Berbeda dengan Ucok, Adul dan Andi, rombongan semula bersama mereka bertiga tersentak kaget begitu menyadari ketiga rekannya tidak ada di rombongan. Fahri yang tadinya memimpin, merasa panik seketika. Ia berulang kali melihat ke arah anggota mana tau ketiga rekannya itu ada.
Sebelumnya, setelah dari post dua, mereka menunggu ketiganya tak jauh dari posisi pos berada, akan tetapi mereka tidak lagi melewati jalur tikus yang sudah mereka sepakati, melainkan melalui jalur umum yang lebih aman bagi pemula. Oleh karena itu, mereka menunggu sampai beberapa jam, namun ketiganya tidak juga muncul.
Fahri dan juga rekannya Rahman kembali lagi ke post dua, sedangkan anggota lain tetap menunggu ketiganya di peristirahatan. Begitu sampai di post dua, mereka terkejut tidak mendapati satu pun dari ketiga rekannya, atau jangan-jangan ketiganya masih tetap melewati jalur yang mereka tentukan itu?
"Man, gak ada pula, gimana?"
Rahman tak kalah terkejutnya dengan Fahri, ia melihat di sekitar mana tau ada petunjuk yang mengarah ke ketiga rekannya. "Gak ada apa-apa, Wad."
Fahri mendengus pelan, keadaan seperti ini pun bisa-bisanya anak Dajjal satu ini memplesetkan namanya.
"Yaudah, balek aja. Mungkin orang bang Ucok udah sampe duluan ke puncak."
Berbekalkan keyakinan, Fahri dan Rahman akhirnya kembali lagi ke tempat rombongan berada, sepanjang jalan mereka melihat ada banyak pendaki yang juga sedang muncak, di masa-masa libur seperti ini, memang kawasan pendakian akan sangat ramai. Dan juga sudah seperti tradisi.
"Gimana, Bang? Ada orang bang Ucok?" Tanya salah satu anggota, begitu Fahri dan Rahman sampai di tempat. Fahri menggeleng pelan, ia menatap sekitar ada 12 orang beserta dirinya di sini, tidak ingin menimbulkan keributan dan kepanikan, Fahri pada akhirnya kembali membawa rombongan sampai di tempat tujuan, sebelum pada akhirnya memulai pencarian ketiga rekannya.
"Mungkin orang bang Ucok tetap pake jalur itu, Bang. Salah kita sih, gak mau ngomong dulu sama orang bang Ucok. Mudah-mudahan mereka udah ada di puncak."
Beberapa Anggota terlihat sangat terkejut. Ada kepanikan yang terjadi, namun sebelum semua semakin runyam, Fahri segera menenangkan anggotanya.
"Jangan panik, berfikir positif aja, insyaallah orang bang Ucok sampe ke puncak sekarang."
"Tapi bang, kalau gak sampai gimana?"
"Kalau gak sampai, kita bakal cari sampai dapat, sekarang kita naik dulu, memastikan orang bang Ucok ada di sana atau gak, setelahnya, besok kita cari, karna gak mungkin sekarang, udah malam."
Semua anggota langsung bergerak cepat, masing-masing dari mereka merasakan kekhawatiran begitu menyadari ada anggota yang terpisah dari kelompok. Semua rencana yang mereka susun terancam buyar dan ambyar.
Selama perjalanan menuju puncak, tak ada lagi canda tawa seperti sebelumnya, hanya ada kesunyian yang mengiringi rombongan tersebut. Fahri yang tadinya hanya diam, pada akhirnya mencoba untuk menghibur rekan-rekannya.
"Azril, jangan ngelamun, nanti di samperin sama keluarga kau, kan gak lucu."
Azril yang mendengar perkataan fahri hanya mengernyit kan dahinya heran. "Kenapa emang, Aswad? Keluarga ku gak mungkin sampe sini."
"Siapa bilang? Keluarga kamu itu biasanya di tempat angker. "
Beberapa anggota yang mengerti maksud dari Fahri sudah terkekeh geli, sedangkan Azril masih loading dan belum mengerti sama sekali.
Begitu menyadari dengan hal yang di maksud oleh Fahri, Azril langsung menggeplak kepala yang memiliki rambut kriwil itu.
Plak!
"Gak ada otak memang kau, Aswad. Minta aku buang kau ke kawah gunung Sibayak nanti."
"Gayamu mau buang aku? Yang bener aja." Keadaan kembali riang, namun hanya beberapa orang saja, selebihnya masih terdiam dengan pikiran yang tertuju kepada tiga rekannya yang masih belum ada kabar.
Tak lama kemudian, mereka sampai di puncak, dan di sana ada banyak para pendaki yang sedang mendirikan tenda bahkan ada yang sudah menikmati api unggun sambil ngopi bersama. Mereka berpencar untuk mencari keberadaan Ucok dan ketiga rekannya, berharap mereka sudah sampai di sini terlebih dahulu.
"Woy, Bang Anu. Ada nampak orang bang Ucok gak?" Teriak Rahman begitu menyadari ada salah satu seniornya di kampus yang ia kenal.
Anu yang merasa di panggil, menggeleng pelan. "Gak ada, Man. Malah dari tadi kami juga nungguin kalian, kan Ucok yang bilang mau nanjak juga, mana semua anggota? Aman kan?"
"Anggota lain aman bang, lagi mencar semua," sahut Rahman sambil jongkok dan mengusap wajahnya kasar, ia sudah sangat bingung sekarang.
"Kenapa kok mencar? Siapa yang di cari?" Anu tersentak kaget, mencoba mencari tahu mengapa adik-adik juniornya ini harus berpencar. "Itu, bang. Bang Ucok, Andi dan Adul. Pisah dari kami." Sahut Rahman dengan nada yang lemah.
Belum sempat Anu menanggapi Rahman. Fahri sudah datang dengan wajah panik. "Man, gak ada di mana-mana orang bang Ucok, gimana ini?" Seru Fahri yang belum sadar ada anu di sana.
"Gak ada gimana, Wad?"
Fahri melihat ke arah anu dengan terkejut. "Bang, bantu bang. Ini Adul, Andi sama bang Ucok gak tau ada di mana."
"Kenapa bisa pencar, kan lewat jalur yang sama?" Tanya anu dengan penuh keheranan.
Fahri dan Rahman menggeleng pelan. Membuat anu mengumpat secara tidak langsung. "Anjim. Kalian sadar gak, walaupun udah sering mendaki, yang namanya rombongan itu yah harus satu jalur, kalau udah gini, gimana coba?"
Mendengar suara Anu yang meninggi, beberapa rekan rombongan Anu menghampirinya. "Kenapa nya, Nu? Kok marah-marah?"
"Orang Ucok hilang, lek. Gak tau ada di mana. Udah di tunggu sama orang ini sampe berjam-jam, gak muncul-muncul. Beda jalur lukanya orang ini, kan aneh."
Rombongan Anu terlihat kaget. "Lewat jalur mana emang kalian?"
"Seharusnya lewat jalur baru kami, udah kesepakatan, tapi pas sampe pos dua, banyak yang gak sanggup, makanya akhirnya lewat jalur umum, kami pikir orang bang Ucok tau, dan bakal nyusul kami, tapi sampe sekarang sama.l sekali gak ada kabar."
"Jalur baru? Jalur baru mana? Setau aku gak ada jalur baru?"
"Jalur baru, bang. Di sebelah jalur umum ada jalan setapak, katanya Andi jalur tikus yang baru dibuat, jadi mau nyoba itu kami." Sahut Rahman menjawab pertanyaan anggota Anu itu. Beberapa pendaki dari rombongan lain, imut berembuk guna mencari Ucok, Adul dan Andi.
"Gila kalian, bawa anak baru pake jalur itu, berani kali. Gini lah akibatnya kalau petentengan, sok-sok an, mau lewat jalur lain, sekarang gimana coba?" Marah Anu yang mendengar ucapan Fahri.
"Jadi, ini gimana? Kalian mulai pisah sama orang Ucok di mana? "
"Kami mulai pisah pas di post dua, orang bang Ucok istirahat sebentar, kami awalnya mikir bang Ucok sama yang lain udah ngikut, ternyata pas udah berhenti di bawah, ternyata gak ada sama sekali, kami balik lagi ke post sama Rahman, tapi di sana juga gak ada siapa-siapa. Jadi mungkin aja, bang Ucok sama yang lain udah sampe sini duluan, ternyata pada gak tau juga, di sana kami jumpa sama bang Dani juga. Tapi Abang itu gak nampak sama sekali."
"Udah fix ini, Ucok, Adul dan Andi hilang, tersesat entah sampai mana. Saat ini amankan dulu anggotamu, Ucok dan yang lainnya, ada bawa tenda sama logistik lainnya?"
Fahri mengangguk. Seingatnya, Adul membawa tenda, dan beberapa makanan. "Ada, bang. Tenda yang muat 3 orang, Adul yang bawa, kalau makanan kayaknya Adul sama Andi juga bawa, bang Ucok yang gak bawa apa-apa. Karna tas nya sama ku, bang."
Anu memijat kepalanya pelan, hingga Dani datang menanyakan kronologisnya lebih lanjut. "Gimana ceritanya? Coba jelaskan."
"Intinya gini bang Dani. Kami pikir bang Ucok tetap sama kami, ternyata dia pake jalur tikus yang kami rencanakan, kayak yang aku ceritakan tadi lah."
"Yaudah, amankan dulu anggota kau, jangan sampai berpencar lagi, sini mana tenda, biar kami pasang, kau Aswad, kumpulkan anggotamu, bawa sini, nanti anggota Abang juga biar ke sini aja, kita cari jalan keluar."
Fahri langsung bergegas mengumpulkan semua anggotanya, sedangkan Rahman membantu para senior yang dengan suka rela membantu mereka. Bahkan ada yang memberikan makanan yang sudah di masak. Saat-saat beginilah rasa kekeluargaan itu ada. Dan Rahman mengakui ini semua.
"Jangan panik, mudah-mudahan bakal ketemu mereka secepatnya," ujar Dani dengan tangan yang aktif membuat api unggun, semua anggotanya sudah berkumpul, bahkan anggota rombongan Anu juga ikut berkumpul, total ada sekitar 30-an orang lebih. Dan ini sudah lebih dari cukup.
"Besok kita lapor sama tim SAR biar dibantu kitanya, karna ini belum genap 24 jam. Dan kemungkinan kita masih berharap orang Ucok nyampe nanti."
Masing-masing anggota yang awalnya tidak saling mengenal, pada akhirnya saling mengenal dan membantu. "Ini yang hilang ini tiga orang, kan? "
Fahri dan Rahman mengangguk, lalu melihat semua anggotanya yang Alhamdulillah lengkap, hanya berkurang Adul, Andi dan Ucok. "Alhamdulillah, lengkap, bang. "
"Kalian pergi atas nama mapala?"
"Bukan, bang. Ini gak atas nama mapala, bahkan ada beberapa yang bukan anak mapala, bang."
"Abang mau tanya, ini kalian dapet jalur ini gimana ceritanya?" Tanya Anu yang merasa penasaran, karena sebelumnya Ucok bukan orang yang sembarangan dalam memutuskan sebuah pilihan di dalam pendakian. Pemuda itu akan berhati-hati dan menimbang segala resiko yang dihadapi.
Fahri menghela nafas, ini akan menjadi cerita panjang sebagai dongen di malam hari. "Awalnya Andi, Bang. Yang ngasih opini jalur itu, dia denger dari orang bang Fazri. Katanya ada jalur baru, jadi jalur ini bang, sebenarnya tujuannya itu tetap ke post jalur umum, cuma dia mau ke post itu jalurnya beda. "
"Bentar, maksdunya, tujuan itu tetap aja ke post kayak biasanya? Terus kenapa mesti jalur itu?"
Fahri dan Rahman menggeleng, beberapa anggota perempuan yang mengikuti rombongan Fahri sudah menangis ketakutan.
" Fahri juga bingung lah, bang. Si Adul sama Panji sebenarnya udah protes, tapi entah kenapa tetep aja itu jalur yang dipake."
"Ya Allah, ini pembelajaran buat kita semua, sepaham apa pun kita sama jalur itu, jangan coba-coba pakai jalur yang kita belum tau itu jalurnya seterjal apa? sebahaya apa? Dan resikonya apa aja?. Jangan asal karna orang nyoba, aku harus coba. Jangan! Yang ada begini jadinya. Malah tambah runyam urusannya, siapa yang tau jalur itu ada apa aja? Kalian udah lewat jalur itu, kan? Sampe post dua? Gimana jalurnya? "
"Yah terjal banget, Bang. Dan entah kenapa suasana jalur itu beda, lebih mudah capek, kami aja entah berapa kali berhenti, syukurnya persediaan air mencukupi, bang." Sahut salah satu anggota rombongan Fahri, menceritakan dengan pelan kondisi jalur yang mereka lalui.
"Jalurnya juga semak-semak belukar semua, cuma ada jalan setapak, kayak bekas dilewati orang."
"Yah memang dilewati orang lah, orang ghaib." Sahut Dani dengan terkekeh. Lagian juniornya ini ada-ada saja. Melewati jalur yang bahkan mereka sendiri tidak tau kondisi jalur itu bagaimana? Kurang waras memang.
"Abang masih gak habis pikir sama kalian itu, kan dari dulu juga bang Anu udah ngasih peringatan ke kalian, gunakan jalur yang benar-benar aman, dan minim resiko. Setiap pendaki memang resikonya tersesat, tapi kalau bisa kita menghindari itu, tersesat di hutan itu bukan perkara mudah, banyak yang hilang akhirnya ditemukan tewas, kita gak tau, kenyataan apa yang ada di depan kita. Jadi selagi masih ada jalur aman, kita pakai jalur itu."
Keadaan di sekitar mereka terasa hening, hanya terdengar beberapa pendaki yang asyik bercengkrama menikmati secangkir teh, ataupun minuman lainnya.
"Dalam hal mendaki ini, kita itu gak boleh merasa sepele dengan jalur, anggap remeh, sehingga mudah banget pilih-pilih jalur dan buat jalur sesuka hati, semua itu ada aturannya. Coba kali ini, kita buat aja dulu tim, yah. Buat cari Ucok dan kawan-kawan besok. Setelah subuh kita bergerak ke bawah, sekalian nunggu tim SAR datang. Tadi bang Ardi sama dua anggota lainnya udah turun, ngelapor. Biar besok ada tindakan."
Anu mulai membagi kelompok menjadi tiga bagian, dengan masing-masing membawa peralatan lengkap. Dan tetap berada di satu rombongan.
"Sekarang kita tidur, semoga nanti orang Ucok datang."
Semua anggota memasuki tendanya masing-masing, Fahri yang satu tenda dengan rahman dan satu anggota rombongan yang bersama dengan Dani.
"Aswad, seandainya, orang bang Ucok gak ketemu. Gimana?" Sebuah pertanyaan yang membuat Fahri berang seketika.
"Apa yang kau cakap itu, Man? Kau doakan orang bang Ucok gak ketemu?"
Rahman yang tadinya sudah berbaring, kembali duduk dan menghadap Fahri sepenuhnya. "Aku kan cuma bilang kalau pengandaian mereka gak ketemu, kok sewot kau, Aswad?"
"Udah, jangan mau gelot pula kalian, udah kondisi yang kayak gini, mau gelot pula. Mending kalian lekas tidur, besok bisa cari Ucok dan kawan-kawan, siapin tenaga banyak."
Tak ada satupun suara di antara mereka, bagaimana hendak tidur, jika sedari tadi pikiran Fahri dan Rahman memikirkan kemungkinan buruk hal apa saja yang bisa dialami oleh ketiga temannya itu.
"Aku yakin, mereka bertiga selamat, kalian juga harus yakin. Mudah-mudahan, sebelum subuh nanti, udah ketemu tiga-tiganya, udah tidur lah kalian. Jangan lagi mau berantem segala. Nanti ngamuk bang Anu, aku aja tadi lihatnya udah serem."
Fahri dan Rahman akhirnya memutuskan untuk membaringkan diri, berusaha untuk tertidur dengan keadaan yang sangat tidak nyenyak. Karena hati dan pikirannya ada di seberang sana. Tempat Ucok, Adul dan Andi berada.