Yang ketiga adalah setan

1829 Words
Sudah hampir 1 tahun Mourent tidak pernah menerima tamu siapapun di dalam apartemennya kecuali kurir dan tukang yang sengaja dipanggil oleh Mourent untuk membenarkan jika ada beberapa masalah yang terjadi di dalam apartemennya dan baru kali ini bel apartemennya berbunyi lagi setelah sekian lama. "Siapa? Seingat ku aku tidak belanja online apapun," tanya Mourent pada dirinya sendiri yang sedang merebahkan tubuhnya di ruang tengah. Mourent beranjak dari duduknya dan segera membuka pintu untuk tamu yang tidak diundang dan betapa terkejutnya ketika dia membuka pintu yang ditemuinya adalah seorang laki-laki yang sama sekali tidak asing untuk dirinya. "A Wan? Yoseph?" Mourent sama sekali tidak menyangka jika A Wan akan datang berkunjung ke apartemennya setelah Mourent undangannya 1 tahun yang lalu namun dia datang bersama dengan teman satu kamarnya. "Assalamualaikum," ucap A Wan. "Waalaikumsalam, masuk." Mourent bingung harus berekspresi seperti apa dia cukup kaget dan tidak menyangka jika A Wan pada akhirnya akan berkunjung ke apartemennya setelah sekian lama namun dia juga bingung harus berbuat apa karena dia sama sekali tidak ada persiapan ketika A Wan akan datang terlebih dia membawa seorang teman. "Hallo ...," ucap Yoseph sambil melambaikan tangannya. "Hallo, silahkan masuk," jawab Mourent pada Yoseph. "Kenapa tidak menghubungi aku dulu jika akan datang?" ucap Mourent ketika mereka sudah duduk dengan nyaman di sofa. "Suprise," jawab A Wan. "Maaf sebelumnya," Potong Yoseph. "Bisakah saya pinjam kamar mandi, A Wan tidak memberikan kesempatan untukku untuk ke kamar mandi, aku baru saja datang dan dia langsung menyeret ku untuk ikut kemari." "Tentu saja, kamar mandinya ada di sebelah dapur," ucap Mourent. "Terimakasih," ucap Yoseph langsung beranjak dari duduknya. "Jangan lama-lama," sahut A Wan. "Wan, aku hanya pergi ke toilet bukan akan berlibur, aku hanya butuh beberapa menit saja untuk ke kamar mandi, mengapa kamu begitu posesif padaku tenang saja aku tidak akan meninggalkanmu. Aku padamu," ucap Yoseph sambil memengang perutnya yang sudah tidak tertahankan. "Dia masih bisa bicara panjang lebar meskipun sedang terdesak," gumam A Wan sambil melihat Yoseph yang segera menghilang ke kamar mandi. "Dia dasarnya banyak bicara," sahut Mourent. "Over." "Sedikit," jawab Mourent sambil tertawa kecil kemudian dia nampak serius melihat A Wan yang duduk di depannya. "Kenapa tiba-tiba datang, apakah ada yang penting? Bagaimana jika aku tidak ada di apartemen?" "Miss sedang libur bekerja tentu saja Miss akan ada di apartemen bukan kami sejak sering mengatakan jika tidak bekerja misalnya akan menghabiskan waktu untuk beristirahat dan tidak ingin ke mana-mana." "Ingatan mu sangat baik," puji Mourent. "Aku berusaha apapun yang menyangkut tentang Miss aku akan mengingatnya dengan baik agar tidak ada kesalahan kedepannya." "Mulai," Gumam Mourent. Meskipun Mourent nampak kesal karena A Wan selalu mempunyai cara untuk membuatnya merasa malu namun sebenarnya Mourent masih sempat tersanjung karena dia merasa kan begitu di inginkan dan dipuja, Mourent adalah seorang wanita yang normal. Tentu saja dia menginginkan seseorang yang akan memanjakannya dan mencurahkan kasih sayang hanya untuknya. "Apakah ini rasanya di prioritaskan?" tanya Mourent di dalam hatinya. "Miss?" panggil A Wan membuat Mourent kembali ke dunia nyata. "Ya?!" "Saya sudah bicara pada Bunda dan alhamdulillah Bunda setuju dengan pilihan saya." "Lalu?" "Kita akan ke Jepang akhir tahun ini untuk meminta restu kepada Bunda sebelum kita menikah." "Kita ke Jepang?" Mourent begitu terkejut. "Kenapa harus ke Jepang?" tanya Mourent binggung. "Bunda sudah lama tinggal di Jepang dengan saudara perempuan saya." "Saya kira orang tua kita sama-sama di Banyuwangi?" tanya Mourent. "Dulu, tapi sekarang Bunda ada di Jepang." Mauren terdiam dia jika mendengar kata Jepang Maka langsung teringat akan Yang Rou We namun Yang Rou We tidak ada hubungannya dengan orang tua A Wan yang tinggal di Jepang, ini adalah hal yang baru A Wan tidak pernah mengatakan jika ibunya tinggal di Jepang Mourent kira setiap hari mereka mereka berhubungan jika Ibu A Wan berada di Banyuwangi seperti dulu tapi ternyata wanita itu berada di Jepang yang jauh disana melewati laut yang begitu luas. Beberapa hari yang lalu mereka membahas akan meminta restu orang tua mana dulu, dan Mourent menyarankan untuk mendatangi ibunda A wan karena dia belum siap jika harus bertemu kepada keluarganya sendiri. Ada ketakutan jika Bunda A Wan tidak menerimanya sebagai calon menantunya karena status yang dimiliki oleh Mourent saat ini. Padahal ketakutan yang dia miliki tidak seberapa daripada menghadapi keluarganya sendiri, karena Mourent sangat mengenal keluarganya dia memiliki ketakutan bagaimana jika A Wan dibandingkan dengan Hanan mantan suaminya, terlebih keluarganya belum tahu jika Mourent sudah lama berpisah dengan Hanan. Masalah itu saja sudah akan menimbulkan beberapa masalah, belum lagi ayah Mourent yang begitu bangga kepada Hanan tentu saja tidak sebanding dengan A Wan yang hanya pegawai perusahaan swasta biasa. Apalagi A Wan lebih muda dari Mourent. Akan ada banyak alasan yang bisa di gunakan oleh keluarga untuk membandingkan A Wan dan Hanan. Mourent benar-benar tidak siap dengan itu. Jika saja dia bisa menikah diam-diam tanpa wali aslinya dan menggunakan wali hakim untuk menikahkan dia dan A Wan yang seharusnya dilakukan oleh ayahnya mungkin pikirannya saat ini tidak akan begitu mengalami banyak tekanan meskipun itu bisa dilakukan namun Mourent tidak akan melakukannya karena dia masih punya wali yang sesungguhnya yaitu ayahnya dan juga saudara laki-lakinya. Masalah ini cukup rumit dan semuanya dibuat oleh Mourent sendiri dia menyesal kenapa selama ini dia tidak menyelesaikan masalahnya satu demi satu, jika sejak dulu dia mengatakan kepada keluarganya bahwa dia sudah berpisah dengan Hanan mungkin keadaan ini tidak serumit yang dipikirkan oleh Mourent. "Memangnya kita harus pergi Jepang?" tanya Mourent. "Tidak harus," jawab A Wan. "Anggap saja kita sedang liburan, Aku juga merindukan Bunda dan juga anak ku." "Ha?" Mourent memasang wajah tidak mengerti ketika A Wan mengatakan kata anak ku. "Dia putra saudara perempuanku namun aku adalah walinya." "Aku belum mengerti," jawab Mourent. "Aku akan menceritakan nanti, tapi sebelumnya bisakah Miss memberikan aku beberapa suap makanan yang pernah kamu janjikan padaku saat ini." "Apa? Aku janji apa padamu?" "Bukankah Miss sendiri yang mengatakan jika aku datang berkunjung ke apartemen Miss, Miss akan memasak untukku?" "Oh, itu. Tentu saja, aku harap ada beberapa bahan makanan yang tersisa di kulkas." Mourent langsung berdiri dan menuju kulkas yang ada di dapur dia sudah melupakan tentang anak yang dikatakan anak oleh A Wan dia terfokus dengan janjinya yang dia ucapkan pada A wan yang di masa lampau. "Aku tidak memiliki banyak bahan makanan karena aku sendirian dirumah dan juga aku bekerja di dapur Tentu saja aku jarang sekali makan di rumah hanya apa hanya ada beberapa potong sayuran dan dan ikan itupun aku tidak jamin jika ini masih segar," ucap Mourent sambil memeriksa isi kulkasnya. "Apapun yang dimasak oleh Misha aku akan memakannya aku lupa tidak makan siang hari ini," sahut A Wan. "Baiklah, bagaimana dengan nasi goreng? Lain kali aku akan memasak yang lebih jika ada bahan masakan yang lengkap?" "Tolong buatkan satu porsi ektra cabe untuk ku," Yoseph yang baru saja datang dari toilet langsung memesan pada Mourent. "Tentu," Mourent langsung mengiyakan keinginan Yoseph. A Wan menolak untuk berkomentar pada teman satu kamarnya itu namun dia hanya menggeleng kecil sambil sambil melipat tangannya di depan dadanya dan mengawasi Yoseph. "Jangan melihatku seperti itu Wan, Aku baru saja keluar dari toilet tentu saja aku masih memiliki banyak ruang untuk hidangan yang akan dibuatkan saudara iparku meskipun aku baru saja makan sebelum datang kemari," jawab Yoseph sambil mengangkat dagunya ke arah A Wan yang hanya duduk mengawasinya. A Wan tidak bicara sepatah kata pun namun Yoseph menjawabnya panjang lebar mengerti akan tatapan yang diberikan A Wan padanya. "Hitung-hitung satu porsi adalah upahku menemanimu kemarin." "Sangat perhitungan," jawab A Wan. Itu hanyalah ucapan belaka yang keluar dari mulut A Wan karena sesungguhnya Yoseph bukanlah seseorang yang perhitungan Dia adalah seorang yang sangat loyal terlebih kepada awan dia sama sekali tidak memperhitungkan uang ataupun waktu yang dihabiskan bersama dengan A Wan. Mourent pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk kedua tamunya, sedangkan Yoseph duduk di samping A Wan yang sedang duduk dengan tenang di atas sofa sambil memperhatikan punggung Mourent yang bisa dilihat dari tempatnya duduk. "Dia sangat cantik," ujar Yoseph sambil ikut melihat Mourent yang masih sibuk di dapur. "Jaga pandanganmu dari calon istriku," jawab A Wan begitu dingin. "Kapan kalian akan menikah?" Yoseph sama sekali tidak terkejut ketika A Wan mengatakan jika Mourent adalah calon istrinya Karena dia sudah mengetahui gelagat yang dilakukan oleh A Wan terhadap Mourent hanya saja ketika A Wan langsung mengatakan jika Mourent adalah calon istrinya, Yoseph begitu bersemangat seakan dia yang akan menikah dengan Mourent bukannya bukannya A Wan. A Wan tidak pernah memperlakukan wanita begitu spesial seperti yang dilakukan terhadap Mourent tentu saja Yoseph bisa menebaknya jika Mourent adalah wanita spesial bagi A Wan dan tentu saja A Wan berharap bisa menjadi pasangan hidup Mourent melihat bagaimana A Wan begitu tekun beribadah dan tidak pernah memainkan seorang perempuan. "Kami belum tahu, tapi mungkin secepatnya setelah kita pergi ke Jepang." "Siapa yang akan ke Jepang?" Yoseph cukup terkejut dengan pengakuan A Wan. "Kami," jawab A Wan sambil menunjuk dirinya sendiri kemudian menunjuk Mourent. "Kapan?" "Liburan akhir tahun ini," jawab A Wan. "Aku ikut," ucap Yoseph dengan percaya diri dan juga tidak tahu malu. "Bukankah kamu mengatakan beberapa menit yang lalu jika tidak ingin menjadi obat nyamuk, bagaimana kamu sekarang ingin ikut kami ke Jepang kamu ingin menjadi obat nyamuk beberapa hari?" jawab A Wan kesal. "Bukankah kamu mengatakan padaku jika ada laki-laki dan perempuan bersama yang ketiganya adalah setan maka aku harus menjadi ketiganya agar tidak ada setan di antara kalian." "Kenapa kamu bisa hafal hadis itu di waktu yang tidak tepat," gumam A Wan sambil menutup mata dengan telapak tangannya sendiri. "Kakak ipar," Yoseph sedikit berteriak pada Mourent dan anehnya Mourent menoleh meskipun ini adalah kali pertamanya Yoseph memanggilnya dengan sebutan Kakak ipar. "Aku akan ikut dengan kalian ke Jepang, tenang saja masalah tiket aku akan membelikan semua untuk kalian." "Sombong," celetuk A Wan. "Biar saja, aku melakukannya demi Kakak iparku bukan untuk mu," jawab Yoseph dengan wajah tengilnya. "Siapa yang mengijinkan mu memangil calon istri ku dengan sebutan Kakak ipar?" "Aku sendiri," jawab Yoseph sangat percaya diri. Mourent hanya tersenyum melihat pertikaian yang dilakukan oleh A Wan dan Yoseph, dia hanya sebagai penonton Mourent cukup bahagia melihat apartemen ini tidak lagi sunyi senyap seperti biasanya karena kehadiran A Wan dan Yoseph yang cukup membuat kegaduhan. Masakan Mourent segera jadi tidak membutuhkan waktu lama Mourent segera menyajikan 3 porsi nasi goreng rumahan untuk kedua tamunya dan juga untuk diri sendiri. "Waahhh ... sepertinya ini sangat lezat," ucap Yoseph yang langsung menghampiri Mourent yang berada di dapur ketika melihat Mourent sudah siap dengan hidangan sederhananya. "Maaf hanya nasi goreng karena tidak ada bahan makanan yang ada di rumah Mungkin lain kali jika ada bahan makanan yang lebih lengkap aku akan memasakkan hidangan yang berlebih untuk kalian berdua." "Hanya untuk ku," sahut A Wan yang berada di belakang Yoseph. "Dasar pelit," jawab Yoseph. "Biar," jawab A Wan ketus. Meskipun A Wan dan Yoseph nampak terus beradu mulut namun mereka tetaplah akur karena hanya mulut mereka saja yang bertengkar namun tidak demikian hati mereka. Persahabatan yang seperti inilah yang nantinya akan bertahan lama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD