Aku makin penasaran dengan bagaimana rencana Afi untuk menyelesaikan perjodohannya. Kali ini dia memintaku menemaninya bertemu Arif. Aku duduk di sudut warung bakso dan dia duduk agak dekat dengan pintu masuk warung. Dia ingin menyelesaikannya sendiri tanpa melibatkanku.
Tidak berapa lama datang 2 orang pemuda seusiaku, ku terka-terka apakah diantara mereka adalah Arif. Keduanya tampak tampan dan keren, pantas saja Ibu ingin menerimanya menjadi menantu. Mereka duduk di kursi seberang Afi. Benar saja, ternyata memang mereka yang ditunggu. Afi memulai obrolan dengan santai. Sedikit banyak kudengar suara percakapan mereka. Salah satu pria dengan kulit putih dan rambut agak keriting aktif berbicara denga Afi, nadanya agak tinggi dan kasar.
Dari yang kudengar,Afi menjelaskan bahwa Ia akan melanjutkan kuliah di Surabaya dan tidak berencana menikah dalam waktu dekat.
‘’Kuliah di Surabaya berapa lama, Fi?’’ Tanya, si pria berambut keriting.
‘’Rencana mau ambil S1, 4 tahun mas.’’ Jawab Afi.
‘’Biar ditunggu sampai lulus Fi.’’ Hanya si pria keriting yang terus berbicara. Pemuda di sebelahnya hanya menolah noleh memandangi saja.
‘’Mas, 4 tahun itu waktu yang lama. Gak usah nunggu aku.’’ Afi menjawab tanpa rasa takut sedikitpun.
‘’Nggak, Fi. Empat tahun gak lama kok.’’ Si pria keriting terus berdebat.
Kuat pula pendirian pemuda itu, batinku. Aku menyimak percakapan mereka sambil menikmati bakso dan es the yang kupesan. Aku bertingkah seperti pelanggan pada umumnya agar tak mengganggu urusan Afi.
‘’Mas, selama empat tahun itu bisa saja terjadi banyak hal. Aku di Surabaya bisa saja bertemu dengan banyak orang, banyak pria. Tidak menutup kemungkinan juga, mas Arif di sini bertemu dengan banyak orang dan banyak gadis. Mas Arif bisa bertemu dengan gadis yang lebih baik dari saya.’’ Afi tegas menjelaskan.
Kedua pria itu hanya diam tak menemukan kalimat yang tepat untuk menimpali Afi.
‘’Maaf ya mas, saya berharap mas Arif dan keluarga tidak menyimpan dendam dengan keputusan saya. Semoga mas Arif segera menemukan gadis yang baik untuk diperistri. Saya juga mohon, setelah ini keluarga mas Arif dan keluarga saya masih tetap rukun sebagaimana sebelumnya. Sapalah saya atau kedua orangtua saya ketika saling berpapasan di jalan. Begitu pula dengan saya dan bapak ibu akan bersikap begitu dengan keluarga mas Arif. Doakan saya semoga di beri kemudahan di Surabaya nanti.’’ Afi tak menunggu respon keduanya dan terus menyampaikan banyak hal yang ingin dia sampaikan.
Afi juga meminta agar setelah pertemuan ini, kedua belah pihak keluarga tetap baik dalam silaturahmi. Saling bertetangga dan bertegur sapa seperti biasa. Afi juga mendoakan semoga mereka kelak berjodoh dengan pasangan yang baik. Namun, pria keriting itu terus memaksa dan mengatakan akan menunggu Afi selesai kuliah, sementara pria agak gemuk di sampingnya diam saja sambil sesekali menyeruput es teh di depannya. Mungkin dia hanya bertugas menemani saja. Percakapan mereka semakin memanas dan diliputi emosi. Si pria keriting menggebrak meja sambil sedikit berteriak.
‘’Kalau sudah cinta, ya cinta Fi. Gak bisa di tawar-tawar. Maunya sama kamu, ya sama kamu to!’’ Pria keriting itu menyingkap rambut sambil emosi. Aku khawatir terjadi tindak kekerasan hingga reflek mendekat, takut Afi kena tangan.
‘’Hei, kalem lah. Gak perlu emosi.’’ Kuhadangkan tanganku di depan tubuh pria keriting itu. Dia lalu duduk dan menghela nafas panjang. Pria agak gemuk di sampingnya masih diam saja tak berkomentar.
‘’Sudah kak. Aman!’’ Afi memberi kode, lalu aku kembali ke tempat semula dan menghabiskan bakso pesananku sambil terus melirik dan mengawasi percakapan mereka.
‘’Oh, jadi sudah punya pacar to? Bilang lah dari awal. Gak usah banyak alasan. Ayo Rif kita pulang saja!’’ Pria keriting itu menarik pria agak gemuk di sampingnya yang tadinya masih fokus makan bakso.
Aku bertanya-tanya dalam hati. Kenapa dipanggil ‘’Rif’’, apakah memang namanya mirip Arif? Jadi yang Arif itu yang mana? Yang keriting atau yang agak gemuk.
‘’Ah, pasti si keriting itu karena sejak tadi yang bicara dengan Afi adalah si keriting.’’ Kataku bergumam.
Setelah kedua pria itu pergi, Afi datang mendekat ke arah mejaku sambil membawa semangkok bakso pesanannya dan segelas es the yang belum sempat dihabiskannya.
‘’Jadi, Arif itu yang mana to dek?’’ tanyaku penasaran.
‘’Yang sebelah timur itu lho kak. Yang kulitnya agak hitam dan agak gemuk.’’ Jawab Afi.
‘’Lho, tak kira si keriting?’’ Aku kaget karena si gemuk diam saja sejak tadi.
‘’Yang keriting itu sepupunya kak. Adek sengaja minta dia bawa teman, soale Arif tuh orange gak bisa ngobrol, gak bisa menyampaikan pendapat. Orange tuh gitu, gak komunikatif.’’ Afi terlihat santai pasca menghadapi mereka.
‘’Lho kok gitu?’’ Aku masih terheran-heran. Katanya pemabuk,perokok, sering happy-happy tapi kok di depan cewek begitu saja.
‘’Selain karena karakter agamanya kurang baik, dia itu juga susah diajak ngobrol. Pendiam dan susah menyampaikan pendapat. Dia juga bukan tipe orang yang bisa jadi pemimpin keluarga yang baik deh. Lha dari awal ada perjodohan ini, dia gak pernah terlibat ngomong. Diam aja. Orang tua dan keluarganya aja yang terlibat.’’ Afi selesai dengan penjelasannya.
‘’Cupu lah, dia!’’ Sebal sekali aku mendengarnya.
‘’Lha kenapa ibu dan bapak bisa terima-terima saja?’’ Tanyaku keheranan.
‘’Di lingkungan kita, perempuan menolak perjodohan atau pinangan dianggap suatu yang tidak sopan kak. Tidak mungkin juga adek menyampaikan alasan secara blak-blakan. Keluarganya pasti akan tersinggung dengan pendapat adek mengenai sifat dan karakter Arif. Jika begitu, kedua keluarga akan saling bermusuhan dan saling bertikai hingga turun temurun. Bisa jadi sampai anak cucu. Apalagi keluarga besar Arif cukup terpandang dan berada.’’ Jawab Afi panjang lebar.
Kami menghabiskan cukup banyak waktu untuk ngobrol membahas perjodohan Afi yang baru saja Ia putuskan sepihak. Termasuk resiko-resiko yang akan terjadi. Kemungkinan Arif dan keluarganya akan memusuhi keluarga Afi serta kemungkinan Bapak Ibu akan marah dan tidak terima dengan tindakan yang dilakukan Afi. Tapi Afi cerdas menuturkan alasannya. Resiko manut dan nurut dengan perjodohan ini akan jauh lebih besar. Menikah dan membina rumah tangga dengan pria yang tidak tepat jauh lebih berisiko. Menurut Afi, dengan komunikasi yang tidak nyambung dapat menyebabkan pertikaian di dalam rumah tangga yang mampu memicu perceraian. Melihat karakter Arif tadi, jelas dia tidak komunikatif. Dari segi agama, Ia juga tidak mampu menjadi imam rumah tangga seperti yang didambakan Arif. Selanjutnya, tinggal mencari cara bagaimana mengatasi respon bapak dan ibu jika tindak berkenan dengan tindakan Afi.
Kami lalu pulang dengan motor masing-masing karena Afi berangkat sendiri dari rumah. Motornya melaju tak jauh di depanku . Tiba-tiba terdengar suara gubrak dan gemuruh orang-orang.
Aku kaget dan menuju kerumunan orang. Afi terkulai dengan mata terpejam. Tangannya bersimbah darah dan tertindih motornya.