Tiffa harus fokus untuk menjaga matanya tertuju pada altar. Ia mengeraskan rahang, takut mulutnya akan semakin mengatakan hal yang tidak perlu. Kakinya juga terasa seperti galah karena kaku sekali digerakkan. Semua derita karena gugup itu tidak dirasakan oleh Vian yang justru berulang kali mendengus kasar. “Ck! Saat aku menikah nanti, kau harus memperlakukanku lebih spesial dari ini. sepuluh kali lipat.” Tiffa malas menanggapi. Setelah ia tiba di bawah altar, Vian mengangkat tangan kakaknya perlahan untuk menaiki tangga. Sedangkan Rivaille disana menelan ludahnya gugup. Tatapan mereka belum lepas sejak pertama mereka bertatap muka hari ini. Lihatlah betapa indahnya makhluk itu. Semakin dekat dilihat semakin cantik. Vian yang berdiri mengantar kakaknya itu memberikan pegangan tangan ka

