Taruhan Pertama

1878 Words
'Glek' Dengan susah payah, Sivia menelan ludahnya saat bibirnya kembali diusap oleh lelaki yang tidak dia kenali.  Sivia menggelengkkan kepalanya kala melihat cowok itu tersenyum kepadanya, “jangan!” Ucap Sivia yang langsung membuat cowok itu mengernyit heran, “jangan senyum kayak gitu lagi ke sembarang cewek.” Titah Sivia, "cuman gue yang boleh lihat. "   Cowok itu hanya terkekeh mendengar permintaan Sivia, "kita lihat nanti aja.” Ujar cowok itu sembari mengacak – ngacak poni Sivia. " Thanks ya. " Ujar cowok itu hendak pergi, namun Sivia mencekal lengannya. “Hm?” Tanya cowok itu seraya berbalik menatap Sivia. “Mmm... E - e - lo... Ha - ha - harus tanggung jawab.” Gugup Sivia ketika matanya bertubrukan dengan mata cowok itu.  Tiba – tiba saja owok itu tertawa mendengar ucapan Sivia, “apa yang harus gue pertanggung jawabkan?” Tawa sinis cowok itu.  "Lo...” Sivia menggelengkan kepalanya, “Lo udah nyuri first kiss gue.” Ketus Sivia seraya menatap cowok di depannya. "Lo - gue heh? " Seringai cowok itu.  "Gua - gue... " Gugup Sivia.  Cowok itu terkekeh menatap Sivia gugup seraya memainkan pipinya dengan menusuk – nusukkan lidahnya pada pipinya dari dalam, “ha? Ekhm.” Dehem cowok itu, “sorry banget kalo gue udah lancang nyuri ciuman pertama dari dedek gemes ini.” Ujar cowok itu seraya menyubit kedua pipi Sivia yang sedikit tembam, "tapi gue gak hamilin lo, jadi gak ada yang perlu gue pertanggung jawabkan oke. " Kekeh cowok itu.  "Lagian... " Ujar cowok itu menggantungkan ucapannya.  Sivia memilih diam, karena ingin mendengarkan perkataan selanjutnya dari cowok di depannya itu. “Tadi itu gue kepaksa karena kalah taruhan sama mereka.” Tunjuk cowok itu pada teman – temannya yang tengah menertawakan tingkah Sivia. Sivia pun memandang lurus ke arah teman - temannya cowok itu, 'urang ajar.' Umpat Sivia dalam hati. “Cup – cup – cup, jangan nangis ya dek. Nanti kakak kasih loli deh.” Kekeh cowok itu kala melihat mata Sivia sudah berkaca – kaca, "sssst... Jangan kasih tahu orang lain ya, nanti yang ada kamu diejek temen...udah jangan nangis. " Lanjut cowok itu.  Namun dengan cepat Sivia menutup kedua telinganya menggunakan kedua tangannya seraya mendongakkan kepalanya menatap langit. ‘Good job Siv, jangan sampe lo nangis gara – gara cowok ini.’ Batin Sivia. "Dasar cowok b******k" Sinis Sivia dengan lantang.  Cowok itu yang takut salah dengar pun mendekatkan telinganya pada Sivia, "apa Dek? " "B. R. E. N. G. S. E. K. " Eja Sivia di hadapan cowok itu.  "Maksud lo? " Tanya cowok itu.  "Ya cuma cowok b******k yang mau disuruh ini itu demi taruhan." Sinis Sivia.  "Kurang ajar. " "Minta. Maaf. " Pinta Sivia.  "Gak." "Minta maaf atau gue cium. " Ancam Sivia.  Cowok itu tersenyum miring, "cium aja... Toh bibir lo manis juga. "  "Dasar b******k. " Unpat Sivia pelan.  Sivia melangkahkan kakinya mendekati cowok itu, kedua tangannya meraih kerah seragam cowok itu lalu mencengkramnya kuat kemudian merapatkan tubuhnya seraya berjinjit memajukan wajahnya. Hal itu membuat cowok di depannya pun ikut memajukan wajahnya kemudian tersenyum menatap mata Sivia. Untuk sejenak, Sivia dan cowok itu saling mengunci tatapan masing – masing. Sampai Sivia memutuskannya terlebih dahulu, “huuuuh.” Sivia menghembuskan nafasnya tepat di mata cowok di depannya untuk menyadarkannya yang masih asyik menatap manik mata Sivia. Sivia tersenyum miring melihat cowok itu mengerjapkan matanya berkali - kali, "jangan sampai jatuh hati Kak. " Kekeh Sivia kemudian dia mulai memejamkan matanya seraya memperkuat cengkraman pada kerah seragam cowok itu. ‘DUGH’ “Argh.” Ringis cowok itu seraya memegang hidungnya yang perlahan mengeluarkan darah akibat benturan keras yang Sivia berikan kepadanya, "shit." “Ups, sorry kakak ganteng.” Ledek Sivia menghempaskan kedua tangannya kemudian mengusap – ngusap keningnya yang sedikit linu karena bertubrukan dengan hidung cowok itu. Sivia tersenyum senang, “satu sama.” Seru Sivia mengeluarkan cengirannya, "itu balasan dari gue karena lo udah nyuri first kiss gue. " “Argh sialan lo.” Umpat cowok itu seraya pergi meninggalkan Sivia yang tengah tersenyum penuh kemenangan. “Tunggu!” Ujar Sivia berlari mengjar cowok itu kemudian menahan tangannya. “Mau apa lagi?” Geram cowok itu saat Sivia memutar tubuhnya, "minggir." “Cuma mau bilang, semoga kita ketemu lagi ya. Kita ulang pertemuan pertama hari ini nanti, semoga lebih baik.” Seru Sivia seraya matanya melirik ke arah seragam cowok di depannya, “ah iya, kakak inget kan yang tadi aku ucapin? Jangan sembarangan senyum sama cewek lain kayak tadi, itu Cuma milik aku.” Lanjut Sivia tersenyum miring lalu melepaskan cekalannya dan membiarkan cowok itu pergi meninggalkannya. “Reyno Malik.” Gumam Sivia sembari menyunggingkan sebuah senyuman. Sedetik kemudian Sivia terdiam membisu menatap Reyno yang sedang berjalan menghampiri teman – temannya. Sivia melambaikan tangannya ke arah teman - teman cowok tadi, "SEE YOU AGAIN KAK! " Teriak Sivia sembari berlari pergi.  Tangan Sivia berada di bibirnya seraya mengusap – ngusap pelan. “Apa barusan gue dicium dengan kakak SMA?” Gumam Sivia sangat senang. Sivia meloncat kegirangan di jalan, “YEAYYYY! WHOAAAAA! MAMAAA! Akhirnya ada kakak SMA yang ngambil first kiss ku.” Senang Sivia karena harapannya terkabul. Dengan perasaan senang, Sivia berlari dengan sesekali berjinjit senang melupakan kekesalannya tadi kepada Jason kakaknya.  "Let's go! " Seru Sivia.  ...  Sesampainya di rumah...  "Via pulang. " Seru Sivia memasuki rumah.  Sivia mengedarkan pandangannya ke arah dapur dan kamar mandi, “Maaaaa! Paaaa! Bang Jasooonn!” Panggil Sivia saat mendapati rumahnya kosong tak ada seorang pun, "kalian di mana? " Sivia panik, dia mulai menelpon semua kontak mama, papa dan abangnya. ‘TUT’ ‘TUT’ "Kok gak diangkat sih?" Gumam Sivia menatap layar ponselnya.  “Mereka pada kemana sih?” Panik Sivia berjalan ke sana kemari, "jangan bilang... " Gumam Sivia tiba – tiba teringat akan sesuatu, dia pun langsung berlari menaiki satu persatu tangga untuk pergi ke kamarnya.  Sesampainya di kamar, Sivia berlari menuju lemari. “Ah benar.” Ucap Sivia saat matanya melihat koper berisi pakaian miliknya yang sudah dikemas rapih berada di dalam lemari beserta beberapa map berisi beberapa lembar kertas.  Sivia mengambil salah satu baju yang sudah disiapkan mamanya di atas kasur kemudian berjalan menuju kamar mandi, untuk megganti seragamnya. Selang beberapa menit, Sivia keluar dari kamar mandi dengan sweater hitam kebesaran yang menutupi celana jeans setengah pahanya. Dia mengambil koper itu kemudian bergegas menuruni tangga untuk keluar pergi meninggalkan rumah itu tanpa lupa menguncinya.  Sivia berniat pergi menuju rumah Silvi untuk meminta mengantarnya ke bandara, selama di perjalanan menuju rumah Silvi dia mengirim pesan kepada seseorang kemudian langsung membuang ponselnya di tengah jalan.  Dan sekarang kini Sivia sudah berada di dalam mobil menuju bandara bersama Silvi yang tengah duduk di sampingnya, Sivia juga sudah pamit kepada kedua orang tua Silvi.  “Siv, lo yakin mau ke Kanada sendiri? Kalo mau, gue bisa temenin lo kesana.” Tawar Silvi seraya menatap Sivia yang duduk di belakang, "atau gue sekalian tinggal di sana sama lo. " Lanjut Silvi.  Sivia menggelengkan kepalanya, “gak usah, gue udah biasa kok pergi sendirian.” Ujar Sivia, "jangan macem - macem kalo gak mau di marahin Om Deri lagi. " Ancam Sivia menatap sahabatnya jengah.  “Atau lo tinggal di rumah gue aja Siv, gue yakin bakalan aman kok.” Seru Silvi. “Kalo gue masih di Indonesia sama aja Vi, cepat atau lambat mereka bakal nemuin gue.” Jelas Sivia, "lagian kan gue harus nemenin nenek di Kanada, kasian sendiri. "  “Terus gimana soal Bang Jason sama Tante Dera plus Om Evan yang pergi ninggalin lo?” Tanya Silvi.  “Gak tahu.” Acuh Sivia seraya mengangkat bahunya. "Kenapa bisa sih Om Evan tega ninggalin anak perempuannya sendiri. " Gerutu Silvi kesal, "tante Dera lagi ikut - ikutan. " Sivia terkekeh melihat sahabatnya tengah menggerutu kesal, "biarin lah Vi, mungkin mereka gak mau libatin gue dalam masalah kali ini. " Ujar Sivia.  "Ya tapi tetep aja gue gak bisa biarin lo sendirian, gue gak mau nanti lo dalam bahaya. " Rengek Silvi, "kalo gak mau di rumah gue, lo diem di rumah Bang Ariq aja deh, atau Bang Kelvin juga kan bisa. " Tawar Sivia yang tetep mendapat kekehan dari Silvi.  "Tetep Indonesia dodol. " Kekeh Sivia.  "Ya udah lo ke tempat Om Gavin aja, di sana ada Geva kan. " Ujar Silvi, "siapa tahu mereka mau bantuin lo. " "Gak ah, lo kan tahu kalo gue gak pernah akur sama dia. " Ketus Sivia, "dia tuh sebelum pindah ke London aja usil banget sama gue, apalagi sekarang. Apalagi Om Gavin, dia kan gak suka banget sama papa. " Kekeh Sivia.  Silvi menghela nafas lelah, dia sudah capek membujuk Sivia yang keras kepala itu. "Terserah Vi... Terserah lo aja. " Ketus Silvi.  Sivia hanya tersenyum menanggapi Silvi, “Vi, gue ketemu cogan loh tadi.” Seru Sivia. "Di mana? " Tanya Silvi tertarik akan cerita sahabatnya itu.  "Pas pulang sekolah tadi. " Kekeh Sivia mulai menceritakan kejadian tadi sampai akhir. "Wah gila... Sekarang bibir lo udah gak suci lagi dong. " Ejek Silvi.  "Iya ish.. Kesel gue. " Ketus Sivia, "tapi gak papa deh, yang penting cowoknya ganteng. " Seru Sivia.  "Seganteng apa sih? " Tanya Silvi.  "Pokoknya ganteng banget deh, tapi yah seragamnya tuh sama kayak Bang Jason, Bang Ariq sama Kak Kelvin loh. " Seru Silvi. "Non... Sudah sampai. " Ucap sang supir memberi tahu Silvi dan Sivia.  Tak terasa kini Sivia dan Silvi sudah sampai di parkiran Bandara, “mau saya bawain kopernya Non?” Tanya sang supir kepada Sivia. “Gak usah Pak, makasih.” Ucap Sivia seraya menarik kopernya. Supir itu mengangguk, kemudian berjalan memasuki mobil kembali. ‘GREB’ “HUWAAAAA SIVIIII!” Rengek Silvi seraya memeluk tubuh Sivia, “lo tinggal di sini aja lah kenapa sih.” “Gak bisa sayangku.” Cibir Sivia seraya melepaskan pelukan, “Silvi, dengerin gue.” Ujar Sivia seraya memegang kedua bahu Silvi, “setelah ini anggap aja lo gak tahu apa – apa oke, dan lo harus janji inget pesan gue oke?” Silvi mengangguk, “gak tahu kapan gue balik lagi ke Indonesia, entah itu satu tahun lagi atau tiga tahun bahkan bisa aja lima tahun kemudian yang pasti gue tetep bakalan balik ke sini.” Ujar Sivia. “Ish jangan lama – lama dong, “ protes Silvi. “Dengerin, abis ini lo langsung pulang ke rumah temuin bokap lo dan kasihin berkas yang gue simpen di bawah kasur lo tadi.” Pinta Sivia, “gue mohon bantuannya, jangan sampai orang lain tahu termasuk supir lo tadi. Asal lo tahu aja, gue udah curiga sama gerak – gerik supir itu selama ini sampai gue tahu sekarang. Dia itu orang suruhan yang nyamar jadi supir buat ngemata – matain keluarga lo dan dengerin segala pembicaraan bokap lo, seperti tadi juga. Jadi gue minta, hati – hati sama dia oke.” Ujar Sivia seraya memeluk kembali sahabatnya itu. “Gue pergi, bentar lagi berangkat.” Pait Sivia meninggalkan Silvi. “Bye Sivia!” Teriak Silvi, “Hati – hati, kalo udah nyampe kabarin gue.” “Iya.” Angguk Sivia. “Liburan nanti gue maen ke Kanada, oke.” Teriak Silvi sembari melambaikan tangannya.  Sivia tersenyum mendengarnya, “lo gak akan pernah nemuin gue di Kanada.” Lirih Sivia seraya melangkahkan kakinya menuju pintu utama. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD