Kebodohan Yang Ruo We

1507 Words
Laki-laki itu menatap wanita yang sedang berjalan ke arahnya dengan mengunakan gaun pengantin berwarna putih yang sangat indah, wajahnya terlihat sangat cantik. Senyuman lebar menghiasi langkah demi langkahnya, kedua tangannya memegang buket bunga kecil yang merah merona sangat kontras dengan gaun yang dia kenakan. Dia bak dewi dari langit yang turun hanya untuk dirinya, namun hati Hanan sama sekali tidak tergerak oleh wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya. Pernikahan ini bukanlah kehendak dirinya, pernikahan Hanan di atur oleh keluarganya karena mereka mengetahui jika Hanan memiliki hubungan dengan seorang wanita bernama Yang Ruo We. Dia seorang keturunan China yang telah lama menetap di ibu kota, Yang Ruo We di pacari oleh Hanan selama lebih enam tahun, mereka sudah mencoba segala cara untuk bisa mendapatkan restu dari keluarga Hanan namun tetap saja tidak berhasil. Sebagai formalitas Hanan mengulurkan tangannya pada wanita yang ada di depannya ini, mereka akan bertukar cincin setelah ijab kobul. Hanan terlihat sangat tenang meski sama sekali tidak ada senyuman di wajahnya, meski raganya melakukan semua proses itu dengan baik namun sebenarnya otaknya kosong, dia bagaikan sebuah boneka yang di kendalikan oleh orang lain. Saat Hanan menyelipkan sebuah cincin pada jari manis istrinya dia melihat jika salah satu dari pengunjung yang hadir adalah sosok yang ada di pikirannya. Yang Ruo We mengunakan gaun polos berwarna hijau dan dia menatap wajah Hanan dengan dingin, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Yang Ruo We hanya sebentar berdiri di antara para pengunjung yang sedang memuji-muji kecantikan istri Hanan. Dia hanya berdiam diri sambil memegangi perutnya yang buncit, berwajah dingin, berdiri sangat tenang dia seperti tamu undangan yang lain, seperti tidak memiliki hubungan apapun dengan pengantin pria. Hanan yang berdiri di depan cukup tegang namun dia tidak bisa menunjukkan itu di depan tamu undangan. Pikirannya melayang kemana-mana memikirkan bagiamana jika Yang Ruo We datang untuk menghancurkan pernikahannya dengan wanita yang saat ini tangannya sedang bertumpu di atas tangannya. Dengan dia mengaku jika Yang Ruo We adalah kekasih Hanan dan sedang mengandung buah hati mereka bukankah itu sudah lebih dari cukup untuk mempermalukan keluarga Hanan di depan tamu undangan, hanya dengan beberapa kata saja itu pasti sudah mampu untuk memporak-porandakan acara sakral ini. Tidak hanya akan mempermalukan keluarga Hanan namun juga pasti akan menghancurkan pernikahan Hanan dan wanita yang baru di nikahi olehnya. "Yang Ruo We ...," gumam Hanan dengan masih memandang wanita tercintanya. Namun sepertinya ketakutan Hanan tidak terjadi, Yang Ruo We tidak mendatanginya atau memporak-porandakan acara pernikahan dirinya, dia malah pergi ke arah pintu keluar dengan santai, wanita itu sama sekali tidak menolehkan kepalanya kebelakang, Hanan melihat punggung wanitanya yang semakin menjauh dari jangkauan pandangannya, dia terus memandangi Yang Ruo We hingga hilang di balik pintu. Hanan tidak tahu jika air mata di mata Yang Ruo We sudah tertahan cukup lama di pelupuk matanya, dia berusaha dengan sekuat tenaga yang dia miliki agar tidak terlihat lemah sama sekali di depan laki-laki yang kini telah memberikan luka yang teramat sangat dalam di kehidupannya, dan bisa di pastikan itu akan membutuhkan banyak waktu untuk menyembuhkannya, mungkin juga tidak akan pernah sembuh meski seumur hidup Yang Ruo We, mana mungkin Yang Ruo We bisa melupakan laki-laki yang teramat dia cintai dan dia percaya bisa menjadi salah satu orang yang memberikan luka yang teramat dalam untuk hidupnya, semuanya telah berubah karena keputusan bodoh yang dia ambil. Saat keluar dari gedung pernikahan kekasihnya dia bagai tidak memiliki tulang, Yang Ruo We terjatuh dan tubuhnya bersandarkan dinding yang dingin. Dia menangis tanpa mengeluarkan suara namun air matanya bagai air bah yang tidak mampu dia bendung lagi. Yang Ruo We sudah mengorbankan segalanya demi Hanan, segalanya dalam arti yang sebenarnya. Dia harus melawan keluarganya, memberikan segalanya yang dia punya bahkan saat ini dia sedang mengandung buah cinta mereka berdua, bahkan dia sudah tidak bisa bekerja lagi karena sedang mengandung. Namun balasan yang dia terima sungguh kejam, Yang Ruo We sudah tidak di teri lagi di keluarganya karena sifat keras kepalanya, mungkin saat ini dia sudah di hapus dari daftar keluarga oleh orang tuannya sendiri. Saat ini Yang Ruo We berada di titik terendahnya, ingin rasanya dia mengakhiri semua rasa sakit yang di pukul sendiri, dia merasa sudah tidak sanggup menahan beban yang teramat sangat berat di pundaknya. Namun Yang Ruo We masih mencoba berpikir jernih, dia harus tetap hidup apapun keadaannya, dia tidak bisa egois dengan hanya memikirkan dirinya saja. Meski dia sudah membuang pikiran untuk bunuh diri namun Yang Ruo We belum bisa menenangkan hatinya yang remuk redam, menerima kenyataan pahit ini sangat merusak kehidupannya, di depan Hanan dia masih bisa bersikap tenang dan sepertinya dia kuat. Namun saat Yang Ruo We pergi dari hadapan Hanan, Yang Ruo We sudah tidak bisa lagi memakai topengnya yang dia kenakan di depan Hanan, topengnya hancur berkeping-keping, sekuat-kuatnya Yang Ruo We dia masih hanyalah seorang wanita yang menjadi korban atas perasaannya sendiri, mengorbankan segalanya atas nama cinta, menyerahkan keperawanan sepenuhnya kepada orang yang kurang tepat dan pada akhirnya dia harus menanggung beban kebodohannya sendirian, benar-benar sendirian. Yang Ruo We menelan slavinanya dengan susah payah, dia mencoba bangkit dari lantai yang dingin menopang tubuhnya dengan kakinya sendiri, dan mulai kembali meninggalkan tempat yang akan merekam sejarah percintaannya. Tidak hanya tubuhnya yang saat ini sedang berjuang untuk menopang berat tubuhnya itu juga berlaku untuk mentalnya juga, tidak hanya kakinya saja yang butuh tenaga untuk menopang tubuhnya, mentalnya juga saat ini sedang berjuang lebih keras untuk membawa lebih banyak masalah yang datang menimpanya, keluarganya sudah pernah memperingatkan dirinya lebih tepatnya ayahnya, jika kemungkinan masalah ini akan datang namun dia sedang di mabuk cinta dia tidak menerima nasehat dari siapapun meski itu dari cinta pertamanya, yaitu ayah kandungnya. Dan kini semuanya benar terjadi, dia tidak mempunyai wajah lagi untuk bertemu dengan ayahnya maupun keluarganya, dia bukan lagi salah satu anggota keluarga yang telah membesarkan dirinya, dia kini hidup sendirian tanpa keluarga tanpa kekasihnya yang sudah menjanjikan kebahagiaan untuk dirinya. Di bawah langit biru yang luar ini dia benar-benar sendirian meski banyak orang yang sedang berlalu lalang di hadapan matanya, Yang Ruo We mengenal banyak orang namun saat seperti ini dia seperti tidak kenal siapapun, tidak akan ada seseorang yang akan dengan murah hati mengulurkan tangannya untuk menolong wanita seperti dirinya. Yang Ruo We berjalan dengan pandangan kosong di trotoar, hari masih pagi polusi tersebar kemana-mana, mobil berjajar sangat padat di jalanan. Namun Yang Ruo We berjalan tanpa tujuan di trotoar, matanya sembab, dia pelupuk matanya masih ada sedikit sisa-sisa air mata penyesalan terbesar di kehidupannya yaitu meninggalkan keluarganya untuk orang asing yang menjanjikan surga namun neraka yang dia dapat. Dengan setapak demi setapak Yang Ruo We kembali melangkahkan kedua kakinya secara bergantian dia tidak peduli akan riuhnya manusia-manusia lainnya, bebannya sudah sangat berat dan tidak ada yang mau membantunya dan kenapa dia harus memikirkan masalah orang lain. Yang Ruo We sudah tidak menangisi hubungannya dengan Hanan yang sudah berakhir namun dia meratapi kehidupannya yang amat tragis. Tidak di akui oleh keluarga sendiri, di campakkan oleh orang yang dia cintai dan sekarang sudah tidak bisa lagi bekerja karena sedang mengandung, tidak ada tempat tinggal hanya ada kontrakan kecil yang sebentar lagi akan habis. Saat ini hanya ada janin yang ada di perutnya yang membuatnya bertahan dan menjadi kuat meski tidak ada seorangpun yang mendukungnya saat ini. Yang Ruo We merasa jika kepalanya semakin berat saja, dia berhenti dan memegangi kepalanya dan semakin lama pandangannya semakin kabur mungkin ini efek karena beberapa hari ini dia tidak makan dengan benar, padahal dia harus menghidupi seorang bayi yang ada di perutnya, Yang Ruo We terhuyung dan tidak bisa mengimbangi tubuhnya sendiri berusaha tetap berdiri, meski dia tahu jika dia akan tumbang namun dia masih memikirkan nyawa yang ada di dalam kandungannya. Namun keadaan sedang memusuhinya dan tidak berpihak padanya, Yang Ruo We sudah berjuang untuk tetap terjaga namun ada seorang laki-laki bertumbuh besar yang sedang berlari sangat cepat kearahnya yang menabraknya membuat Yang Ruo We terjatuh dengan kasar di trotoar yang keras. Yang Ruo We meraung kesakitan, bukan hanya tulang ekornya saja yang sakit karena bersentuhan langsung dengan trotoar yang keras namun perutnya juga mendapatkan dampaknya. Yang Ruo We memegangi kandungannya yang berusia enam bulan, itu sudah cukup besar dan Yang Ruo We tidak bisa mengerakkan tubuhnya karena rasa sakit yang teramat sangat di perutnya. "Mbak ..., mbak mana yang sakit?" Yang Ruo We sudah tidak memikirkan siapa yang sedang bertanya padanya, dia menangkap pundak orang yang ada di sampingnya yang sedang melihat dirinya sedang kesakitan. "Sakit ...! Perutku sakit." "Perut? Apakah mbak sedang hamil?" laki-laki itu nampak panik ketika melihat Yang Ruo We semakin mempererat cengkraman tangannya pada pundaknya. "Iya, aku hamil," Yang Ruo We seperti sudah tidak dapat bicara lagi, bahkan saat ini rasanya kesadarannya sudah hampir hilang. "Baiklah aku akan membawamu ke rumah sakit." Pemuda itu mengendong tubuh Yang Ruo We dengan punggungnya menggendong sebuah gitar, pemuda itu berjalan setengah berlari membawa tubuh Yang Ruo We menuju rumah sakit. Tidak ada yang bisa membantunya, jalanan lumpuh jika jam-jam seperti ini, pemuda itu hanya bisa membawa tubuh Yang Ruo We mengunakan kekuatan kedua tangannya membawa wanita yang sedang hamil ini ke rumah sakit terdekat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD