3. Pasar malam

1937 Words
AIMEE Keesokan paginya aku kembali bangun kesiangan bukan karena membaca novel sampai larut malam, tapi aku semalaman tidak bisa tidur gara-gara cerita Alina. Aku terkejut saat melihat wajahku di depan cermin. Wajahku terlihat berantakan. Ada lingkaran hitam di bawah mataku dan rambutku terlihat mengerikan. Jika bibi Adrienne melihatku dalam keadaan seperti ini pasti ia tidak akan suka. Angin yang bertiup kencang menghentak-hentakan daun jendela membuatku terkejut. Aku mengelus-elus dadaku dan bernapas lega setelah melihat ke arah jendela yang ternyata tidak ada apa pun di sana. Tanpa sengaja mataku kembali melihat mansion tua milik keluarga Levrand yang tidak terurus dari kejauhan. Entah kenapa setiap kali melihat mansion itu ada rasa ketertarikan dalam diriku. Baru saja aku akan pergi ke kamar mandi, sayup-sayup terdengar suara lonceng dari kejauhan. Aku langsung berlari mendekat ke jendela dan di luar sana di sisi lain jalan, aku melihat seorang wanita dan seorang pria berpakaian aneh berjalan melewati rumah bibi buyutku sambil melemparkan beberapa lembar kertas ke setiap rumah yang di lewatinya. Aku terpaku ditempatku saat wanita asing yang memakai pakaian serba abu-abu gelap dengan topi kerucutnya yang lusuh itu tersenyum kepadaku dan cepat-cepat aku menjauh dari jendela dengan berjalan mundur. Jantungku berdegup dengan kencang. Suara teriakan Ginger dari balik pintu kamarku membuatku melompat terkejut. "KAK AIMEEEE, APA KAKAK SUDAH BANGUN?’’teriak Ginger sambil mengedor-ngedor pintu. Aku memasang wajah kesal mendengar teriakan adikku dan dengan perasaan kesal aku membuka pintu dan menatap Ginger dengan wajah masam. "Kamu tidak perlu teriak-teriak seperti itu. Aku ini tidak tuli’’hardikku. "Maaf,’’kata Ginger dengan wajah sedih. Aku menghela napas panjang. "Ya sudah. Ada apa?’’ "Aku hanya ingin memberitahumu kalau kami menunggumu untuk sarapan pagi di bawah.” "Baiklah. Aku akan segera menyusul. Aku mau ganti pakaian dulu.” Ginger masih berdiri di depan pintu menatap takut kepadaku. "Ada apa lagi?’’ "Apa kak Aimee marah kepadaku?’’ "Tidak. Aku sudah tidak marah lagi kepadamu.” Perlahan-lahan senyuman Ginger muncul di bibir mungilnya dan ia memelukku dengan sayang. Aku menjadi salah tingkah mendapat pelukan dari adikku. Aku pun akhirnya membalas pelukan adikku. Aku merenggangkan pelukanku dan menatap Ginger. "Pergilah duluan! Aku akan segera menyusul.” "Jangan membuat kami terlalu lama menunggu.” "Tidak akan.” Ginger berlari-lari kecil di sepanjang koridor rumah. Aku memperhatikan punggung adikku sampai tidak terlihat lagi . Setelah menutup pintu kamarku, aku mendesah panjang. Ginger adalah satu-satunya adik yang aku miliki meskipun sikapnya kadang selalu membuatku merasa kesal dan marah, tapi aku sangat menyayanginya tanpa kehadirannya mungkin suasana di rumah akan terasa sangat sepi. Sebenarnya aku ingin sekali memiliki seorang kakak dari pada seorang adik, karena menurutku memiliki seorang kakak akan terasa menyenangkan. Keinginanku memiliki seorang kakak tidak mungkin dapat terkabul karena akulah satu-satunya anak pertama dan kenyataannya aku sudah menjadi seorang kakak sekarang. Saat usiaku lima tahun, aku pernah mengutarakan keinginanku ingin memiliki seorang kakak kepada orangtuaku, tapi saat melihat wajah sedih yang terpancar dari wajah mereka , aku menjadi merasa bersalah dan sejak saat itu aku tidak pernah membicarakan hal itu lagi. Aku mematut diriku di depan cermin menyakinkan diriku sendiri kalau sekarang penampilanku sudah terlihat rapi sebelum turun ke bawah untuk sarapan pagi. Lingkaran hitam yang membayang di bawah mata, aku menutupinya dengan concealer. Saat aku memasuki ruang makan, semuanya sudah berkumpul dan jarum jam tepat menunjukan jam 07.45. Aku melayangkan senyuman kepada semua orang yang ada di sana.’’Selamat pagi!’’ "Pagi!’’jawab mereka bersamaan. Aku kemudian mengambil tempat duduk di samping Ginger dan pelayan mulai menghidangkan sarapan pagi. "Maaf. Aku datang terlambat.” "Tidak perlu kamu pikirkan,’’jawab Mom. ‘’Sekarang makanlah!’’ Selama kami makan, tidak satu pun yang mengeluarkan suara hanya dentingan alat makan yang terdengar. Diam-diam aku mencuri pandang ke arah bibi Adrienne yang terlihat begitu serius menekuni sarapan paginya. Aku mendesah dalam hati kenapa bibinya itu selalu memasang wajah seserius itu dan aura di ruang makan ini menjadi sedikit tegang. Aku mengerucutkan bibirku merasa sedikit kesal saat melihat Dad dan Mom juga ikut-ikutan memasang wajah serius dan menjadi pendiam tidak seperti biasanya. "Apa kegiatanmu hari ini, Aimee?’’tanya bibi Adrienne. Aku mendongkakan kepalaku menatap langsung kepada bibi Adrienne yang telah menyelesaikan sarapan paginya. Aku berpikir sebentar, lalu menjawab,’’Tidak ada. Aku akan menghabiskan hari ini dengan membaca novelku.” "Jadi sampai sekarang kamu masih saja membeli novel ?’’tanya Adrienne dengan suara sinis. Aku mencibir kesal memangnya salah kalau membeli novel. "Ya.” "Kamu sangat mirip dengan ibumu. Ibu dan anak sama saja. Itu hanya membuang-buang uang saja. Sebaiknya singkarkan novel-novel bodohmu itu. Jalan-jalanlah selagi kamu berada di sini. Cuaca di luar sangat cerah. Oh, aku hampir lupa kebetulan malam ini akan ada pasar malam. Kita bisa pergi bersama-sama ke sana dan kabarnya akan ada sirkus di pasar malam.” "Horeeee ada sirkus,’’seru Ginger riang.”Aku ingin melihatnya.” Ginger memandang Dad dan Mom dengan tatapan memohon. ’’Bolehkan aku pergi melihat sirkus?’’ "Tentu saja, sayang,’’jawab Dad.”Kita akan pergi bersama-sama.” Ginger terlihat sangat senang dan aku berpikir tidak ada salahnya aku juga ikut pergi ke pasar malam dan melihat sirkus siapa tahu di sana aku akan menemukan sesuatu yang membuatku menarik. "Aku juga ikut,’’ujarku. "Bagus. Sudah diputuskan kita akan pergi bersama dan yang perlu kalian ketahui pasar malam ini di adakan satu tahun sekali di sini setiap memasuki musim panas dan dipastikan akan ada hal-hal menarik di sana,’’kata bibi Adrienne. Bibi Adrienne mendorong kursinya ke belakang, lalu bangkit dari kursinya dan mata coklat tuanya memandangi kami satu persatu sebelum akhirnya meninggalkan ruang makan. *** Matahari telah tenggelam sepenuhnya dan langit telah dihiasi kegelapan malam yang dipenuhi oleh bintang yang berkerlap-kerlip. Angin musim panas yang berhembus terasa menyejukkan di kulit saat aku dan keluargaku keluar rumah. Aku memungut selembar brosur di halaman rumah dan k****a. Brosur itu berisi tentang sirkus yang akan di buka saat malam tiba , jadi orang yang mengenakan pakaian aneh yang kulihat tadi pagi itu membagi-bagikan brosur ke setiap rumah itu rupanya anggota sirkus. Le cirque des Etoile Buka setiap hari selama pasar malam berlangsung dari jam 08.00 p.m -01.00 a.m Tempat : Pasar malam Kami berjalan kaki menuju pasar malam yang jaraknya empat blok dari rumah bibi Adrienne. Aku merapatkan syal dan mantel untuk menghalau udara dingin di malam hari. Kami akhirnya tiba di pasar malam yang sudah dikunjungi oleh banyak orang. Pasar malam itu terlihat terang benderang, suara musik terdengar di mana-mana, berbagai stand telah menjajakan makanan enak-enak. Ginger menarik Mom untuk membelikannya gula-gula kapas yang sangat besar. Di kejauhan aku melihat tenda-tenda sirkus yang berwarna merah dan emas. Tenda sirkus yang terang benderang di bawah langit malam itu menarik perhatiannya. Tangan yang kokoh dan kuat menahannya saat aku hendak mendekati tenda sirkus itu. "Kita tunggu Mom dan Ginger. Kita pergi bersama-sama ke sana dan berjanjilah! Jangan pernah pergi jauh-jauh dari kami!’’kata Dad dengan suara penuh peringatan. Aku mengangguk. Tidak lama kemudian Mom dan Ginger kembali dengan membawa gula-gula kapas yang sangat besar. Ginger memberikan satu untukku. "Terima kasih.” Ginger tersenyum senang. Aku mulai menyadari bibi Adrienne sudah tidak berada di sampingku lagi. "Di mana bibi Adrienne?’’tanyaku. "Mungkin bibi Adrienne sudah pergi duluan ke tempat sirkus,’’jawab mom. ”Sebaiknya kita pergi menyusulnya.” Kami berempat kemudian menuju tenda sirkus dan para pengunjung mulai memadati loket karcis. Dad mulai mengantri membeli tiket masuk sedangkan aku, Ginger dan Mom menunggu di depan pintu masuk. Aku melihat ke sekeliling sirkus dari tempatku berdiri . Ini pertama kalinya aku datang ke sirkus dan menurutku sirkus ini tidaklah jelek . Aku memicingkan mataku melihat kesibukkan di belakang tenda sirkus. Aku bermaksud melihat-lihat sebentar sebelum ayahku selesai mengantri di loket karcis. Diam-diam aku pergi tanpa sepengetahuan Mom yang sedang asik berbicara dengan Ginger. Aku berjalan mengelilingi tenda belakang sirkus dan di sana aku melihat para anggota sirkus sedang berlatih sebelum pertunjukkan di mulai. Aku terpesona saat melihat seorang pria menyemburkan api dari mulutnya . Aku juga melihat beberapa badut lucu yang berjalan di atas sebuah balon karet besar dan tertawa geli saat badut-badut itu terjatuh. Aku kembali melihat-lihat suasana kesibukan para anggota sirkus lainnya dengan pandangan takjub dan tiba-tiba seseorang menepuk bahuku pelan. Aku berbalik dan mendapati seorang wanita yang mengenakan pakaian serba abu-abu gelap tersenyum kepadanya. Aku terkejut. Wanita yang tadi pagi kulihat saat menyebarkan brosur pertunjukkan sirkus. Aku memandangi wanita itu dengan mata sedikit memicing. Wanita itu belum terlalu tua mungkin umurnya sekitar tiga puluh tahunan dan memiliki rambut yang panjangnya sebahu. "Apa yang nona lakukan di sini?’’tanyanya. "Aku sedang melihat-lihat.” "Seharusnya nona tidak boleh berada di sini. Ini bukan tempat umum. Jika nona ingin melihat pertunjukkan kami bukan di sini tempatnya.” "Maafkan aku,’’ kataku merasa bersalah.’’Tadi aku hanya ingin melihat-lihat saja dan di sini semuanya sangat menakjubkan.” Wanita itu menyunggingkan sebuah senyuman. "Aku sudah menunggumu nona Aimee Blackwell. Aku tahu kamu akan datang ke sini.” "Siapa Anda ? Kenapa Anda bisa tahu namaku?’’ "Karena sejak lama aku sudah tahu siapa kamu. Aku selalu menunggumu bahkan sebelum kamu lahir.” Aku mengerutkan keningku dan menatap bingung kepada wanita aneh di depanku. "Apa yang Anda inginkan dariku?’’ Wanita itu kembali tersenyum.”Aku hanya ingin memberikan ini kepadamu.” Wanita itu mengambil sesuatu dari saku jubah yang dikenakannya dan memberikannya kepadaku. "Apa ini?’’ Aku memperhatikan sebuah kotak kayu kecil berukir indah di tangannya. "Kamu akan tahu jika membukanya.” Aku perlahan-lahan membuka peti kayu itu dengan perasaan was-was. Mungkin saja isinya bom atau barang-barang aneh berbahaya lainnya. Di bawah langit malam benda yang tersimpan di dalam peti kayu kecil itu memancarkan warna biru berkilauan. Setelah diperhatikan lebih lama lagi benda itu ternyata hanya sebuah kunci antik yang dihiasi oleh batu safir dan ada sayap dikedua sisi kunci itu. Kunci itu terasa sangat dingin ketika bersentuhan dengan kulit tanganku. "Indah sekali,’’gumamku.’’Apakah kunci ini benar-benar untukku?’’ "Ya. Itu untukmu.” "Kenapa Anda memberikannya kepadaku?’’tanyaku heran. Wanita itu tersenyum tipis. "Karena kamu adalah orang yang tepat untuk memilikinya dan dengan kunci itu kamu mungkin bisa menemukan seseorang yang telah hilang dalam hidupmu.” "Apa maksud Anda?’’ "Kalau sudah tiba saatnya , kamu akan mengerti.” Aku semakin tidak mengerti apa maksud dan tujuan dari pembicaraan dengan wanita itu, lalu aku memperhatikan kembali kunci yang ada ditanganku. Aku yakin kunci ini adalah kunci yang sangat berharga dan bukan kunci biasa. "Maaf aku tidak bisa menerima kunci ini sepertinya kunci ini….’’ Aku tidak meneruskan kata-kataku saat wanita itu telah menghilang dari pandanganku. Mataku mulai mencari-cari keberadaan wanita itu, tapi aku tidak dapat menemukannya. Letusan kembang api mengejutkanku. Aku teringat kalau aku sudah terlalu lama meninggalkan orangtuaku dan juga adikku. Aku pun cepat-cepat pergi menemui mereka. Aku melihat Mom berlari ke arahku dan kemudian ia memelukku dengan sangat erat. ”Mom,’’panggilku. Aku juga melihat Dad, Ginger dan bibi Adrienne memandangiku dengan cemas. Mom melepaskan pelukannya dan melihatku dengan tatapan cemas dan sedih.”Kamu dari mana saja? Tadi kami mencarimu ke mana-mana?’’tanya mom marah. ’’Mom kira akan kehilanganmu.’’ "Maaf. Tadi aku jalan-jalan sebentar. Aku tidak bermaksud membuat kalian cemas.” "Seharusnya kamu memberitahu Mom terlebih dahulu sebelum pergi dan kamu sudah melanggar janjimu pada Dad kalau kamu tidak akan terpisah dari kami selama ada di sini,’’ucap Dad.’’Tapi syukurlah kau baik-baik saja.” "Maaf.’’ Aku merasa bersalah karena telah membuat keluargaku cemas. "Seharusnya kamu tidak menghilang seperti tadi. Kasihan ayah dan ibumu mencarimu kemana-mana. Bagaimana kalau kamu menghilang juga seperti Collin yang sampai sekarang tidak pernah kembali,’’kata bibi Adrienne kesal bercampur cemas. Aku mengerutkan keningku. "Siapa Collin?’’ Mom, Dad dan bibi Adrienne saling memandang dan sikap mereka terlihat gugup. Aku berani bertaruh sepertinya mereka bertiga sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Sesuatu yang tidak aku ketahui.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD