2. Be Alone

1809 Words
Sudah seminggu ajuan perceraian mereka diterima kantor pusat kekeluargaan, kini Haeun tidak akan menyandang marga Lee lagi. Namanya kembali ke semula yaitu Song Haeun. Walau sudah tidak menjadi istri Yongki, Haeun tetap berada dirumah Yongki hingga pria itu menikahi Kim Valleta. Wanita yang dia kenal dari rumah Seungha beberapa minggu lalu, saat dirinya datang kerumah mantan ibu mertuanya itu. Sebenarnya Haeun tahu jika Yongki tidak ingin karena pria itu baru saja bercerai dengannya. Haeun sebenarnya merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan Yongki terkait dengan perjodohan pria itu dengan Kim Valleta. Dalam acara makan malam yang diadakan di sebuah restoran mewah bersama dengan keluarga dari pihak Valleta. Di acara makan malam itu ibu Seungha nampak sangat senang sekali. Memang permintaanya di terima dengan mudah berkat Haeun. Walau sedikit pemaksaan dan pada akhirnya putranya bersedia menikahi wanita yang telah dipilihnya. Yongki terpaksa, sedangkan yang memaksanya adalah Haeun sendiri, mantan istrinya. Setelah Haeun membujuknya, akhirnya Yongki bersedia menikahi Valleta namun dengan syarat Haeun akan membantunya mengurus keperluan pernikahanya yang menurutnya membosankan. “Aku ingin Haeun yang mengurus semua pernikahanku dengan putri anda Tuan Kim” ucap Yongki sembari berharap Haeun menatapnya dari ujung meja. Tapi wanita itu tak kunjung menatapnya. Seungha merasa jika putranya masih mencari kesempatan pada Haeun, membuat wanita berusia hampir enam puluh tahun itu tidak suka. “Song Haeun, aku ingin berbicara denganmu sebentar” Haeun yang sedari tadi menunduk segera menatap ibu Seungha dan dengan anggukan saja dia langsung mengikuti ajakan ibu Seungha untuk pergi menjauh dari acara makan malam itu. Setelah cukup jauh keduanya pergi dari sana, ibu Seungha menarik keras lengan Haeun. Membuat wanita itu meringis kesakitan. "Dengar apa yang dikatakan Yongki adalah mutlak karena dia adalah putraku satu-satunya. Jadi aku tidak bisa memaksanya jika itu adalah keinginanya. Untuk itu kau boleh mengurus pernikahan mereka. Tapi setelah itu pergilah jauh-jauh dari sini" ucap ibu Seungha yang kelewatan tidak suka, wanita itu tidak mengerti perasaan Haeun yang hancur berkeping-keping. Sakit, tapi mau bagaimana lagi. Bagi Haeun ini adalah mimpi buruk, namun nyatanya ini benar-benar kenyataan. Bukan cerita drama lagi ataupun novel-novel terkenal. Tapi ini adalah kisahnya yang benar nyata dan menyakitkan. Ibu Seungha meninggalkannya sendirian seusai urusannya dengannya sudah selesai. Seandainya jika kedua orang tua Haeun ada, mungkin dirinya tidak akan pernah kembali berurusan dengan keluarga Lee ini. Tapi karena keadaan dan Yongki benar-benar merasa kasihan dengannya karena dia harus hidup sendirian di kota Seoul yang keras ini. "Kuharap ibu dan ayah ada disini untuk memelukku" *** Matahari hampir saja menghilang, menimbulkan efek kemerah-merahan pada ufuk. Yongki tengah menatap langit dengan cahaya matahari yang hampir habis termakan waktu. Pikirannya penuh dengan beberapa masalah yang datang silih berganti. Pusing sekali. “Yongki” Yongki menoleh kala suara lembut menyapa rungunya. Haeun menatapnya dengan membawa secangkir teh hangat. Wanita itu berjalan kearahnya, meletakkan secangkir teh hangat itu di atas meja. Pria itu kembali menatap langit senja, berusaha mengabaikan kehadiran Haeun yang telah duduk di sebelahnya. “Ini bukan kewajibanmu lagi, aku bisa menyuruh bibi Hong untuk membuatkannya untukku” Haeun hanya terdiam, mungkin Yongki lelah dan tidak ingin diganggu oleh dirinya sebab sedari tadi pria itu hanya terdiam seusai pulang dari kantor. Sebenarnya Haeun hanya ingin membuat pria itu tidak terlalu lama bersedih hanya dengan menyeduh teh hangat. Jam terlalu berdetak dengan cepat dan menghilangkan warna oranye senja menjadi warna hitam dengan pedar ungu. Tidak ada kata yang terucap di kedua bibir yang saling terbungkam. Haeun hanya menemani pria itu saja, sambil melihat langit yang penuh dengan bintang-bintang. “Aku terlalu gegabah” Haeun tersentak ketika pria itu berucap. Dirinya tahu, mungkin akan berat bagi keduanya setelah berpisah. Haeun juga merasakan apa yang dirasakan pria itu. Sedih dan teramat menyesal. Hembusan nafas samar terdengar begitu lembut dirungu Haeun. Pria itu menatapnya dan meraih telapak tangannya dengan cepat. “Berjanjilah untuk tetap di sampingku walau kau tidak bersamaku lagi” Tidak tau harus mengatakan apa, mulutnya seakan terbungkam dengan tatapan sang pria. Ini tidak benar, Yongki setidaknya tidak mengekangnya. Ternyata cinta pria itu telah buta oleh semua kasih yang Haeun berikan. “Kau tidak bisa mengekangku dengan semua egomu. Aku minta maaf, aku menolak permintaanmu yang satu ini” ucap Haeun sebelum dirinya melepas genggaman Yongki pada telapak tangannya dan segera pergi dari sana. “Maafkan aku, Haeun” *** Setibanya di kamar, Haeun hanya menangis. Tidak mengerti mengapa hatinya teramat sakit ketika pria itu hanya memintanya untuk tetap di sisi pria itu. Setidaknya dia sudah pergi dari rumah ini, tapi jika diingat kembali dirinya juga tidak mempunyai tempat tinggal selain rumah Yongki. Haeun hanya menatap sendu bingkai foto yang dirinya simpan di laci miliknya. Itu foto pernikahan mereka dulu, entah bagaimana mereka merasa bahagia dalam foto hitam putih itu. Sedih mengingat jika keadaannya rumah tangga mereka yang kacau. Ini bukan masalah ibu Seungha tidak menyukainya, Haeun tidak pernah berpikir seperti itu sama sekali. Tapi semua berawal dari dirinya sendiri. *** Setelah tanggal pernikahan Yongki dan Valleta di umumkan kepada beberapa pihak keluarga, termasuk dirinya. Kini dia kembali diributkan dengan segala macam persiapan pernikahan kedua orang itu. Entah mengapa dia yang mondar-mandir mengurusi pernikahan mantan suaminya, mulai dari gedung, percetakan undangan, fotografi pernikahan, cincin dan gaun pengantin sang wanita. Mungkin bagi banyak orang akan berpikir ini adalah hal gila. Disisi lain ini juga membuatnya bahagia. Seakan mengingatkannya pada pertama kali dia disibukkan pada acara pernikahannya dulu. Tetapi bedanya mereka melakukannya berdua sedangkan pada pernikahan ini hanya Valleta lah yang mengurus semuanya, Yongki bahkan tidak mau tahu. "Duduklah disini," suruh Haeun pada Valleta, gadis itunya mengangguk. Setelah beberapa jam mereka habiskan untuk berkeliling di pertokoan akhirnya Haeun dan Valleta bisa duduk dan memesan beberapa minuman yang tertera pada daftar menu. "Maafkan aku sudah merepotkanmu" Haeun menoleh dan tersenyum. "Tidak apa, aku sangat senang jika mengurus hal-hal yang berbau pesta" Valleta tersenyum manis dan Haeun benar-benar kagum dengannya. Mantan ibu mertuanya benar-benar bisa memilih menantu yang sopan dan manis ini. Tidak seperti dugaannya dulu. Mungkin Haeun bisa bernafas lega. Akhirnya Yongki tidak akan salah memilih wanita. “Selamat siang, kalian ingin memesan apa?” tanya pria pelayan yang datang menyapa mereka berdua. Haeun hanya tersenyum sebagai balasan sapaan pelayan itu, "Kau ingin minum apa?" tanya Haeun pada Valleta sambil membolak-balik daftar menu café. "Boba" "Hum Boba? Baiklah, Boba dan Americano satu" kata Haeun. Pelayan itu mencatat pesanan mereka berdua dengan baik. Haeun menatap Valleta yang tengah mengangkat panggilan dari seseorang. "Mohon ditunggu.” Pelayan cafe itu pergi dengan membawa secarik kertas pesanan mereka berdua. Haeun kembali menatap pelayan itu dan hanya tersenyum sebagai ucapan terimakasihnya. Valleta menutup panggilannya dan menatap Haeun yang tengah menatap sekeliling mereka. “Dosen mengatakan jika besok aku harus ke kampus untuk menyelesaikan beberapa surat kelulusan” Haeun hanya mengangguk mengerti, dulu dirinya juga mengalami hal yang sama seperti Valleta ketika menginjak bangku perkulihan. "Valleta, Yongki itu sangat menyukai Americano. Jadi kapan-kapan aku akan mengajarimu cara membuat americano yang enak" "Benarkah?" tanya Valleta antusias. "Ya, besok pagi setelah Yongki pergi kekantor. Datanglah kerumah" ajak Haeun, sepertinya wanita itu yang begitu menyukai tawarannya itu. Tetapi, sedetik kemudian muka Valleta berubah ketika menatap kedua mata Haeun. “Yongki-ssi tidak pernah mengatakan apapun padaku, aku juga ingin mengatakan permintaan maafku padamu” Entah mengapa Haeun melihat jika Valleta merasa bersalah atas dirinya sendiri. “Itu bukan salahmu, Valleta. Aku tidak merasa jika itu semua bukan salah siapapun. Hanya saja bahagia kami berdua berbeda, mungkin saja Tuhan sedang mempersiapkan kebahagian untukku atau untuk Yongki” Wanita didepannya itu tertunduk dan mengangguk mengerti tentang apa yang baru saja Haeun ucapkan padanya. Suasana mendadak kembali menjadi kaku. Padahal sejak tadi mereka sudah berbincang banyak tentang konsep pernikahan yang diinginkan Valleta maupun Yongki. "Haeun...." Sapaan seseorang yang menyapa Haeun mendadak memecahkan keheningan keduanya. Mereka menoleh kearah yang sama sekedar melihat siapa wanita yang baru saja memanggil nama Haeun. "Apa kabarmu Jenna" Dia adalah Kang Jenna teman Haeun semenjak mereka masih berkuliah di perguruan tinggi dan mereka tidak pernah sempat bertemu semenjak kelulusan karena Jenna mengurus cabang perusahan milik tuan Kang di Jepang. "Aku yang harus bertanya padamu, aku baik. Aku selalu baik semenjak aku ke Jepang untuk meneruskan bisnis Ayahku” wanita itu duduk dengan asal dan melihat sekelilingnya. Jenna memang tipe gadis dengan semaunya. Tapi menurut Haeun, Jenna adalah seorang yang mau berteman dengannya di waktu sulit. “Aku mendengar kau bercerai dengan Yongki, apa itu benar?" pertanyaan Jenna yang mendadak, membuat Haeun terbungkam. Haeun hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. "Maafkan aku... Seharusnya aku tidak pergi ke Jepang waktu itu" "Tidak usah meminta maaf, itu pun sudah terjadi" Valleta hanya terdiam, dirinya tidak mengenali wanita dengan rambut di cat blode di depannya ini. Tetapi dia bisa menyimpulkan jika wanita yang bernama Jenna itu adalah teman Haeun. Tak lama pelayan datang dengan dua minuman yang di pesanan Haeun. Meletakkannya tepat diatas meja mereka. "Terimakasih" ucap Valleta. Jenna menatap gadis didepannya, menatap lekat wajah Valleta dengan penuh tanya. "Kau siapa?" tanya Jenna. Haeun menatap Valleta dan Jenna bergantian, oh ternyata dia lupa mengenalkan keduanya. "Jenna, dia Valleta Kim calon istrinya Yongki, dan Valleta ini Jenna temanku" ucap Haeun mencoba mengenalkan mereka berdua dengan baik. Jenna menyeritkan dahinya. Mencoba mengulang kembali ucapan Haeun yang baru saja terucap jelas dirungunya. "Apa calon istri? Maksudku dia calon istrinya Lee Yongki?” tanya Jenna. Haeun kembali mengangguk pelan. "Ya, dia calon istrinya" "Haeun-ya katakan jika ini gara-gara ibu mertuamu?” tanya Jenna kembali, mencoba menegaskan jawaban yang Haeun ucapkan. Haeun mengangguk samar. “Ini benar-benar kelewatan, apa aku harus mengatakan ini pada Yongki?" "Ibu Seungha tidak pernah salah dan aku hanya ingin Yongki bahagia" "Tapi tidak secepat ini? Ini benar-benar keterlaluan, bibi Seungha benar-benar keterlaluan padamu. Wanita tua itu selalu tidak bisa menghargaimu.” Haeun tahu jika Jenna ingin membelanya. Tapi apa yang dikatakan Jenna terhadap Seungha itu juga tidak baik. Apa lagi jika itu didepan Valleta. Jenna menatap arloji yang melingkar dilengan kirinya dan beranjak cepat untuk segera pergi dari pertemuan ini. “Aku harus pergi, ada pertemuan yang harus aku selesaikan dengan klienku. Senang bertemu denganmu Haeun” Mereka saling berpelukan untuk melepas pertemuan singkat mereka. Garis lengkung di bibir Haeun menandakan jika dia tau kalau Jenna peduli dengannya, mungkin sangat-sangat peduli walaupun wanita itu terlalu sibuk dengan karirnya. Mobil yang membawa Jenna itu telah melaju, meninggalkan café yang menjadi tempat dimana mereka baru saja bertemu. "Kak Haeun maafkan aku, memang benar apa yang dikatakan Nona Jenna benar. Aku seharusnya tidak memerima tawaran ibu" Mendadak Haeun merasa sedih dengan apa yang diucapkan Valleta barusan. "Jangan seperti ini. Memang aku dan Jenna selalu berdebat, dan itu juga sudah biasa. Mungkin saja itu karena Jenna tidak lagi di dekatku" Valleta tahu, itu adalah ucapan kekecewaan yang Haeun tampilkan untuknya. Valleta mengerti tentang isi hati wanita itu meski sedikit. "Baiklah setelah ini kita akan pulang. Kau pasti lelahkan seharian ini? Aku juga merasa lelah" ucap Haeun membuat lamunan Valleta pecah. Haeun tersenyum kearahnya. “Ah, iya.” jawab Valleta seketika dan memandang wajah Haeun yang seolah menunjukkan tidak ada apapun terhadap diri wanita cantik didepannya itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD