2. Kejadian

1599 Words
   Lift berjalan. Normal tanpa hambatan. Dan, tiba-tiba saja macet kemudian tidak bergerak sama sekali. Sadarlah kedua makhluk penghuni lift saat itu bahwa mereka terjebak di dalam lift yang mati mendadak.     Ketika menyadari bahwa dirinya tak sendiri di dalam lift tersebut, Rena mendongak sambil menyingkap rambunya yang menutupi sebelah matanya. Betapa terkejut saat pandangannya menemukan apa yang selama ini sama sekali tak ingin ia lihat. Mulutnya menganga dan matanya membelalak tak percaya. Menyiapkan segala makian yang selama ini hanya tertahan di d**a. Sementara pria itu melempar senyum ramah padanya.    "Heh, jangan harap, gue salah satu dari penggemar lo yang kurang kerjaan itu! Terus mau minta tanda tangan, apalagi sampe minta foto segala! Hih!" ketusnya, bergidik.    "Syukur deh. Gue juga lagi males!" balasnya tetap berusaha ramah.    "DAN, jangan harap gue bakal ngenang hari ini sebagai hari indah buat gue! Karena bagi gue ketemu elo itu adalah hal yang paling NGGAK gue harepin seumur hidup, tauk!" tanpa sadar Rena meremas nota di tangannya. "Yeah, kunyel deh kertasnya! Emang dasar sial gue hari ini." Keluhnya sambil merapikan kertas di tangannya.    "Cewek aneh, kenal juga nggak tiba-tiba ngomel nggak jelas. Yang ada gue yang sial."    "Gue yang sial! Karena elo adalah orang yang paling gue benci sedunia!"    "Hei, Mbak!"    BRAK!!! Bersamaan dengan itu ada suara nyaring dan lift pun berhenti.    "Apa gue bilang, sial! Sekalinya ketemu sama orang kayak lo, macet deh, liftnya!" Rena terus saja memaki, nggak peduli tampang yang sudah mulai kesal dengan sikap anehnya.    "Elo sial? Gue lebih sial, satu lift sama cewek gila, aneh! Macet lagi liftnya!" balasnya tetap dengan suara rendah, meskipun Rena dari awal sudah nyolot. Galang memerhatikan gadis di hadapannya itu dari atas sampai bawah.    "Apa? Nafsu?"    "Kasian banget orang tua lo, punya anak cantik enggak, tinggi enggak, galak iya! Super aneh!" menyandarkan punggung di dinding lift. "Hii...!" Galang bergidik ngeri. "Nggak kebayang ... bakal ada cowok yang... naksir elo!"    "Bukan urusan lo! Jodoh gue itu masalah pribadi gue dengan Tuhan!" jawabnya tak mau kalah. Rena lalu teringat satu film yang membuatnya semakin membenci seorang Galang Alehandro. Aktor tampan yang paling banyak membintangi film romantis di tahun 2006 ini. "Benar-benar sial, berdua di lift macet sama ... pemerkosa!" geramnya, meski pun pelan Galang bisa mendengar dengan jelas kata-kata yang dilontarkan gadis di sampingnya itu.    "Apa? Siapa yang elo maksud pemerkosa?" todong Galang tanpa basa-basi.    Rena, membulatkan kedua bola matanya ke arah suara kemudian berkata,  "kalau emang lo nggak ngerasa, ya udah!" ketus Rena dengan entengnya.    "Jelas aja pasti gue yang elo maksud, karena di tempat sial ini cuma ada gue, dan gue masih punya otak untuk nggak menyadari kata-kata sampah lo tadi."    "Nah, tuh tau, masih pakek nanya segala!" sahut Rena tanpa beban.     "Ya, tapi..., maksud lo apa ngomongin gue pemerkosa?!" tuntut Galang tak terima dituduh sebagai pelaku perbuatan yang paling ia benci. Galang tahu gadis itu hanya asal bicara, namun ia pun juga harus tahu apa alasan gadis yang tidak pernah ia temui sebelumnya itu dengan berani mengatakan dan menuduh yang tidak-tidak kepada dirinya.     "Hadeeeh..., kapan nih, liftnya jalan? Biasanya juga sebentar doang, sial!"    "Eh! Jangan sok ngalihin pertanyaan! Kenapa elo nyebut gue pemerkosa? Cepat jawab! Asal lo tau ya, gue.   bisa ngelaporin lo ke pengacara gue!" ancamnya. "Lagian, apa salah gue, sampe bikin elo benci banget sama gue? Ketemu juga baru sekarang."    "Nggak ada alasan bagi gue buat nggak benci sama pemerkosa!!!"    "Oke! Gue ngerti, elo pasti terobsesi sama cerita film terbaru gue yang ada adegan gue hampir memperkosa cewek. Hei, itu acting!" menghela napas kesal, "kita di dunia nyata, bukan di film itu. Itu bukan gue. Kalau elo ngerasa gue sama seperti Zack di film itu, elo salah." Memindahkan paper bag-nya dari tangan kanan ke kiri. "Oke, thank you, itu artinya acting gue bagus. Elo aja ampe kebawa-bawa ke dunia nyata!" katanya sombong. "Lagian... setelah kejadian itu, Zack berubah jadi orang baik."    Rena mulai nggak tahan menunggu lift, menggedor pintu lift berharap ada yang mendengar. "Akting?! Nggak yakin gue!" katanya mencibir, lalu memukul tombol lift.    Sedangkan Galang dengan cueknya bersandar malas, "Kalau reaksi lo begitu, berarti akting gue meyakinkan. Iya kan?" membungkuk ke arah Rena.    "Meyakinkan? Bukannya pengalaman?" sindir Rena dengan tatapan memicing dan menuding.     "Apa? Maksud lo, pengalaman ... apa?" tanya Galang, meyakinkan diri tak percaya dengan apa yang ia dengar.    "Kalau nggak pengalaman, nggak mungkin sehebat itu! Pengalaman mempermainkan perempuan dan... ujungnya memaksa--intim!"    "Jadi, elo nuduh gue pemerkosa beneran?!" Galang sudah tersulut emosi. "Dasar norak! Nggak tau akting! Emangnya kalau akting harus pengalaman? Terus, kalau jadi pembunuh, emang harus pernah membunuh beneran, gitu?!"    "Mungkin," Rena menjawab asal saja, kemudian semakin kuat menggedor pintu lift. "Tolong...! Liftnya mati nih, buka!" Rena sedikit pun tak menghiraukan emosi Galang.    "Gue udah nggak bisa mentolerir ucapan elo lagi. Gue nggak terima! Gue minta tarik ucapan lo, terus minta maaf ke gue. Atau..."    "Atau apa?" tantangnya.    "Gue laporin elo ke pengacara gue. Biar dia nyeret elo ke polisi! Dengan tuduhan ... pencemaran nama baik, dan perbuatan tidak menyenangkan!"    "Mana buktinya? Polisi butuh alat bukti dan saksi. Sedangkan elo, nggak punya."    "Terserah!" Galang semakin geram, "gue buktiin secepatnya, elo bakal di-pen-ja-ra!" Galang membelalak tepat di hadapan wajah Rena. "Gue kasih waktu sampe lift ini kebuka, tarik ucapan lo dan minta maaf. Ayo!"    "Oke. Elo denger baek-baek! PE-MER-KO-SA!"    Galang memasang wajah angker, mendorong tubuh Rena hingga tersudut ke satu sisi lift. "Heh, gue minta sekali lagi, tarik ucapan lo!" geramnya, mengacungkan jari telunjuk tepat di depan wajah Rena.    "Nggak!" jawab Rena dengan lantang tanpa ada rasa takut.     "Tarik!" paksa Galang.     "Nggak akan!" sahut Rena semakin lantang, kemudian mendongak untuk menatap wajah Galang.    "Elo!" Galang menahan ucapannya, "oke, gue buktiin kalau gue memang pemerkosa." Galang merapatkan tubuhnya pada Rena yang sudah tersudut di sisi lift, saat itu juga lift berjalan lagi. Mengunci tubuh Rena di antara dinding lift dan tubuhnya, menekan kuat kedua lengannya.    "Kamu mau apa???" geramnya, mendorong tubuh Galang yang kekar.    "Mau menjalankan tuduhan kamu!" ancamnya, paper bag terlepas dari tangannya. Lalu Galang nekat merapatkan bibirnya. Gerakannya yang cepat tak mampu membuat Rena mengelak. Pintu lift terbuka tanpa mereka sadari, dan entah kebetulan seperti apa, di depan pintu lift banyak wartawan yang hendak masuk lift.    Para wartawan infotainment dan majalah ingin meliput acara jumpa fans di lantai 4. Mereka tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas saat itu. Dengan kejelian mata mereka mengenali pria itu dan secepat kilat kamera memberondong mereka berdua saat itu juga. Ekspresi keterkejutan mereka pun berhasil ditangkap kamera.    Galang tercengang tak percaya lalu Rena sekuat tenaga mendorong tubuh Galang. Ekspresi wajah Rena campur aduk tak karuan lalu menerobos para awak media yang berusaha mengambil wajahnya yang ia tutupi dengan nota.    Wartawan mulai memberondong Galang dengan pertanyaan.    "Ini nggak seperti yang kalian kira!" kata Galang berusaha untuk menghindar. Wartawan tak peduli dan terus saja bertanya.    "Galang apakah dia kekasih Anda?"    "Sejak kapan kalian berhubungan?"    "Siapa nama kekasih Anda?"    Galang semakin tersudut bingung, kemudian mengambil paper bag yang terjatuh tadi dan segera berlari. Tak menjawab semua pertanyaan wartawan yang terdengar gila.    "Galang! Sepertinya dia mengenakan seragam SPG? Apakah kekasih Anda bekerja di sini?" wartawan tak menyerah sedikit pun untuk mendapat jawaban yang pasti.     Setelah endengar pertanyaan terakhir itu ia makin mempercepat larinya. Aktor yang sedang menjadi incaran media karena memiliki begitu banyak penggemar di Indonesia bahkan di Asia. Tentu saja kejadian tadi adalah berita besar bagi mereka dan harus diusut tuntas.    Rena sempat melihat Galang berlari keluar. "b******k!" makinya sambil mengusap bibir. Rena melihat rombongan wartawan mengejar sampai ke pintu.    Sampai di luar, wartawan tak menemukan di mana Galang, kemudian kembali ke dalam. Tak masalah bagi mereka meski tak mendapat konfirmasi dari Galang. Karena mereka sudah bisa membuat berita besar dengan gambar yang berhasil mereka dapatkan tadi. Justru karena tak ada konfirmasi apa pun mereka bisa bebas menyimpulkan.    Rena segera melanjutkan tugasnya yang tertunda karena Galang. Tapi dia punya alasan jika dimarahi. "Maaf Pak Hery, saya telat, lift-nya tadi sempat macet," kata Rena dengan gugup saat menyerahkan nota kepada Pak Hery.     "Ya, terima kasih!" jawab Pak Hery, ia bergeming.    "Permisi."    Rena segera kembali ke tempatnya di lantai 3. Ia memilih lift yang berbeda. Semua ini membuatnya tak percaya, baik apa yang dia lakukan pada Galang atau pun apa yang telah Galang lakukan padanya. Rena menyalahkan diri sendiri. Kenapa dia bersikap bodoh, dan nekat seperti tadi. Ia menelan ludah yang terasa kering di kerongkongan, seperti habis tercekik. Semua itu mungkin ada hubungan dengan obsesinya menjadi pengacara? Ketika melihat tindak kejahatan di dalam film itu, ia seolah ingin jadi pembela bagi si korban, terlebih lagi korban adalah perempuan. Lift berhenti, ia segera keluar berusaha bersikap wajar. Ternyata di kassa-nya sudah ada Silvia manajernya.    "Kok, lama?" selidik Silvia dengan mengernyitkan alis matanya yang lentik.     "Oh? Em...," Rena terlihat gugup, "itu... liftnya mati!"    "Lagi?" Silvia menggeleng, "Pantesan aja muka kamu sampai pucat gitu. Ya sudah, nanti aku laporkan ke tekhnisi. Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya silvia khawatir.    "Nggak. Tapi..., aku permisi ke toilet."    "Oke. Silahkan!" balas Silvia.     Rena mencuci wajahnya dan berkali-kali mengusap mulutnya., dan kemudian menatap bibir mungil merahnya di cermin.    "Kenapa juga gue pakek ngomong gitu ke dia, sih! Begok...!!!" sesal Rena.     Kebencian yang begitu besar membuatnya nekat berkata seperti itu ketika ia berhadapan langsung dengan sosok yang selama ini sangat ia benci, yang baginya sangat menjijikkan. Baginya seorang aktor tak lepas dari pergaulan bebas dan glamour. Dan parahnya lagi kebanyakan dari mereka tak menghargai wanita.  __ Galang Alehandro Aktor dengan sejuta prestasi dan sensasi. *** Hai, aku kembali Up-date cerita ini Semoga suka.  Dan plis vote and coment di sini ya Salam hangat  Dian
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD