"Kita kenapa, Ndi ? Kok aneh gini? Gak mungkin kan kita udah mati?"
Andi menggeleng, menghampiri Adul lalu menarik rekannya itu dengan kuat. "Dul, mending sekarang kita keluar lewat bambu tadi, cari pertolongan."
Adul menggeleng, ia masih linglung dan merasa sangat takut, kenapa sebenarnya dirinya dan juga Andi? Kenapa semua seperti ini?
---------
Begitu dirasa telah jauh dari penduduk aneh itu, Andi terududuk lemah, badannya terasa sangat sakit sekarang, membawa Adul sejauh beberapa meter ternyata sangat melelahkan juga.
"Berat kaki kau, Korodul," ujar Andi berusaha mencairkan suasana. Namun Adul masih terdiam, sekarang keadaan berganti, jika tadi Andi lah yang dalam posisi diam dan pandangan kosong, maka saat ini, Adul lah, yang mengalami kondisi seperti itu.
"Dul, jangan bengong, gak bakal ketemu jalan kalau melongo gitu."
Lagi dan lagi, tak ada jawaban dari Adul. Andi menghela nafas lelah, tubuhnya ia rebahkan di atas rerumputan dan juga tanah. Menyapa langit yang terlihat sangat cerah, ditemani oleh hembusan semilir angin yang menenangkan, kapan terakhir kali ia bisa menikmati angin pegunungan dengan tenang? Sepertinya sudah sangat lama sekali.
Diri nya tertawa miris, di saat seperti ini, ia mengingat sosok Ucok yang tidak bisa tidur dalam keadaan memakai baju, meskipun sedang berada di atas gunung sekalipun, ia akan memilih memakai selimut dibandingkan dengan baju. Akh, mengingat baju. Mata Andi langsung tertuju kepada Adul.
"Kenapa liatin aku kayak gitu?"
Andi terkejut melihat respon Adul yang melihat nya dengan tajam, sama sekali bukan Adul seperti biasanya.
"Gak papa, Dul," sahut Andi yang berusaha bersikap normal. "Gak ada, tapi kau takut sama aku," jawab Adul lagi dengan suara yang lebih dingin. Andi meneguk ludahnya kasar. Lalu menatap mata Adul yang melotot tajam.
"Kamu takut sama aku?"
Andi semakin terkejut, kamu? Sejak kapan aduk memakai bahasa aku kamu, yang ada kau. Andi langsung menyadari jika ada yang tidak beres dengan Adul. Ia langsung muncul menjauh dari Adul. Dan mengambil ancang-ancang untuk berlari.
"Mau ninggalin?"
Tanya Adul lagi, seketika rasa tak tega menghampiri Andi, Adul tidak pernah meninggalkan dirinya dalam keadaan apa pun, lalu mengapa sekarang dengan gampang dirinya akan pergi? Sedangkan Adul dalam kondisi yang tidak baik.
"Kamu pergi, temanmu tidak kembali."
"Siapa kau? Kenapa di badan Adul?"
"HAHAHAH..... Siapa aku? "
Andi menutup telinganya yang terasa sakit, akibat suara dengungan dari tawa sosok yang berada di dalam tubuh Adul.
"Iya, siapa kau? Gak mungkin siapa aku? Manusia lah."
Andi malah meledek sosok yang ada di tubuh Adul, membuat sosok itu menatap dirinya dengan lebih tajam. Andi meneguk ludahnya kasar, sepertinya dia telah salah berbicara.
"Cepat pulang!"
Andi menunduk takut, hawa disekitarnya sudah tidak senyaman tadi. Hingga tepukan di bahunya membuat Andi tersadar, ia sangat terkejut melihat Adul menatapnya dengan sayu.
"Dul, kau itu?"
Tak ada jawaban sama sekali dari Adul. "Kenapa gak pulang?"
Lagi, sosok yang ada di dalam tubuh Adul kembali bertanya mengenai pulang dan pulang, Andi sendiri meringsut menjauh dari Adul.
Andi menunduk, tidak berani melihat ke depan maupun ke kanan dan kiri, hingga tak lama kemudian, suara tawa Adul membuat Andi terkejut.
Adul tertawa terpingkal-pingkal, sedangkan Andi dengan wajah cengo nya mengerjapkan mana sejenak, lalu tersadar, kalau dirinya baru Sahar dikerjai oleh Adul.
"Bangke memang kau, Dul. Mau mati lah awak yang takut itu."
"Hahaha.... Gitu aja takut kau, Ndi. "
Siapa yang tidak takut? Harus menghadapi orang yang kerasukan sendirian di hutan seperti ini? Lagian kerasukan nya aneh, pertanyaan nya seputar pulang dan pulang.
"Maksud kau tadi apa? Yang ngomong kamu pergi, temanmu tidak akan kembali?"
"Hah? Mana ada aku ngomong gitu?"
"Iya, yang pas aku mau ninggalin kau, gak lama kau ngomong gitu."
Adul semakin bingung, begitu pula dengan Andi yang juga merasa bingung. "Sumpah, aku gak ada bilang gitu, Ndi. Aku cuma nanya mau ninggalin? Terus kau jawab siapa aku? Itu kan? Mana ada aku bilang kamu pergi, temanmu tidak akan kembali," ucap Adul meyakinkan Andi.
Andi sendiri sudah merasakan ada yang tidak beres, namun memilih diam dan akan ia ceritakan nanti kepada Adul.
"Ndi, serius lah. Itu siapa yang ngomong?"
"Menurut kau, siapa Dul?"
"Apa mungkin ada orang lain?" Jari telunjuk dan tengah Adul bergerak, bermaksud mengatakan orang lain dalam artian yang berbeda.
"Bisa jadi, Dul. Karena aku denger jelas, dari mulut kau kok."
"Sumpah demi Allah. Aku gak ada bilang gitu, seriuslah."
"Berarti udah gak bener ini, Dul. Capek kali lah kita yah, di kejar-kejar makhluk ghaib. Lelah hayati."
Andi merasa sangat lelah, mengapa makhluk-makhluk ghaib di hutan ini selalu mengikuti kemanapun mereka pergi. Apa yang istimewa dari mereka? Sampai begitu getol nya mengejar. Bahkan sampai sejauh ini.
Merasakan hal yang sama. Adul terdiam menatap ke penjuru hutan yang didominasi ilalang ini. Batinnya sudah sangat lelah, jika harus terus menerus berurusan dengan yang namanya makhluk ghaib ataupun makhluk tak kasat mata. Namun yang anehnya, semua yang mereka temui itu merupakan orang-orang berkelompok, seolah di hutan ini memiliki desa yang cukup besar, dengan dusun yang berbeda. Contohnya tadi, mereka sudah menemukan dua pasar, dengan memiliki penduduk yang berbeda, jika di pasar pertama penduduknya selalu menunduk, dan tidak suka alam kehadiran mereka. Maka di pasar yang kedua ini, penduduknya sama sekali tidak menyadari keberadaan mereka, dengan tubuh kerdil dan juga bentuk kaki yang sangat aneh.
"Gimana? Mau lanjut lagi apa gak?"
"Sebenarnya aku udah males lanjut, Ndi. Capek. Ujung-ujung nya, kita ketemu ini lagi, kan?"
"Apa mau tempat bang Ucok aja?"
Adul menggeleng. Tempat Ucok sama saja mengantarkan nyawa ke sana. Suasana di sana sama sekali tidak bersahabat dengan baik, berbeda dengan suasana sini.
"Teringat bang Ucok, ingat lah aku dia yang semangatnya buat mendaki ini."
"Semangat mendaki, tapi kayak ngantar nyawa sendiri. "
"Yang namanya mendaki, Dul. Emang gini lah resikonya, aku dari SMP udah mendaki, tapi gak pernah separah ini."
"Aku mendaki baru semester dua, itu pun ke Sibayak diajak kalian."
Keduanya asyik bercerita tentang masa lalu, tanpa memperdulikan apa pun yang ada di depan mata mereka.
"Kau ingat lagi yang si Fahri kebelet, tapi gak berani buat ke belakang tenda."
Adul mengangguk. "Inget lah, orang waktu itu wajar sih Fahri takut, di belakang tenda kita itu ada orang lain."
Andi berjingkat kaget, dia seolah tidak percaya akan fakta yang dibeberkan oleh Adul kepadanya. "Serius kau?"
"Seriuslah, ngapain aku bohong. Itu memang ada di belakang tenda. Kan pas tenda kita itu di ujung, Deket sama semak-semak. "
"Kok gak mau bilang kau?"
"Ngapain dibilang paok, yang ada panik semua. Lagian Fahri juga ngeliat itu, tapi karena ada aku, dia sok-sok berani, padahal aku juga tau, hahahaha...."
Bukannya ikut tertawa, Andi malah terpaku melihat ke belakang Adul. Menyadari jika tatapan Andi fokus ke belakang, Adul memutar tubuhnya dan langsung menegang.
Mereka berdua sama-sama terkejut. Bahkan Adul sampai berdiri dari duduknya, menghadap sepenuhnya ke arah sosok itu.
Sosok yang mereka kira sudah tiada, nyatanya kini berdiri di hadapan mereka dalam kondisi yang baik-baik saja, berulang kali Adul menampar dan mencubit lengan nya, guna menyadarkan dirinya. Namun tetap saja, sosok itu memang ada dan benar nyata.
Sosok yang sedang tersenyum lebar, dan tidak pernah mereka duga-duga sebelumnya. Andi sendiri hanya bisa terpaku, menatap ke arah depan dengan pandangan kosong.
"Ndi, itu beneran kan? Kita gak mimpi, kan?"
Andi tidak menjawab, namun matanya terasa sangat memanas sekarang. "Ndi, jawab aku dulu. Ini nyatakan ?"
Andi menggeleng tidak tau, dirinya tidak bisa melihat ini nyata atau hanya mimpi, namun jika ini mimpi mengapa Adul juga bisa ikut melihatnya?
"Dul, aku ngerasa hawa nya gak enak, Dul. Mending kita pergi."
"Gak mau, kau mau ninggalin bang Ucok?"
Yah, sosok yang sedang mereka tatap adalah Ucok yang tengah berdiri menatap ke arah mereka dengan senyum manis.
"Bukan mau ninggalin, ini gak masuk akal, Dul. Bang Ucok kan di sana? Kenapa tiba-tiba ada di sini?"
"Yah, bisa aja bang Ucok jalan, Ndi."
Adul tetap ngotot ingin menghampiri Ucok, membuat Andi dengan cepat menarik tangan Adul, mencoba untuk memutar arah agar terhindar dari sosok Ucok.
"Ndi, kau sendiri yang mau ambil bang Ucok kemarin, terus kenapa sekarang malah kau yang lari? Itu bang Ucok kasian, Ndi. Kita tinggalkan."
"Dia bukan bang Ucok, aku yakin bukan. Bang Ucok gak setajam dan sedingin itu matanya, kau gak liat mata nya itu beda sama bang Ucok yang kita kenal?"
Aduk melihat kembali lagi ke arah berdirinya Ucok, namun hal yang mengejutkan pun terjadi, di sana sama sekali tidak ada sosok Ucok berdiri.
"Ndi ,berhenti Ndi."
"Apalagi sih, Dul?"
"Kau lihat, bang Ucok gak ada di sana, Ndi."
Andi langsung berhenti dan menatap ke arah yang sama tempat berdirinya Ucok. Namun benar saja, sosok itu tak ada lagi di sana. Membuat Andi langsung memutar haluan untuk kembali ke tempat semula.
"Bener kan Dul, itu bukan bang Ucok."
"Tapi kok bang Ucok jadi gentayangan, Ndi."
"Aku yakin itu bukan bang Ucok, itu makhluk halus yang menyerupai bang Ucok, Dul. Sekali liat matanya aja aku sadar itu bukan bang Ucok. Mata yang tadi itu aneh, nengok kita tajem bener, tapi gak fokus ke kita, kayak pandangan kosong gitu."
"Jadi, tadi siapa?"
Tak ada jawaban dari Andi, keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing