3. Rain

1313 Words
Andai semua bisa di ulangi lagi. Mungkin semuanya tidak seperti ini. Yongki mengusak kasar rambutnya. Lelah dan kesal. Dia sangat mencintai Haeun tapi apa yang di lakukan wanita itu membuatnya kecewa dan membuatnya terus berpikir. Bagaimana bisa wanita itu menyuruhnya menceraikannya, kemudian menikahi wanita lain? “Tuan Lee ada yang ingin bertemu denganmu” Suara sekertaris Goo membuat Yongki menadak memutuskan lamunannya. Menatap pintu yang terbuka dengan dua orang wanita yang tengah menatapnya. “Kang Jenna?” Jenna menyuruh sekertaris cantik itu untuk pergi meninggalkannya berdua dengan Yongki. Kaki dengan balutan higheel hitam itu berjalan mulus kearah Yongki dengan tatapan yang sulit diartikan. “Apa bibi Seungha melakukan ini semua?” Pertanyaan Jenna yang spontan membuat Yongki terbungkam, oh ternyata wanita didepannya ini sudah tahu tentang perceraiannya dengan Haeun. Tidak ada balasan atas pertanyaan yang Jenna lontarkan padanya, seakan Yongki tidak tertarik terkait dengan obrolan ini. “Harusnya bibi Seungha tahu diri, aku sudah menularkan kekayaanku padamu tapi tetap saja dia tidak tahu diri sekali!” Jenna terduduk di salah satu sofa dan membuka majalah bisnis. “Kita sudah sepakat sedari awal, aku kan melakukan apa pun untuk menjamin keluargamu aman dan tentram. Tapi sebegitu kah keluargamu mengkhianatiku?” Majalah itu terlempar jauh, berserakan diatas lantai dengan halaman yang menunjukkan berita yang cukup panas dikalangan pebisnis sepertinya. Yongki merasa harga dirinya turun di depan wanita itu. Dia tahu tentang ini semua, terkait mengenai dahulu ayahnya meminta bantuan dengan keluraga Kang untuk kembali memulai bisnis mereka. “Aku tidak tahu jika semua yang keluargamu berikan padaku membuat perusaahan ini melaju pesat, aku sangat berterimakasih. Tetapi untuk kelakuan ibuku, aku meminta maaf untuk itu” Jenna menanggukkan kepalanya, mengerti. “Setelah ini kau bisa meninggalkan Haeun dan memulai hidup baru. Kau terbebas atas rasa bersalahmu terhadapnya” *** Haeun baru saja sampai di rumah Yongki dan membuka pintu rumah itu. Belum dirinya memasuki rumah sebuah koper besar terlempar begitu saja di depannya. Haeun tersentak, sebenarnya siapa yang akan pergi dari sini? "Oh, jadi kau masih disini? Aku tidak menyangka.” Seungha menatapnya dari lantai atas dan berjalan turun menuju Haeun yang tengah menatapnya. Para pembantu rumah itu diam di tempat mereka masing-masing. Haeun tahu jika pembantu rumah sangat takut terhadap ibu Lee. Seungha menatapnya sesampai di depan Haeun, wajahnya terlihat angkuh dan tak bersahabat. “Walaupun kau sudah membantuku untuk membujuk Yongki, aku berterimakasih untuk itu. Tapi saat aku menyadari jika kau masih disini, aku benar-benar kecewa denganmu. Bagaimana bisa dia menikah dengan Valleta jika kau terus disini dan mempengaruhinya" Ucapan Seungha memang benar, tidak seharusnya Haeun berada disini bersama Yongki. Mereka sudah bercerai dan tidak seharusnya masih satu atap. Dirinya terdiam atas apa yang diucpkan Seungha terhadapnya. Selalu atau setiap hari jika ibu Seungha bertemu dengannya akan seperti ini, Haeun sudah biasa dengan penindasan yang dilakukan Nyonya besar Lee ini. Dengan berat hati Haeun mengambil kopernya yang tergeletak di lantai. Hatinya benar-benar sakit, jika boleh meminta Haeun ingin ikut bersama orang tuanya pergi ke langit. Sayangnya Tuhan masih menginginkannya tetap tinggal di sini. “Maafkan aku ibu, Yongki yang menyuruhku untuk menetap” "Yongki? Kau setidaknya tahu diri. Mulai sekarang kau jangan menganggunya lagi. Kalau bisa kau pergi saja dari sini" titah Seungha tak acuh sambil menyeretnya hingga keluar dan menutup pintu dengan sekali dorong hingga membuat bunyi benturan pintu yang keras. Untungnya rumah ini sedikit jauh dengan rumah orang-orang, jadi jika seperti ini mereka tidak akan mendengarnya. Haeun kembali berdiri dan melangkah pergi dengan mengeret koper yang berisi pakaian miliknya. Dia tidak tau harus kemana. Dan hari sudah menjelang malam, dia tau Seoul sangat luas, tapi dia tidak mempunyai siapa-siapa disini kecuali Yongki. Haeun melangkahkan kakinya sambil menangis, keluar dari perkarangan rumah Lee Yongki dengan berat hati. Sekarang dia akan menjadi gelandangan. Mau tinggal dimana? Paman Dongwok ada di Deagu dan dan dirinya tidak punya siapapun kecuali sang paman, jika harus pergi kesana mungkin akan menjadi pertanyaan tersendiri bagi sang paman. Hujan membasahi Seoul. Rintikannya sangat menyakitkan hatinya. Mobil sedan hitam berhenti ditepi jalan. Menampakkan Yongki yang keluar dengan membawakan payung hitam, menutupi tubuh ringkihnya yang basah karena terguyur hujan. Memeluk wanita itu. Dia tau ini pasti perbuatan ibunya, itu sangat tidak adil untuk wanita dipelukannya ini. "Tidak apa ada aku, ayo kita pulang" ajak Yongki. Haeun menggeleng. Dia tidak ingin lagi. Sudah cukup baginya untuk mendengar kata-kata kasar yang Seungha ucapkan padanya. Dia sudah lelah dengan semua yang wanita tua itu ucapkan padanya. "Aku ingin pergi saja Yongki, aku tidak sanggup lagi jika berhadapan dengan ibumu" ucap Haeun dengan isak. Hujan kembali deras. Menguyur di atas payung hitam yang melindungi keduanya. Yongki semakin mengertakan pelukanya, takut jika rintikan hujan akan kembali mengguyur tubuh Haeun ketika wanita itu berusaha melepaskan diri. "Akan aku antarkan kau ke paman Dongwok" "Ini sudah malam, Ibumu akan mencarimu!" seru Haeun. Yongki menghela nafasnya. Benar ini sudah sangat malam, dan mungkin saja dirinya akan sampai di Deagu tengah malam. Tetapi ini berbeda dengan apa yang sedang dia lihat, jika Haeun tidak ingin diajak pulang dengannya pasti wanita ini tidak akan pernah memiliki tempat tinggal di Seoul. "Tidak apa, aku akan mengantarkamu" *** Malam yang panjang menemani perjalanan mereka. Tol adalah jalan alternatif tercepat untuk segera sampai di Deagu-gu. Baik Yongki maupun Haeun mereka berdua tak banyak bicara di dalam mobil itu, karena Haeun tertidur dengan jas milik Yongki. Sedangkan Yongki tetap terjaga untuk terfokuskan pada jalanan tol yag sepi. Pukul 11 malam, Yongki tidak menghiraukan beberapa notif atau penggilan diponselnya, setidaknya setengah jam lagi akan sampai. Memang sedari tadi ponselnya berdering beberapa kali, hingga daya baterai ponsel itu habis. Kesal, marah dan kecewa dengan sikap ibunya terhadap Haeun. Dan Yongki tau ini salah, tapi bagaimanapun dia tetap akan melindungi Haeun. Bagaimana bisa ibunya selalu memberikan sikap yang tak acuh terhadap Haeun, padahal Yongki tahu sendiri bagiamana keluarga Haeun merelakan semuanya terhadapnya. Termasuk menjaga putrinya. "Ibu.. Ayah..." Yongki sedikit tersentak. Rupanya Haeun mengigau. Wajah wanita itu pucat, kedinginan. Padahal dirinya sudah menurunkan bahkan mematikan AC mobil. "Kita akan sampai," ucapnya lirih, yang dia takutkan adalah Haeun demam. Yongki memeriksa suhu badan Haeun dengan telapak tangannya. Dan benar saja tubuh wanita itu panas. Dengan segera dia melajukan mobilnya dengan kecepatan yang dapat dia kendalikan. *** "Paman, ini aku Lee Yongki" ucap Yongki pada layar sambil mengendong Haeun. Pintu terbuka beberapa detik kemudian. Menampakkan wanita dan pria paruh baya yang memakai piyama tidur, mereka terkejut atas kehadiran Yongki yang membawa Haeun dengan keadaan yang sangat mencemaskan bagi keduanya. "Masuklah nak" ucap seorang pria yang tengah menyambutnya dan menyuruh keduanya untuk segera masuk kedalam rumah. Yongki meletakkan Haeun diatas sofa empuk di ruang tamu. Tatapan kedua orang dirumah ini tertuju pada wanita yang Yongki bawa. Wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil. “Ada apa dengan keponakanku?” Yongki hanya menunduk dan mencoba mengusapkan telapak tangannya yang hangat pada telapak Haeun yang dingin. “Maafkan aku paman, aku tidak bisa menjaga Haeun dengan baik” *** Yongki memeras handuk hangat itu dan meletakkannya di atas kening Haeun. Berharap demam wanita itu akan cepat turun. Sedangkan bibi Song baru saja meletakkan segelas air dan makanan untuknya. "Makanlah, aku tau kau datang secara mendadak kesini" ajak istri Dongwok. Mata pria itu tetap menatap wanita yang tengah berbaring itu dengan sebuah rasa iba. "Aku akan memakannya, terimakasih" ucap Yongki sambil mengenggam tangan Haeun berusaha menyalurkan rasa hangat. "Jika kau butuh sesuatu panggil saja aku" kata wanita paruh baya itu sebelum keluar. Pintu kamar itu kembali tertutup, hanya menyisakan kedua orang saja di dalamnya. Yongki tetap memperhatikan wajah Haeun yang memerah akibat demam. Hatinya selalu merasa sedih jika menatap presepsi wanita di depannya ini. Wanita ini telah banyak menanggung semua dosa-dosanya. Jika Yongki jadi Haeun pastilah dia mengeluh pada Tuhan meminta berhenti. Tapi, wanita ini dia tidak pernah mengeluh sama sekali, hanya ada seutas senyuman yang dia berikan pada semua orang, seolah-olah dia merasa kuat walaupun badai selalu menghadang. "Cepatlah sembuh," ucap Yongki sambil mengecup pucuk dahi Haeun yang terlelap dan meninggalkan wanita itu sendirian setelah meneguk habis teh panas yang bibi Song berikan padanya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD