Obat nyamuk

1201 Words
Alwa menatap wajah putranya melalui layar besar di depannya, senyumannya begitu merekah sejak sambungan Vidio Coll itu terhubung. "Nampaknya putra Bunda sedang bahagia? Apakah kamu dapat promosi?" tanya Alwa mencoba menyelidiki. A Wan masih terus tersenyum, dia tidak langsung menjawab. Ada Yang Rou We di belakang Alwa yang sedang berusaha menyuapi Karim sambil bermain. "Tidak," jawab A Wan lembut. "Lalu apa, biasanya kamu langsung cerita jika mendapatkan kabar baik." "Emm ... sebenarnya, Bunda." Alwa menunggu A Wan melanjutkan bicaranya dengan sabar, ketika A Wan mencoba menyusun kalimat yang napas untuk berbicara pada ibunya. "Ada seseorang yang aku sukai," ucap A Wan lirih, dia sedikit malu karena bagaimanapun Yang Rou We juga bisa mendengarnya. "Alhamdulillah, siapa?" Alwa menyambut baik kabar itu. "Bunda pernah bertemu dengannya, insyaallah dua kali." "Siapa? Bicaralah yang benar bunda tidak memiliki IQ tinggi jadi bisa mengingat orang dengan baik. "Wanita yang bunda temui di cafe tempat A Wan bekerja dulu saat bunda datang ke Jogja." Alwa mencoba memutar otaknya dan mencoba mengingat namun itu sudah terlalu lama dan Alwa tidak menemukannya. "Lupa," ucap Alwa putus asa. "Bunda pasti ingat, dia wanita yang sering aku ceritakan, dia pembimbing bahasa Inggris A Wan." "Miss ...?" hanya itu yang di ingat Alwa karena A Wan sering menyebutnya Miss bukan namanya. "Iya, Miss Mourent." "Tunggu ... bukankah dia ...?!" "Sudah bercerai satu tahun yang lalu." Alwa tidak langsung menjawab dia tidak juga berani menatap mata putranya dia masih berpikir, mengumpulkan ingatannya tentang wanita bernama Mourent. "Mengapa mereka bercerai?" "Tidak tahu dan A Wan tidak bertanya," jawab A Wan. "A Wan butuh satu tahun penuh untuk mengejarnya dan baru kemarin dia menerima lamaran A Wan," imbuh A Wan, dia sedikit gugup ketika melihat Alwa tidak banyak bereaksi. Mau bagaimanapun Alwa adalah orangtua tunggal A Wan meskipun A Wan sudah mengambil keputusan untuk melamar Mourent namun ketika wanita itu mengatakan tidak maka A Wan pun akan menuruti meskipun ada perang batin di dalam dirinya, A Wan adalah seorang pemuda yang patuh kepada ibunya jika ibunya bilang iya maka A Wan akan lanjut jika ibunya mengatakan tidak maka dia akan mengambil arah lain. Yang Rou We yang berada di belakang Alwa mencoba menenangkan Karim agar tidak membuat keributan mereka berdua mencoba tenang memberikan waktu untuk Alwa dan juga A Wan untuk membahas sesuatu yang serius, sebenarnya Yang Rou We ingin pergi untuk memberikan waktu mereka berdua tapi itu akan terlihat mencolok hingga ia memutuskan untuk lebih baik diam dan tetap melanjutkan menyuapi Karim sambil bermain namun berusaha tidak membuat kegaduhan. "Putra Bunda sudah dewasa kamu pasti tahu mana yang baik dan mana yang buruk kamu sudah mengenalnya lama jika Itu memang terbaik Bunda hanya bisa mendukungmu," ucap Alwa seraya tersenyum pada A Wan. "Terimakasih Bunda." "Kapan kalian akan menikah?" "Belum tahu, aku sudah membahasnya dengan Miss Mourent karena akhir tahun ini aku punya cuti panjang aku berniat akan mengunjungi Bunda dan juga Kakak We di Jepang setelah itu barulah kami akan pergi ke Banyuwangi untuk meminta restu dari keluarga Miss Mourent." "Kamu akan datang?" tanya Alwa begitu antusias. "Insyaallah." "Bunda akan menunggumu, sebenarnya beberapa kali Nona We menawari Bunda untuk pulang kampung Nona We akan mengambil cuti dan menemani pulang kampung namun Ibu cukup trauma ketika naik pesawat saat datang ke Jepang kepalaku pusing sepertinya Bunda tidak cocok naik pesawat tapi kalau naik kapal laut itu akan memakan banyak waktu. "Bunda hanya belum terbiasa." "Mungkin saja." "Bunda tidak perlu khawatir jika Bunda tidak bisa pulang kampung maka A Wan yang akan datang kesana dan akan datang bersama dengan calon menantu Bunda." "Kamu punya cukup uang saku untuk datang ke sini?" "Bunda jangan remehkan putramu ini, aku melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu, jadi Bunda tidak perlu khawatir uangku lebih dari cukup jika hanya untuk memberi dua tiket pulang pergi ke Jepang." "Uang penting, namun kesehatan lebih penting." "A Wan tahu." Yang Rou We memiringkan kepalanya agar bisa melihat wajah a lebih jelas sambil tersenyum dia berseru. "Aku akan menjemputmu di airport." "Terimakasih." "Dan selamat. Sepertinya Karim akan segera punya Ibu." "Doakan saja." Yang Rou We mengangkat tubuh Karim dan berbicara pada balita yang mulai bisa bicara itu. "Karim akan segera punya Ibu baru. Ada Uti, ada Mama dan nanti ada Ibu, banyak sekali yang akan menyayangi Karim." Yang Rou We sudah menganggap A Wan sebagai saudara laki-lakinya sendiri jadi ketika A Wan bertemu seseorang yang akan menjadi pendamping hidupnya tentu saja dia akan ikut berbahagia. Meskipun selama ini mereka hanya berkomunikasi melewati telepon dan tidak pernah benar-benar hidup bersama sebagai layaknya saudara namun Yang Rou We begitu menyayangi dan juga menghormati A Wan sebagai putra dari Alwa dan Ayah untuk Karim dan juga A Wan adalah orang yang sudah berjasa besar dalam kehidupannya jika saja waktu itu A Wan tidak menolongnya dan membawanya pulang mana mungkin kehidupan Yang Rou We sekarang menjadi baik-baik saja dan dan damai seperti saat ini. Yang Rou We tidak bisa membayangkan jika waktu itu dia tidak bertemu dengan A Wan, Yang Rou We tidak tahu apa yang akan terjadi di dalam kehidupannya saat ini mungkin bisa saja Yang Rou We mengambil keputusan yang salah dan fatal karena keputusasaan yang dia alami karena tidak kuat menerima cobaan yang bertubi-tubi. "Aku akan menunggu kalian di sini," ucap Yang Rou We pada A Wan. "Aku juga akan mempersiapkan semuanya, ketika libur akhir tahun kami sudah siap untuk berangkat ke sana." A Wan mengatakan beberapa kata kepada ibunya dan juga saudara perempuannya sebelum menutup panggilan itu dia sudah bahagia sebelum menghubungi mereka dan saat ini dia lebih bahagia lagi sampai tidak bisa menyembunyikan senyumnya hingga Yoseph yang baru saja masuk keheranan melihat tingkah teman sekamarnya itu yang nampak aneh. "Ada apa denganmu?" ucap Yoseph sambil menaruh semua belanjaannya. A Wan tidak menjawab Dia hanya tersenyum ke arah temannya itu sudah terbiasa tidak mendapatkan respon dari A Wan namun ketika dia mendapatkan senyuman yang cukup lebar dari A Wan dia cukup speechless dan malah bertanya-tanya. "Ada apa denganmu?" Yoseph semakin menaikkan suaranya. "Apa?" A Wan malah balik bertanya. "Kenapa kamu tersenyum seperti itu, aku sudah terbiasa dengan wajah datar mu tanpa senyuman dan kini kamu tersenyum malah membuatku takut, aku takut kamu kesambet jin yang ada di ruangan ini." "Ayo ikut aku," ucap A Wan sambil beranjak dan meraih pergelangan tangan temannya. "Mau kemana?" tanya Yoseph sambil mengimbangi langkah A Wan dan Yoseph menyempatkan tangannya meraih tas yang baru saja dia taruh di atas meja. "Apartemen Miss Mourent," jawab A Wan. "Apartemen Miss Mourent?" tanya Yoseph masih terus berjalan karena A Wan menariknya sampai mereka berhenti di dekat Motor milik Yoseph. "Tidak A Wan, aku tidak mau jadi obat nyamuk untuk kalian yang sedang pacaran." "Siapa yang pacaran." "Apapun mamanya ataupun istilahnya tetap saja kalian akan kamu akan bertemu dengan wanita yang kamu cintai dan aku hanya sebagai pengantar dan juga saksi mata hidup aku tidak mau ...," ucap Yoseph setengah berteriak. "Apakah aku pernah menyusahkan mu sebelumnya?" "Ti ... ti ... tidak," jawab Yoseph sambil mengingat kapan terakhir kali A Wan menyusahkan dirinya. "Ini yang pertama kalinya." "Iya," jawab Yoseph putus asa. "Keputusan sudah di ambil." "Aku lebih baik mencuci pakaianmu daripada ikut denganmu berkencan," Yoseph saat ini ingin menangis namun tatap saja dia duduk di jok belakang sambil memegangi kedua pundak A Wan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD