Chapter 14

1764 Words
Hwa Goon dalam perjalanan meninggalkan istana. Membawa sakit hati yang tertutupi oleh sikap dinginnya, kali ini giliran sang Putri Mahkota yang melarikan diri. Namun meski ia yang memutuskan untuk pergi, pada akhirnya ia harus kembali menjadi pihak yang menunggu setelah sebuah janji telah terucap oleh mulut sang Putra Mahkota. Hwa Goon tak lagi mengharapkan sesuatu yang lebih dari Tae Hwa setelah ia kehilangan calon bayinya. Sebaliknya, Hwa Goon justru takut akan perasaannya yang semakin hari semakin tak terkendali. Dia takut jika kelak sakit hati yang ia alami saat ini akan membuatnya menaruh kebencian pada sang Putra Mahkota. Untuk itulah ia memutuskan untuk mengambil pelarian ini. Dan di saat sang Putri Mahkota telah mengambil jalannya sendiri, saat itu sang Putra Mahkota melakukan hal yang sama. Menghadap sang penguasa Silla untuk mengundurkan diri dari semua tanggung jawab yang kelak akan dibebankan padanya. "Ada perlu apa sehingga kau menemuiku, Putra Mahkota?" tegur Raja Kim Jeon begitu melihat putranya berdiri di tengah ruangan. "Ada hal yang ingin aku sampaikan, Ayahanda." "Kalau begitu, katakanlah." "Aku ... ingin melepaskan tanggung jawabku," sebuah ungkapan yang mengundang tanya di wajah sang Raja. "Apa yang sedang kau bicarakan, Putra Mahkota?" "Aku ingin melepaskan tanggung jawabku sebagai Putra Mahkota ..." Raja Kim Jeon tampak sangat terkejut. "... aku, ingin melepaskan jabatanku sebagai Putra Mahkota. Mohon agar Ayahanda merestui keputusan yang telah aku ambil ini." "Apa yang sedang kau bicarakan?!" suara Raja Kim Jeon tiba-tiba meninggi. "Apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau katakan, Putra Mahkota?" "Aku sudah memikirkannya dari jauh-jauh hari. Dan inilah keputusan yang aku ambil." "Apa yang sebenarnya sedang kau pikirkan? Apa kau sedang mabuk?" "Aku datang dalam keadaan yang sepenuhnya sadar, Ayahanda." "Lalu kenapa kau mengatakan hal seperti itu?" Pandangan Tae Hwa terjatuh. "Karena aku sudah memikirkannya." Raja Kim Jeon tiba-tiba menggebrak meja dengan kemarahan yang meningkat. "Jangan macam-macam dengan posisimu. Di saat semua orang ingin mengambil posisimu, tapi yang kau lakukan justru ingin melepasnya dengan begitu mudah. Apa? Katakan apa alasannya. Berikan alasan yang bisa aku terima." Tatapan sendu Tae Hwa kembali mengarah pada sang ayah. Menemukan kemarahan dari penguasa Silla karena keinginannya yang begitu sederhana namun sangat berarti. "Aku baru menyadari bahwa selama ini, aku tidak benar-benar menjalani kehidupan dengan baik ... ada begitu banyak hal yang tidak bisa aku perbaiki saat aku berada di tempat yang tinggi. Selama ini ... aku telah mengabaikan apa yang benar-benar aku butuhkan. Dan Ayahanda sudah tahu betapa kesepiannya berdiri di tempat yang sangat tinggi seorang diri." "Kau menyebut itu sebagai sebuah alasan, Putra Mahkota?" suara Raja Kim Jeon terdengar lebih tenang, namun bukan berarti dia sudah luluh. "Alasan itu ... aku belum menemukannya." "Kau terlalu gegabah dalam mengambil keputusan, kau berpikiran dangkal. Jika kau tahu bagaimana kondisi istana saat ini, kau tidak akan mengatakan hal sekonyol itu ... kau ingin membuang harga dirimu di hadapan Goguryeo, Baekje dan juga Gaya? Apa yang akan mereka pikirkan jika mendengar bahwa posisi Putra Mahkota telah diganti?" "Keputusanku ini tidak ada hubungannya dengan Goguryeo, Baekje maupun Gaya ... Silla akan tetap baik-baik saja meski kehilangan aku. Pangeran Joon Myeon bisa melakukan yang lebih baik dariku." "Manusia tidak berguna itu?" Batin Tae Hwa tersentak. Terlihat terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Raja Kim Jeon. "A-ayahanda ..." "Dia bahkan tidak memiliki apapun selain ambisi. Kau ingin orang semacam itu menjadi Raja Silla selanjutnya? Kau ingin menyerahkan Silla pada orang tidak kompeten seperti dia? Jawab aku, Putra Mahkota." "K-kenapa? Kenapa Ayahanda berbicara seperti itu tentang Pangeran Joon Myeon? Apa maksud Ayahanda?" Raja Kim Jeon memalingkan wajahnya dan berucap, "kau tidak akan mengenal seperti apa watak Pangeran Joon Myeon jika kau tidak benar-benar memperhatikannya dengan baik," Raja Kim Jeon kembali memandang Tae Hwa. "Dengarkan baik-baik. Silla tidak akan maju jika jatuh ke tangan orang yang tamak." "Ayahanda?" Tae Hwa memandang tak percaya, menuntut penjelasan dari Raja Kim Jeon. Raja Kim Jeon beranjak dari tempatnya, menghampiri Tae Hwa dan berdiri di hadapan sang Putra Mahkota yang mulai goyah akan jalan yang harus dilewati. Raja Kim Jeon lantas memegang kedua bahu Tae Hwa, mencoba memenangkan hati sang Putra Mahkota. "Aku tidak mengerti apa yang membuatmu ingin mundur dari posisimu saat ini. Tapi ketahuilah, ada banyak orang yang menginginkan posisimu. Sejujurnya ... aku tidak bisa menaruh kepercayaan terhadap kakakmu." "Tapi kenapa?" Raja Kim Jeon merasa ragu untuk memberikan jawaban yang diinginkan oleh Tae Hwa. Namun sang Putra Mahkota tidak akan mundur sebelum mendapatkan jawaban. "Kesalahan apa yang sudah diperbuat oleh Pangeran Joon Myeon sehingga Ayahanda tidak bisa memberinya kepercayaan." Dengan berat hati, Raja Kim Jeon lantas memberikan jawaban, "kau tidak akan percaya dengan apa yang dilakukan oleh Pangeran Joon Myeon di belakangku." Tae Hwa semakin tak mengerti. "Apa yang sudah dilakukan oleh Pangeran Joon Myeon? Mohon beri tahu aku, Ayahanda." "Dia ... berusaha menggagalkan kesepakatan damai dengan Baekje." Tae Hwa tampak terkejut sekaligus tak percaya. Dan saat itu sang ayah melepaskan bahunya. "Itu tidak masuk akal, Ayahanda. Bukankah Pangeran Joon Myeon sudah menyetujui keputusan Ayahanda." "Aku juga tidak ingin percaya. Namun setelah mendapatkan kabar bahwa dia mengutus prajurit rahasia untuk menghabisi utusan Baekje yang akan meninggalkan Silla ... aku tidak bisa menutup mata lagi." "Apakah Pangeran Joon Myeon tidak mengatakan apapun pada Ayahanda?" Raja Kim Jeon menggeleng. "Dia selalu dipenuhi dengan kebencian. Aku tahu apa yang sebenarnya dia inginkan." "Apakah itu?" Raja Kim Jeon berbalik memunggungi Tae Hwa, menolak memberikan jawaban kepada putra bungsunya. "Ayahanda." Raja Kim Jeon kembali bersikap tegas, berusaha untuk tetap mempertahankan Tae Hwa sebagai calon pewaris takhta. "Jangan melakukan tindakan yang bukan hanya akan merugikanmu, melainkan juga banyak orang. Konflik dengan kerajaan tetangga semakin tidak terkendali. Jika kau meninggalkan posisimu, hal itu hanya akan membuat musuh mendapatkan kesempatan untuk menjatuhkan Silla ... kembalilah ke paviliunmu dan pikirkan baik-baik ucapan ayahmu ini." Tak bisa lagi menuntut, Tae Hwa sejenak menundukkan kepalanya sebelum meninggalkan sang ayah. "Kau harus bertahan. Itulah satu-satunya jalan agar kau bisa menyelamatkan semua orang, putraku ... Kim Tae Hwa," gumam Raja Kim Jeon setelah ia ditinggalkan seorang diri. FLOWER BREEZE Meninggalkan Seorabol, rombongan Hwa Goon telah berjalan cukup jauh. Dan setelah sebelumnya sempat beristirahat di sebuah desa, mereka kembali melanjutkan perjalanan dan tengah menyusuri jalan di tengah hutan. Selama perjalanan, Hwa Goon berusaha membuang semua perasaan yang mengganggunya ketika berada di istana. Namun sayangnya pernyataan Tae Hwa saat ia berpamitan telah menciptakan kekacauan di dalam hatinya. Namun perjalanan tenang mereka terusik ketika segerombolan pria yang mengenakan pakaian serba hitam dan juga kain yang menutupi sebagian wajah mereka datang menghadang. Semua orang terlihat panik, dan tandu yang menjadi tempat persembunyian Hwa Goon pun diturunkan. Para prajurit bersiaga. "Siapa kalian!" tegur Kepala Prajurit. Hwa Goon yang merasa penasaran lantas membuka jendela tandu dan menegur seorang dayang yang tampak ketakutan, "ada apa? Kenapa berhenti?" "P-putri Mahkota, sebaiknya Putri Mahkota tetap di dalam. Ini sangat berbahaya." "Ada apa?" "Lindungi Putri Mahkota!" seru Kepala Prajurit yang langsung mengalihkan perhatian semua orang. Salah seorang dari para pria berpakaian hitam itu tampak memberi isyarat untuk menyerang. Dan di detik setelahnya, kedua belah pihak saling menyerang. Membuat keributan di tengah hutan ketika pedang mereka saling beradu. Hwa Goon tentu saja tak bisa tinggal diam. Membawa pedang miliknya, Hwa Goon keluar dari tandu dan segera bergabung bersama para prajurit. "Putri Mahkota, ini sangat berbahaya. Mohon kembali ke tandu," ujar Kepala Prajurit dengan terburu-buru karena ia harus melindungi dirinya sendiri. "Putri Mahkota ..." pekik para dayang. Hwa Goon tak peduli dan terlihat marah ketika orang-orang itu membunuh para dayang. Hwa Goon mengayunkan pedangnya, mencoba melindungi para dayang yang tersisa. Namun usahanya tidak cukup hingga pada akhirnya langkahnya terhenti ketika seseorang menahan ayunan pedangnya. Membuat tangan Hwa Goon sempat tersentak karena menerima tekanan yang lebih kuat pada pedangnya. Netra Hwa Goon melebar, tampak terkejut setelah melihat pria yang menahan pedangnya. Hwa Goon tak bisa mengenali wajah yang sebagian tertutup oleh potongan kain itu, namun ia bisa mengenali pakaian yang saat ini dikenakan oleh pria itu. "Hwarang?" gumam Hwa Goon tak percaya sebelum ia melangkah mundur ketika Hwarang itu mendorongnya. Keduanya berdiri dalam jarak dua meter. Hwa Goon lantas menegur, "kau berada di pihak siapa, Hwarang?" Hwarang itu menyahut, "aku ... hanya datang untuk menjalankan tugas." "Tugas apa dan siapa yang telah mengirimmu?" "Putri Mahkota ... bunuhlah dia." Netra Hwa Goon menajam dan di detik berikutnya pedang keduanya saling beradu. Hwa Goon tak mengerti kenapa Hwarang itu berniat membunuhnya. Namun ia tahu bahwa Hwarang itu tidak main-main saat menyerangnya. Mendapatkan kesempatan, Hwa Goon berhasil menyingkirkan kain yang menutupi sebagian wajah sang Hwarang. Hwarang Bae Juho, pemuda itulah yang datang untuk membunuh Hwa Goon. Namun sayangnya hal itu sama sekali tak membantu Hwa Goon ketika wanita itu tidak pernah bertemu dengan Juho sebelum ini. "Tidak ada lagi yang melindungimu. Menyerahlah, Putri Mahkota," ucap Juho dengan pembawaan yang tenang namun terkesan sangat dingin. Hwa Goon menggunakan ekor matanya untuk melihat keadaan di sana. Dan benar bahwa seluruh prajuritnya tumbang. Namun ia tidak bisa menyerahkan nyawanya begitu saja dan mati sia-sia tanpa mengetahui identitas dari orang yang mengirim Juho untuk membunuhnya. "Tutup mulutmu!" hardik Hwa Goon yang kemudian menyerang lebih dulu. Hwa Goon hampir melukai wajah Juho, namun Hwarang itu terlalu kuat untuk menjadi lawan. Hwa Goon terlempar ke samping, membuat pedang di tangannya terlepas sebelum ia tersungkur di tanah. Dan saat itulah Juho mendatanginya dan menghunuskan pedang tepat di depan lehernya. Hwa Goon menatap penuh kebencian. Tak mampu lagi bergerak, karena sedikit saja gerakan yang ia lakukan, maka ia akan mati detik itu juga. "Kau hanya melakukan hal yang sia-sia, Putri Mahkota. Seharusnya kau menyerah sejak awal." Dengan kemarahan yang tertahan, Hwa Goon berucap, "siapa? Siapa orang yang sudah mengutusmu?" "Aku tidak yakin jika Putri Mahkota ingin mendengarnya." "Cepat jawab pertanyaanku?" Juho menarik pedangnya dari leher Hwa Goon. Memandang wanita itu tanpa ada perasaan apapun. "Katakan," ucap Hwa Goon dengan lebih menuntut. "Hari ini kau akan mati seperti yang dikehendaki oleh Putra Mahkota." Batin Hwa Goon tersentak, tak ingin percaya namun seperti telah kehilangan pijakannya. Tatapan yang gemetar itu lantas terjatuh, membimbing kedua tangannya untuk menggenggam kuat dedaunan kering di bawah telapak tangannya. "Tidak mungkin, kau hanya sedang mengarang cerita." Hwa Goon kembali memandang dan membentak, "katakan yang sebenarnya, k*****t!" "Aku sudah mengatakannya, Putri Mahkota sudah mendengarnya. Orang yang menginginkan kematian Putri Mahkota ... adalah laki-laki bernama Kim Tae Hwa." "Berani-beraninya kau!" Hwa Goon menunduk dalam dan menangis dalam kesedihan yang bercampur dengan kemarahan. Semudah itu kepercayaannya pada Tae Hwa dihancurkan. "Terkutuk kau ... terkutuk kau, Kim Tae Hwa! Aku ... aku tidak akan pernah mengampunimu!" Sebuah teriakan putus asa bersama dengan suara tangis lantas memudar di udara dengan begitu cepat. Membiarkan darah kembali menyentuh tanah dan tersapu oleh air hujan yang entah kapan akan datang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD