5. Pervert Lecturer

1279 Words
Kayla lagi-lagi keluar dari ruangan Felix dengan perasaan kesal. Dia tidak menyangka seorang dosen bisa bersikap tidak terhormat seperti itu. Apalagi tadi Felix memintanya untuk melayani hasrat laki-laki itu. Benar-benar tak masuk akal. Harusnya jika Felix membutuhkan seseorang untuk tempat penyaluran hasratnya dia segera menikah. Bukan malah mencoba mencari keuntungan darinya. Sampai kapan pun dia tidak akan mau menjadi pelampiasan nafsu birahi laki-laki itu. Cukup sekali saat dia mabuk saja. Jangan ada kali-kali berikutnya. Kayla berjalan sambil menghapus air mata yang tiba-tiba membasahi pipinya. Dia yang di sini dirugikan karena sudah kehilangan keperawanannya. Sementara Felix, Kayla tidak tahu apakah dosennya itu masih perjaka atau tidak. Tetapi meskipun Felix masih perjaka, toh tidak ada bekasnya. Dia akan masih sama seperti sebelumnya. Berbeda dengan keadaannya yang tak pernah sama lagi biar bagaimanapun caranya. Harusnya dia yang menuntut pertanggung jawaban, tetapi kenapa malah jadi sebaliknya. Felix yang seolah mencari keuntungan dari apa yang telah mereka alami. Kayla kesal menyadari perkataan Felix ada benarnya. Dia tidak mungkin melaporkan laki-laki itu ke polisi kalau tidak ingin nama baiknya ikut rusak. Karena jika dia melaporkan hal itu, pastinya apa yang sudah mereka lakukan pun akan terungkap. Bahkan orang tuanya bisa tahu kalau dia sudah tidak perawan lagi. Dia juga tidak tahu harus berkata seperti apa kepada Abizar. Dia takut akan ditinggalkan. Selama mereka berpacaran Abizar selalu mencintai dan menyayanginya. Tak pernah sekalipun laki-laki itu menyakiti hatinya. Tapi kini apa yang telah dia lakukan? Dia bahkan tidak bisa menjaga kehormatannya. "Kayla? Lo kenapa?" Kayla menghentikan langkahnya dan menghapus air matanya. Dia tidak ingin Aurel melihat keterpurukannya saat ini. "Gue gak apa-apa kok, Rel," jawab Kayla mencoba untuk tersenyum. "Lo yakin?" "Iya gue duluan ya," pamit Kayla. Dia pun langsung pergi begitu saja meninggalkan Aurel. Sementara Aurel terlihat mengulas senyum liciknya. "Lo tunggu aja kehancuran lo Kay!" *** Semenjak pulang dari kampus sore tadi Kayla tak penah keluar lagi. Dia mengurung diri di dalam kamar. Bahkan makan malam dia lewatkan begitu saja. Iyel dan Shilla yang menyadari hal itu pun tentunya bingung. Karena selama ini tak pernah Kayla seperti itu. "Kakak kamu kenapa sayang?" tanya Shilla pada Aqila. Siapa tahu saja Aqila tahu apa yang dialami kakaknya itu. "Tadi sih habis pulang dari kampus langsung kayak gitu, Bund. Pas perginya juga buru-buru," jawab Aqila yang membuat Shilla semakin bingung. "Mungkin kak Kay sibuk sama skripsinya, Bun," celetuk Farel, anak bungsu Shilla dan Iyel. "Iya apalagi tadi pas pulang kayaknya kesel banget gara-gara banyak revisi," sahut Azril. "Bisa jadi sih ya. Belakangan ini kayaknya dia sibuk banget sama skripsinya itu," kata Shilla membenarkan. "Ya udah nanti biar Ayah yang bicara sama Kayla sekalian bawain dia makan," ujar Iyel. Setelah selesai makan, dia pun membawa makanan yang telah disiapkan Shilla untuk Kayla. Iyel mengetuk pintu kamar putrinya itu dengan sebelah tangan, sementara tangan yang sebelahnya lagi masih memegang nampan berisi makanan dan minuman untuk Kayla. "Kayla, ini Ayah sayang." "Bentar, Yah," sahut Kayla. Dia langsung menghapus air matanya lalu membuka laptop dan buku yang ada di atas tempat tidurnya. Setelah itu dia melangkah untuk membukakan Ayahnya pintu. "Kok gak ikut makan di bawah?" tanya Iyel seraya memasuki kamar putrinya. Dia meletakkan nampan yang dia bawa di atas nakas. Lalu dia membimbing Kayla untuk duduk bersebelahan di tepian kasur. "Kayla lagi gak nafsu makan, Yah." Iyel melirik tempat tidur Kayla yang berantakan dengan buku dan laptop yang masih terbuka. Dia mengelus rambut Kayla dengan sayang. Matanya memandangi wajah perpaduan antara dirinya dan Shilla itu. "Jangan terlalu dipaksain ngerjain skripsinya sayang. Kamu harus tetap mentingin kesehatan kamu juga. Kalau waktunya makan ya stop dulu. Ayah gak mau kalau sampai kamu sakit," ujar Iyel lembut. Rasanya baru kemarin dia menggendong Kayla waktu masih bayi. Tapi kini putrinya itu sudah tumbuh menjadi wanita yang mulai beranjak dewasa. "Iya, Ayah." Kayla melingkarkan tangannya ke pinggang Iyel. Sementara kepalanya dia sandarkan di bahu Ayahnya. Ingin sekali dia bercerita tentang apa yang dia alami, tapi dia takut akan membuat Ayah dan Bundanya kecewa. "Kamu kenapa, Sayang? Kamu lagi ada masalah ya?" tanya Iyel. Dia mengelus punggung anaknya itu. Entah kenapa dia merasa ada yang tidak beres dengan putrinya itu. "Enggak kok, Yah. Kayla cuma kangen dimanja sama Ayah aja," jawab Kayla berbohong. Dia mencoba menahan agar tidak menangis saat ini. Sementara Iyel langsung meraih Kayla ke dalam pelukannya. Dikecupnya puncak kepala putrinya itu dengan sayang. "Sebentar lagi mungkin bukan sama Ayah lagi kamu bermanja-manja kayak gini, Sayang. Mungkin sama suami kamu kelak." "Ayah jangah bicara kayak gitu. Sampai kapan pun Kayla cuma bisa bermanja-manja sama Ayah." "Ayah sayang sama kamu. Kamu itu malaikatnya Ayah sama Bunda." Iyel mendaratkan kecupannya di kening Kayla. Lalu dia lepaskan pelukan diantara mereka. "Makan dulu ya. Atau mau Ayah suapin?" tanya Iyel. Dia beranjak hanya untuk mengambilkan makanan itu. "Ga usah yah, Kayla bisa sendiri." "Ayah suapin aja ya. Udah lama juga Ayah gak pernah nyuapin kamu lagi," bujuk Iyel. Kayla pun mengangguk saja. Dalam diam dia menatap Ayahnya. Dia sangat mengagumi sosok lembut seperti Ayahnya. Dan dia berharap bisa memiliki suami seperti Ayahnya pula. Abizar sebenarnya hampir mirip sifatnya dengan sang Ayah. Hanya saja setelah kehilangan keperawanannya dia menjadi ragu kalau Abizar bisa menerima kekurangannya. Dia menjadi tidak percaya diri karena kehilangan kehormatan. Shilla yang berada di ambang pintu tersenyum melihat interaksi suami dan anak sulungnya. **** Kayla menatap kertas skripsinya dengan pandangan nanar. Dia tidak tahu akan jadi seperti apa skripsinya. Sementara sang dosen pembimbing seperti itu. Kayla jadi ragu untuk menemui dosen itu. Yang ada nanti dia malah dilecehkan lagi. Tapi kalau dia diamkan saja pun skripsinya tidak akan pernah selesai sampai kapan pun. "Sial! Kenapa harus dia sih dosen pembimbing gue!" rutuk Kayla. Dia mengacak rambutnya karena frustrasi. Selama ini hidupnya baik-baik saja. Sampai tiba malam itu. Malam di mana yang merubah kehidupannya menjadi kacau. "Gue harus gimana?" Kayla benar-benar bingung sekaligus frustrasi karena tidak tahu harus bagaimana. Tapi yang jelas dia tidak akan menuruti keinginan gila dosennya itu. Biarlah dia berjuang susah payah untuk skripsinya. *** "Kamu berubah pikiran?" Pertanyaan itu langsung menyambut Kayla begitu dia masuk ke ruangan Felix. Biar bagaimanapun dia ingin skripsinya cepat selesai. Tapi tidak dengan melayani nafsu sialan laki-laki itu. "Maaf sebelumnya, Pak. Sampai kapan pun saya gak akan menyetujui kesepatan gila bapak itu!" ujar Kayla dengan penuh penekanan. Kenapa dari sekian banyak dosen harus Felix yang menjadi dosen pembimbingnya. Dan kenapa pula laki-laki itu terlalu m***m hingga menawarkan kesepakatan menjijikan itu. "Oke, terus kamu mau apa kesini?" Kayla bisa melihat Felix mengangguk. "Saya mau ngasih revisian bapak kemarin," ujar Kayla mencoba tetap teguh pendirian meskipun Felix mungkin akan mempersulitnya. "Saya lagi sibuk. Lain kali saja." Kayla terbelalak. Padahal yang dia lihat dosennya itu santai-santai saja. Sepertinya ini hanya akal-akalan dosen itu. "Saya mohon, Pak. Tolong jangan campur adukan masalah perkuliahan dengan masalah pribadi. Kalau bapak memang menginginkan pelepasan bapak bisa 'kan nyari perempuan di luar sana yang memang mau. Tolong jangan persulit saya pak," lirih Kayla. Berharap dosennya itu mau berbaik hati. "Tapi saya maunya kamu." Kayla tak tahu harus berkata apa. Selama ini dia tidak pernah dilecehkan secara langsung begini. Apalagi Abizar sangat menghormatinya sebagai seorang wanita. Kayla melangkah mundur saat melihat Felix bangkit dari kursinya lalu melangkah semakin dekat ke arahnya. Dia terus mundur hingga tak sadar kalau sudah terhalang pintu. Sementara Felix terus maju. Dia menatap Kayla dengan tatapan yang tidak bisa Kayla artikan apa itu maksudnya. Kayla semakin ketakutan saat Felix mengurungnya. Laki-laki itu menghimpit Kayla diantara tubuhnya dan dinding. Sementara wajahnya Felix dekatkan dengan wajah Kayla. "Kamu bisa ngerasain 'kan di bawah sana saya bahkan sudah mengeras karena kamu?" Ucapan m***m dosennya itu disertai dengan aksi Felix menekankan selangkangannya yang memang sudah mengeras di pangkal paha Kayla. Sial! Seumur-umur Kayla tidak pernah diperlakukan seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD