Bagian Tiga

1558 Words
Kehidupanku sangat berubah 180 derajat. Hari-hariku menjadi anak orang kaya sangat menyenangkan, sekarang aku sudah masuk ke jenjang kelas 1 SMA tentunya aku bersekolah di sekolah elite. Orangtua angkatku baik dan sangat memanjakan ku. Kak Joni juga sudah menganggap aku seperti adiknya sendiri. Kak Joni sekarang sudah kuliah semester satu di Fakultas Ekonomi. Usiaku dengan kak Joni hanya terpaut tiga tahun. Kak Joni selalu menjagaku dengan baik dan memprotec semua pertemananku dengan laki-laki, kecuali Ardi, sahabatku. Aku tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Ya, karena setiap minggu Mama selalu mengajakku ke salon untuk perawatan. tubuhku tinggi, kulitku berubah menjadi putih mulus juga halus karena perawatan rutin yang kulakukan. Tubuhku juga berkembang dengan cepat tidak seperti remaja lainnya. Aku mempunyai badan yang proporsional layaknya orang dewasa. Aku juga tidak tahu menyangka bisa memiliki badan yang sebagus ini. Karena hal ini, aku banyak disukai kaum laki-laki. Di sekolah aku menjadi salah satu siswa tercantik yang banyak dikagumi siswa lainnya. Entah harus senang atau takut yang pasti aku menikmati ini semua. Meskipun aku baru menginjak kelas satu SMA tapi aku cukup populer di sekolah karena kecantikan juga karena genk ku. Ya, aku mempunyai genk ala-ala anak zaman now. Perkumpulan anak orang kaya yang cantik. Kami sering hangout bersama setiap pulang sekolah, hopping di mall dan traveling. Ini semua pengalaman yang sangat menyenangkan. Mungkin jika aku tidak diadopsi oleh keluarga orang kaya aku tidak akan menikmati semua ini. Sejak pindah ke Bandung. Aku mempunyai sahabat kecil tetangga samping rumahku, dari SD aku sudah bersahabat dengannya, namanya Ardi Romeo Sandy. Keren kan? tampangnya juga ganteng. Mama ardi sangat baik padaku. waktu kecil sampai sekarang aku sering main ke rumahnya. Dia juga anak orang kaya tapi dia tidak tahu bahwa aku hanya seorang anak angkat. Mama selalu bilang pada semua orang kalau aku ini anak kandungnya. Jika ada yang bertanya kemana aku selama ini, mama hanya menjawab aku tinggal di rumah nenek untuk sementara karena sesuatu yang mendesak. Jadi semua orang tidak ada yang kepo lagi tentang status aku di rumah orangtua angkatku. Sampai sekarang aku masih satu sekolah dengannya di SMA ini, bahkan kami satu kelas. Bersahabat dengannya membuatku mengenal banyak anak orang kaya. Dan itu menjadi sebab musabab aku memiliki genk perkumpulan anak orang kaya. Dari awal mengenal Ardi, menurutku dia agak sombong tapi aku nyaman berteman dengannya. Lambat laun dia menerima pertemanan ini dan berlanjut sampai sekarang. Dia mengikrarkan bahwa aku dengan dia adalah sahabat. Berteman dengannya membuatku terpengaruh akan sifat sombongnya. Aku selalu memilih teman yang sepadan denganku juga dengan selera Ardi. Seperti saat ini aku sedang menyeleksi teman yang menurutku cocok untuk ku jadikan genk. Setelah genk yang kubuat kemarin bubar karena ada salah satu anak yang orang tuanya bangkrut, jadi dengan berat hati aku membubarkan  genk ku kemarin. "Ardi menurut Lo, Tamara sesuai kriteria gak?" Aku meminta pendapat Ardi. "Hmm... Dia kaya tapi ngga terlalu cantik. Mmm... Boleh deh asal dia anak orang kaya aja." Aku mengangguk. "Oke, Lo masuk ke gank gue." "Serius Lo nerima gue jadi temen Lo Ra?" "Hmm..." Sebenarnya aku sangat malas memilih-milih teman seperti ini, tapi apa boleh buat Ardi selalu melarang aku berteman dengan sembarang orang. Dan aku harus selalu menuruti keinginannya untuk urusan seperti ini. "Sekarang giliran Lo, nama Lo siapa?" Ardi menunjuk cewe yang dibelakang Tamara tadi. "Nama gue Nadira." Nadira cukup cantik dengan body agak semok. "Lo masuk. Oke pertemanan untuk Sahira sudah di tutup." "Yess." Nadira berseru. Tanpa meminta persetujuanku Ardi menutup aksi mencari teman ini. "Yaahhh..." Semua yang berbaris dari tadi mendesah kecewa. Aku juga sebenarnya kecewa, aku tidak mau punya sedikit teman tapi apa boleh buat, aku terlalu patuh pada Ardi. Kedekatanku dengan Ardi membuat perasaanku berbeda setiap melihatnya. Jantungku selalu berdegup kencang, aku tidak tahu ini perasaan apa. Perasaan ini terasa sangat asing bagiku di usia yang baru menginjak 16 tahun ini. "Yaudah di, gue ke kantin dulu yaa." Ardi hanya mengangguk lalu pergi dengan teman lelakinya yang lain. Mumgkin dia ke belakang sekolah lagi untuk membolos di jam berikutnya sampai bel pulang. "Ayoo gengs kita ke kantin." Teman-teman se genkku yang sudah kupilih tadi, hanya ada 4 orang berlima denganku. Semua anak orang kaya, dandanan kita sangat kekinian dengan baju sebatas bawah pusar dan rok SMA yang lebih pendek dari siswa yang lain. Aku mempunyai buah d**a yang sudah matang sebelum waktunya, jadinya agak sedikit menonjol dibandingkan dengan temanku yang lain. Hal ini menyebabkan baju sempitku terlihat sangat kekecilan karena payudaraku. Kancing bajuku seakan mau lepas saja. Tapi aku suka, mama juga tidak terlalu mempermasalahkan. Karena baginya kalau aku suka dan nyaman itu tidak jadi masalah dengannya meskipun tampilanku terlihat sangat seksi sekalipun. Ketika kami berlima berjalan di koridor sekolah semua orang menatap kami tak terkecuali anak laki-laki. Bahkan ada yang terang-terangan menggodaku untuk mau menjadi pacarnya. Aku hanya membalas dengan senyum miring meremehkan. Aku tidak mau punya pacar yang kere. Kriteriaku sangat perfect jika soal pasangan, aku tidak mau hidup dalam kesusahan lagi. Apalagi aku dibacking oleh kak Joni, si kakak super protektif jika menyangkut soal asmara. "Sahira Lo mau jadi pacar gue gak?" Itu Boy, kakak kelasku. Ganteng sih tapi tidak terlalu tajir. Yaa bolehlah kalau untuk sementara nanti Minggu besok aku putuskan kalau sudah bosen. Semoga saja kali ini tidak ketahuan kak Joni, bosan juga menjomblo. Aku mengangguk sambil tersenyum miring. Dia bersorak "yess. Makasih sayang." "Pulang sekolah gue antar ya.." Sekali lagi aku hanya mengangguk. Lalu berlalu dari hadapannya. "Gila Lo Ra, cepet banget dapet pacar. Gak salah sih Lo jadi ketua Genk 'The perfect' " Tamara berdecak kagum. Aku hanya tersenyum, bagiku sudah biasa mendengar pujian seperti itu. "Dira, pesenin gue bakso sama jus alpukat satu." Perintahku pada Nadira. Dia terlihat enggan, tapi tidak masalah buatku. Lagian siapa suruh dia mau masuk Genk the perfect. Aku juga tidak terlalu suka padanya. Badan semoknya terlalu menggangguku. Apalagi buah dadanya melebihi punya ku bahkan punya dia seperti mau tumpah. Hih aku bergidik geli. Apa dia oplas ya? Ah, entahlah. "Lo gak pesen Sal?" Salsa menggeleng. "Gak ah, gue lagi diet." "Lo mau ngebuang lemak yang mana Sal? Badan Lo aja udah kurus. Eh paling itu sih pipi tembem Lo hahaha." Tamara dan Karin tertawa senang sedangkan salsa hanya cemberut tidak terima pipinya dibilang tembem. "Nih pesenan Lo Ra." "Oke, thanks." Kami makan dengan lahap kecuali salsa dia terlihat masih cemberut sambil memainkan gadget terbarunya. **** Jam istirahat telah selesai, ke empat temanku berdiri dari meja kantin. "Nih bayarin sonoh." Aku memberikan selembaran uang berwarna merah kepada Tamara. " Oke Ra." Aku beserta genkku segera kembali ke kelas, belajar seperti biasa lagi sebelum bel pulang sekolah. Drtttt... Handphone dengan logo apel digigit ku bergetar. Langsung saja aku membuka pesan. Nomor tidak dikenal, siapa ya.. Boy : Sayang, pulang sekolah sama aku yaa boy Sahira perfect : Oke. Boy : Love you Sahira perfect : Btw, Lo dapet no gue dari siapa? Boy : Ada dehhh, udah sana belajar. Aku hanya tersenyum tipis. Aku sudah tahu kalau lelaki seperti dia hanya menginginkan tubuh dan kecantikanku. No, no no. Bel pulang sekolah telah berbunyi semua anak-anak kelas membereskan buku-bukunya termasuk aku. "Gengs gue duluan yaa, Boy udah nungguin." "Cieee yang baru jadian..." Itu suara cempreng Tamara. Aku tertawa kecil. "Daahhh..." Aku melambaikan tangan pada mereka. "Daaahhh... Hati-hati buketu." Seru Salsa. Ardi tidak masuk jam pelajaran tadi sampai pulang sekolah. Aku pun sudah menduga, jika dia akan bolos lagi. Setelah sampai parkiran aku melihat Boy yang sudah menungguku. Dia tersenyum dan menghampiriku lalu memberikan satu helmnya padaku. Aku agak ragu naik motor, aku lebih suka naik mobil. Tapi apa boleh buat tampang Boy tidak bisa ku tolak. "Eh bentar Boy, gue mau ke toilet dulu. Kebelet banget nih." "Oke sayang aku tunggu, jangan lama-lama." Kusatukan jempol dan jari telunjukku lalu pergi berlari menuju toilet. Setelah selesai membuang hajat aku membenarkan baju serta rok, lalu bercermin sebentar, kemudian bergegas keluar toilet. Namun saat aku hendak membuka gagang pintu aku seperti mendengar gaduh. Padahal toilet dalam keadaan sepi, sepertinya suara itu berasal dari toilet yang berada di ujung. Dengan perlahan aku mendekati dan mencoba menguping. "Ssshhh...ahhh ssshhh..." Dahiku mengkerut, suara apa itu. Apa ada ular di balik pintu toilet ujung itu. Kucoba mencari celah untuk melihat keadaan di dalam. Takutnya kan ada ular yang bersemayam dan beranak Pinak tidak diketahui oleh warga sekolah 'kan bisa repot juga. "Ssshhh.. aaahhhh..." Tapi tunggu, ini seperti suara cewek. Rasa penasaran ku semakin berada di puncak. Kucari lubang sekecil apapun untuk melihat keadaan didalam. Seketika mataku tertuju pada lubang kunci yang tidak terlalu besar. Kuintip dengan sebelah mataku, di ruangan sempit itu nampak ada dua orang yang berada di sana. Aku tidak melihat dengan jelas hanya melihat punggung tegap yang membelakangiku, dia menghadap ke closed menggerakkan badannya seperti menunggang kuda. Oh tidak! Perempuan itu sepertinya aku kenal. Ah ternyata dia Nadira.  Wajahnya mendongkak ke atas dengan peluh di dahinya, mulutnya mengeluarkan suara seperti mendesis. "Ssshhh... Ahhh Ardi cepat ahh cepat dikit di. Aku mau sampai." Apa itu benar Ardi ? Sedang apa dia bersama dengan Nadira. Kulihat celana Ardi merosot hingga sampai mata kakinya. Dia terus bergerak maju mundur. Otakku memproses apa yang sedang dilakukan Ardi, tapi nihil pikiranku buntu. Aku tidak tahu apa yang sedang  mereka lakukan. Aku meraba area terlarangku, kenapa terasa basah sekali apa aku mengompol. Tapi aku tidak merasa ah. Perasaanku juga mendadak aneh, buah dadaku terasa tegang. "Aaahhhh Ardiiii aku sampaiii..." Aku terkejut mendengar teriakan Nadira, lalu aku keluar toilet dengan tergesa-gesa. Aku mengusap keringat di dahiku. Aku takut Ardi marah jika aku ketahuan mengintip perbuatannya dengan Nadira. Biar nanti kutanyakan saja pada Ardi apa yang sudah dilakukannya dengan Nadira. Lagian Boy juga pasti sudah menungguku dari tadi.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD