Bab 3

874 Words
Tubuhku masih mematung di depan sebuah toko kelontong. Di tempat ini kemarin pak Jonan menerimaku sebagai karyawan barunya. Toko ini adalah satu-satunya toko besar di tempat ini, dan memang hampir seluruh penduduk daerah ini belanja ke toko milik pak Jonan. Dia orang terkaya disini dan pria tengil yang aku temui tiga hari yang lalu saat tiba adalah putra tunggal pak Jonan. Pantas saja! Kumantapkan langkahku, ini sudah menjadi pilihanku. Pak Jonan menyambutku dengan wajah sumringah. Katanya, beliau belum pernah mendapat pegawai wanita karena tidak ada yang ingin. Disana sudah ada Rizky dan Alif yang sama denganku juga. Dia sudah sekitar setahun bekerja untuk pak Jonan. "Pagi, Erfi. Bagaimana? Sudah siap bekerja di sini?" tanya pak Jonan. Aku sengaja mengenalkan diriku dengan nama yang tidak biasa disebutkan. Kubalas pertanyaan itu dengan anggukan yakin. "Siap, pak," balasku dengan tegas. "Baiklah, kamu sudah kenal kan sama mereka?" lanjut pak Jonan dengan tangan menunjuk ke arah dua pria yang ada di belakangnya beberapa meter. Aku mengangguk lagi. "Sudah, pak." Untungnya, pemikiran pak Jonan untuk toko ini tidak terlalu ketinggalan jaman. Sudah menggunakan komputer kasir hingga aku tak harus menghapal harga setiap barang yang ada di sini. Cukup mengesankan. "Hei, kamu siapa? kenapa ada disini?" tanya Nigo yang tiba-tiba muncul. Aku mengetahui namanya dari salah satu teman kosku di Pondok Kita. "Jangan menganggu Erfi, Nigo. Dia karyawan baru papa. Sebaiknya kamu pergi saja kuliah. Bukannya kamu ada kuliah pagi?" tanya pak Jonan. Pria di depanku memutar wajahnya berkali-kali untuk melihatku dan pak Jonan bergantian. "Dia? Karyawan baru papa? Papa nggak salah orang kan? Papa nggak dipelet kan sama ini cewek? Sejak kapan papa nerima pegawai cewek disini?" tanya Nigo bertubi-tubi. "Tidak ada yang salah, Nigo. Sebaiknya kamu pergi saja. Kamu akan terlambat nanti," perintah pak Jonan. Nigo menggelengkan kepala lalu meninggalkanku di balik meja kasir. Memangnya apa yang salah kalau seorang gadis sepertiku bekerja di tempat mereka? Aneh. Saat tidak ada pelanggan, aku memanfaatkan waktu untuk merapikan toko dan mengeluarkan barang dari gudang, menatanya di rak yang sudah kosong. Rizky dan Arif turut melakukan hal yang sama. Aku bahkan baru menyadari kalau toko sembako yang ada di sebelah adalah milik pak Jonan juga. Ah, pria ini sangat bersahaja. Seluruh tubuhku terasa pegal. Wajar saja, ini adalah pertama kalinya aku bekerja seumur delapan belas tahun usiaku. Cukup melelahkan ternyata, tapi tidak mampu membuatku menyerah. Aku masih pada pilihanku. Aku yakin semua orang di rumah sedang mencariku. Bukan ingin membuat mereka bingung, tapi saat ini aku sedang memperjuangkan diriku sendiri. Tidak apa aku melepaskan rencana kuliahku tahun ini. Jika nanti sudah mempunyai tabungan, aku bisa melanjutkannya tanpa harus meminta mama papa. Seseorang menghentikan langkahku saat dalam perjalanan pulang. Seorang pria tampan yang dengan melihatnya saja aku yakin dia sangat dewasa di usia yang aku pikir pertengahan dua puluhan. "Maaf, mbak. Numpang tanya, tempat ini ada dimana ya?" tanyanya menunjukkan kertas kecil padaku yang menunjukkan sebuah alamat. Sekilas k****a, sepertinya aku pernah melihatnya, tapi aku tidak begitu yakin. "Maaf, mas. Saya kurang yakin sih, tapi sepertinya ke arah sana." Aku menunjuk ke arah kananku. "Saya juga masih baru sih di sini, makanya tidak begitu yakin. Tapi kalau tidak keberatan, saya bisa antarkan dan kita cari bersama," lanjutku. Dia terlihat sedikit ragu. Wajahnya begitu menggemaskan. "Hm, apa tidak apa-apa, mbak?" tanyanya. "Tidak apa, bukankah manusia diciptakan untuk saling membantu?" ucapku sok bijak. Entah darimana kata-kata itu muncul tiba-tiba. Dia tersenyum lembut. Ah, manisnya. "Oh, kenalin mbak, saya Erfan." Dia mengulurkan tangannya ke arahku. Aku membalas uluran tangannya. "Erfi," balasku. Erfan tersenyum kikuk. "Nama kita mirip, ya?" katanya pelan tapi masih mampu kudengar. "Mbak ada kegiatan apa di sini? Jangan bilang pengabdian di tempat jauh seperti ini," tebaknya. "Tapi kayaknya sih terlalu muda untuk seseorang yang sudah menyelesaikan kuliahnya," lanjutnya tanpa membiarkanku menjawab lebih dulu. Dia sepertinya cukup asik juga. Senyumku tak bisa kutahan. Dia cukup pintar menilai. "Oh, aku merantau ke sini. Biasalah. Dan ini habis pulang kerja. Baru hari pertama. Tebakan mas benar, aku memang masih baru menyelesaikan sma, belum pernah duduk di bangku kuliah," ceritaku lancar. Aku sudah menyiapkannya jika saja seseorang bertanya tentang diriku. "Dan nggak usah sebut mbak, rasanya seperti mbak-mbak jualan donat. Sebut nama saja, aku pikir mas juga lebih tua dibanding aku," balasku. "Dan kamu nggak perlu sebut aku mas karena aku lebih tua. Aku juga tidak nyaman dengan itu." Dia terkekeh. "Ya, tebakan kamu benar, Erfi. Aku pikir memang seperti itu karena aku sudah menyelesaikan kuliahku. Dan sama denganmu, aku sedang merantau ke sini, bukan pengabdian, hanya saja ingin kesini." Tanganku terangkat menunjuk sesuatu. "Benar bukan, itu?" tanyaku. Erfan menoleh dengan cepat ke arah yang kutunjuk. Menyocokkannya dengan selembaran yang dia pegang tadi. Entah bagaimana dia mendapatkan alamat itu. Hanya beberapa detik, dia mengangguk. "Iya, benar. Makasih ya, Erfi. Eh, kalau boleh aku minta nomor ponsel kamu, mungkin ada yang ingin aku tanyakan atau sekedar mengajakmu minum kopi karena sudah membantuku," katanya. Aku mengeluarkan ponsel butut dari sakuku. Entah tahun kapan ponsel ini dikeluarkan. Aku sengaja mematikan ponsel yang terakhir kali aku gunakan, dan membelikan nomor baru untuk ponsel butut bekas punya mama ini. Deretan nomor baru itu belum bisa kuingat. Bisa kulihat sedikit keterkejutan di wajah Erfan, tapi ia berusaha menutupinya. Setelah membacakan dua belas deretan angka yang kulihat di layar ponsel, sebuah panggilan masuk datang dari nomor baru yang ternyata adalah milik Erfan. "Itu nomorku, save ya." Anggukan kepalaku menjawabnya. Setelah berbasa-basi sejenak, aku meninggalkan tempat itu. Tubuhku benar-benar butuh rileksasi. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD