ujung dunia kita cari."
Andi terdiam, tak lama kemudian, Isak tangisnya terdengar dengan jelas di telinga Adul, ia memeluk rekan satu-satunya itu, saling menguatkan dan bersama-sama mencari jalan pulang, namun sebelum itu, mereka harus segera menemukan di mana keberadaan Ucok yang sebenernya.
"Ndi, ayo kita cari bang Ucok, kita ikuti jalan yang tadi, semoga aja bang Ucok masih ada dekat di sekitar sini," ajak Adul yang membuat setitik harapan hadir di hati Andi. Mereka berdua melangkah menyusuri jalanan yang tadi dilewati oleh orang-orang yang membawa Ucok. Tanpa mereka sadari, sedari tadi, ada sosok yang berdiri tepat di belakang mereka.
----------
Berbeda dengan Adul dan Andi, keadaan di perkemahan tempat berdirinya tenda Fahri dan kawan-kawan kacau balau, hujan lebat terjadi di sore menjelang magrib, selepas mereka mencari keberadaan Ucok, Andi dan Adul. Sehingga dengan terpaksa mereka kembali lagi ke tenda.
Tadinya mereka memiliki harapan bahwasanya ketiga pendaki yang merupakan sahabat mereka itu bisa menyusul sampai ke puncak, namun semua hanya harapan, sampai pagi pun datang, sama sekali tidak ada kabar dari ketiganya. Membuat keadaan semakin genting.
Dengan dibantu beberapa pendaki yang turut serta mencari keberadaan Ucok dan kawan-kawan, ada pula tim SAR yang dikerahkan untuk pencarian ini.
Dan sedari pukul 7 pagi, mereka telah menyusuri jalur yang katanya jalur yang akan dilewati rombongan Ucok. Hingga ketika sampai di tepi sungai, mereka memutuskan kembali akibat hujan dan juga banjir yang sangat besar.
Rasa khawatir mereka semakin meningkat, ketika salah satu warga yang ikut dalam rombongan pencarian, mengatakan jika jangan ada di antara mereka yang menyebrangi sungai dan menuju hutan di sebrang sungai itu.
Fahri sangat ingat, ketika seorang bapak mengatakan, ada juga seorang pendaki yang hilang di hutan itu, dan ditemukan dalam keadaan tak bernyawa dan penuh dengan keganjilan.
Semula Fahri tidak percaya, namun begitu disuguhkan dengan banyaknya fakta dan beberapa kesaksian pendaki lain, akhirnya ia mempercayai itu, meski tanpa bisa dipungkiri, harapan untuk ketiga kawannya selamat, masih sangat melambung tinggi.
Kini Fahri dan rombongan berada di tenda masing-masing, karena malam telah tiba. Di tenda itu ada Dhani dan anu yang akan berdiskusi mengenai pencarian esok hari.
"Sama sekali gak ada titik terang mereka, apa jangan-jangan pulang ke rumah?" Tanya Rahman dengan pemikirannya.
Dhani mengangguk, bisa jadi apa yang dikatakan Rahman benar adanya, Ucok memutuskan kembali pulang ke rumah, namun hal itu langsung ditepi oleh Fahri.
"Gak mungkin, bang Ucok sama Andi bukan orang yang kayak gitu, kecuali Adul, kalau Adul ada kemungkinan iya pulang."
Fahri sangat mengenal Ucok dan Andi. Kedua temannya ini, bukan sosok yang akan mudah menyerah dengan keinginannya. Terbukti dengan banyak nya anggota yang tidak setuju menggunakan jalur itu, namun keduanya tetap memaksa dengan jalur yang mereka pilih, sifat yang egois memang, tapi keduanya sangat bertanggung jawab dengan itu semua. Berbeda dengan Adul yang akan memikirkan orang lain ketika memutuskan sesuatu, Adul pribadi yang tidak ambisius, ia akan mementingkan kenyamanan orang lain, namun sifat Adul yang terlalu mementingkan orang lain ini yang membuat ia sering kali dalam keadaan kesusahan .
"Iya juga, gak mungkin ini Ucok balek ke rumah. Kau tau lah dia gimana, kan?" Anu ikut menimpali ucapan Fahri. Apa yang dikatakan Fahri ada benar nya juga, ia bahkan sudah berteman dengan Ucok sedari laki-laki itu masih menjadi mahasiswa baru.
"Ada kemungkinan gak sih, bang Ucok sama yang lain masuk ke hutan di seberang sungai?"
"Percaya sama kayak gitu kau, Man? Anak agama kau dah, aku aja yang anak tehnik gak percaya," Dhani terkekeh geli mendengar ucapan Rahman.
"Jangan salah, Bang. Kita di dunia ini gak cuma tinggal sendiri, ada makhluk lain, termaksud makhluk ghaib."
"Bener yang dibilang Rahman, Bang. Bisa jadi hal mistis itu ada, tapi bukan buat kita sembah atau malah kita takut hal itu melebih takut kepada Allah. Makanya ada pepatah bilang, adab itu gak kenal tempat dan waktu, sama hal nya dengan etika."
Ketiganya tergelak mendengar Fahri Aswad yang mulai menjadi Mario teguh. Hingga panggilan dari luar membuat mereka terdiam, bahkan keadaan langsung senyap.
"Aswad, Aswad."
Fahri dan yang lainnya terdiam kaku, Fahri sangat mengenal pemilik suara ini, ia lekas keluar dengan rasa senangnya, namun begitu ia keluar dari tenda, sama sekali tidak ada siapapun di sana.
"Siapa, Wad?" Tanya Rahman, sebenarnya ia juga tau pemilik suara itu, namun hanya ingin memastikan kepada Fahri yang sudah melihat keluar.
"Gak ada siapa-siapa, tapi kok kayak suara bang Ucok?"
Tak lama suara itu muncul lagi, bahkan terlihat berteriak memanggil Fahri. "ASWAD! ASWAD!"
Fahri dan yang lainnya langsung keluar dari tenda, suara itu terdengar sangat jelas dan dekat dengan posisi mereka saat ini, bahkan anggota lain yang kebetulan ada di tenda sebelah juga ikut keluar.
"Aswad, ada yang manggil kau, suaranya kencang kali, merinding aku jadinya, bergema gitu," ucap salah satu anggota yang bernama Azril.
"Bang, itu bukannya suara bang Ucok yah?"
Fahri mengangguk dengan mata yang mulai memanas, ia menatap ke segala penjuru mencari titik terang asal suara itu.
"ASWAD! ASWAD!"
Lagi, bahkan bergema hingga semua orang bisa mendengarnya, namun ada yang aneh, kenapa pendaki yang berada di sebelah tenda mereka, sama sekali tidak bisa mendengar?
"BANG UCOK! BANG UCOK! ADA DI MANA, BANG,?" Teriak Fahri mencari keberadaan Ucok. Beberapa anggota mengambil senter dan mulai mencarinya, bahkan tim SAR yang berada di lokasi juga ikut mencari. Namun sama sekali tidak ada keberadaan Ucok di mana pun.
"Ya Allah, feeling aku udah gak enak," ucap Fahri sambil berjongkok dan menangis terisak. Air matanya tumpah mengingat ketiga rekannya entah ada di mana dan dalam kondisi yang bagaimana. Rasanya sangat sesak kalau begini, ketiga rekannya itu yang selalu ada bersamanya, kini sudah dua malam terlewat, dan sama sekali tidak yang tau, ke mana sebenarnya mereka?
"Sabar, Wad. Insyaallah besok kita bisa temui mereka, jangan down gini." Dhani mencoba mengiyakan juniornya ini, ia juga sama dengan Fahri, memilki feeling yang tidak enak, melihat kejadiannya ini.
"Ke mana lah orang itu, Bang? Hiks... Kasian orang itu, makan sama apa? Terus tidurnya gimana? Kondisinya gimana? Hiks... Ya Allah, ke mana orang itu?"
Melihat Fahri terisak lirih seperti itu, beberapa anggota juga meneteskan air mata, bahkan Rahman dan Anu juga meneteskan air mata.
"Biasanya gak kayak gini loh, Bang. Salahku ini pasti, orang itu hilang karna aku, hiks... Coba aja kemarin aku nungguin orang bang Ucok, pasti sekarang udah sama kita orang itu, Bang. Hiks.. ke mana bang Ucok, Andi sama Adul? "
"Heh, jangan gitu, harusnya optimis kau, jangan gini. "
Beberapa anggota memberikan Fahri minum air hangat, dibantu dengan Dhani hingga Fajri yang lemas hanya bisa meminum dua teguk air.
"Yang sabar kau, Aswad. Anggotamu ini jadi tanggung jawabmu sekarang, harus sabar kau. Besok pasti ada titik terang kawan-kawan kita."
"Gak sanggup aku, Bang. Ya Allah, entah ke mana lah orang bang Ucok pergi?"
Keadaan sekitar tenda sangat ramai, beberapa orang yang bukan berasal dari anggota Fahri ikut bergabung memberikan semangat bagi mereka, ada juga yang bersedia membantu untuk pencarian besok, beberapa orang sedang memasak air hangat dan juga makanan, untuk dijadikan makan malam. Keadaan yang sangat kental kekeluargaan, namun ada kesedihan yang menjadi penghalangnya.
Mereka duduk membentuk lingkaran, dengan berdiskusi pemecahan masalah. Seperti yang tadinya mereka hanya membentuk tiga tim, kali ini mereka membentuk ada lima kelompok, terdiri dari gabungan tim SAR dan juga relawan yang membantu. Terhitung rekannya sudah hilang 24 jam, dan semoga saja tidak penambahan jam-jam lainnya.
Diskusi malam itu ditutup dengan makan malam bersama, dengan mie instan dan nasi putih sebagai pelengkap paling praktis. Di antara mereka ada yang bertugas mengantarkan anggota lain untuk turun ke post lestari, dan membentuk post dadakan di post dua. Sehingga jika ada info apa pun yang di dapatkan akan sangat mudah di terima.
Seperti para wanita, akan di pulangkan terlebih dahulu, dan para relawan akan tetap tinggal untuk memulai pencarian. Setelah selesai makan malam, beberapa orang terlihat sedang saling bincang satu sama lain. Berbeda dengan Fahri yang tadinya sangat lemas, akhirnya memutuskan untuk tidur terlebih dahulu, meskipun tidur nya tidak senyenyak biasanya.
Dalam bayangannya hanya ada suara Ucok yang berteriak memanggil dirinya, dan tentang keberadaan ketiga rekannya yang entah di mana?
Rahman masuk ke dalam tenda, membenarkan letak selimut Fahri yang sedikit tersingkap, ia tersenyum miris melihat bagaimana kondisi Fahri. Dirinya juga merasa kehilangan, tapi ia yakin kalau Fahri lebih kehilangan di sini, ia begitu dekat dengan Ucok, Andi dan Adul.
"Jangan patah semangat yah, Bang. Insyaallah besok ada titik terang orang itu," bisik Rahman lirih, lalu keluar dari tenda dan bergabung dengan kelompok diskusi.
"Udah gimana Fahri, Man?" Tanya Dhani begitu melihat Rahman keluar dari tenda. Rahman menghela nafas pelan. "Gitu lah, Bang. Gak tega aku liatnya."
Dhani ikut menghela nafas pelan. "Aku juga kasian sebenarnya, tapi gimana lah, gak kuasa kita kayak gitu."
Yang lain mengangguk membenarkan, mereka tidak bisa membantu apa pun, kecuali ikut mencari keberadaan dari ketiga pendaki itu semaksimal mungkin, setidaknya mereka sudah berusaha sebaik mungkin.