Kebetulan yang tidak di sangka sangka

1227 Words
Mourent menggunakan dress hitam panjang dengan kombinasi warna merah. Dia harus tampak cantik hari ini, dia tidak bisa membuat Hanan malu dengan penampilannya yang bisa-bisanya saja. Hanan akan menjadi sorotan banyak orang itu bisa di perkirakan jika mereka pergi di acara keluarga besar dari ayah Mourent. Untuk membayangkan saja itu sudah cukup menggelikan untuk Mourent, dia tidak benci saat suaminya di tunjukkan pada kerabat namun jika berlebihan Mourent kasihan pada Hanan. Untung saja Hanan sudah terbiasa bertemu dengan banyak orang hingga nampaknya bukan masalah besar bagi Hanan. Tidak bisa di bayangkan jika seandainya Hanan seorang introvert mungkin Hanan akan meminta Mourent untuk pulang seketika. Mourent begitu terkesima melihat Hanan yang begitu menawan meski hanya mengunakan batik biasa. Acara itu begitu ramai, Mourent sekeluarga datang ke gedung pernikahan itu, Mourent cukup kenal dengan pengantinnya, Mourent pernah main bersama saat mereka masih kecil dan tidak pernah bertemu lagi dengannya karena dia sekolah di luar negeri. Mungkin ini alasan mengapa ayah Mourent begitu antusias pada Hanan melebihi pada putrinya sendiri karena Hanan seorang dokter lulusan Jerman. "Ingin makan apa?" tanya Mourent pada Hanan ketika mereka sudah masuk ke dalam gedung yang belum penuh dengan tamu undangan. "Apapun, yang sekiranya aku belum pernah makan," jawab Hanan. "Bagiamana aku bisa tahu, apa saj at belum pernah kamu makan?" jawab Mourent sambil meliha "Yang tidak ada di Jogja." "Makanan di Jogja dan Banyuwangi tidak jauh berbeda mungkin cuma jika Jogja lebih cenderung manis." "Benar, di sini semua makanan pedas," imbuh Hanan. Mourent tahu jika Hanan dari golongan orang berada dia tidak akan tertarik hanya dengan makanan yang termasuk mahal, kebanyakan Hanan malah menyukai makanan pinggir jalan Atua makanan yang kurang sehat seperti, sumsum tulang dan sejenisnya karena dia dilarang keras oleh ibunya sejak dulu makanan yang kurang sehat. Tapi semenjak hidup dengan Mourent, apapun yang dulu tidak boleh di akan oleh Hanan karena larangan dari ibunya kini malah menjadi makanan sehari-hari Hanan. Belum juga Mourent pergi mengambilkan makanan untuk Hanan, ayah Mourent sudah menarik tangan Hanan bersamanya, dan otomatis Mourent akan mengikuti langkah kedua laki-laki itu. "Benar, apa yang aku duga," batin Mourent. Laki-laki itu membawa Hanan bertemu dengan taman dan beberapa kerabat ayah Mourent, dan Hanan tidak ingin mengecewakan mertuanya dia juga tidak tahu caranya menolak permintaan dari mertuanya itu. Hanan berbasa-basi dengan siapapun yang di perkenalkan dengan dirinya. "Hanan ayo makan dulu," ucap Mourent, dia tahu jika Hanan ingin pergi secepatnya dari lingkup orang-orang ini. "Baiklah, maaf saya permisi dulu," ucap Hanan. Hanan segera mengiyakan ajakan Mourent, karena dia sudah menunggu sejak tadi ingin pergi dari sini. bukan apa-apa jika hanya sekali dua kali tapi ayah mertuanya itu seakan ingin menunjukkan Hanan ke seluruh tamu yang hadir di sini. Akhirnya Hanan bisa bernapas dengan lega saat dia dan Mourent berhasil lepas dari jerat ayah Mourent dan saudara-saudara Mourent yang bertanya banyak hal. "Maafkan Ayah," ucap Mourent pada Hanan saat dai mengantri makanan bersama dengan Hanan. "Tidak apa-apa." "Ayah ku terlalu membanggakan menantunya yang tampan dan lulusan Jerman ini." "Apakah aku tampan?" Goda Hanan. "Jika tidak, tidak akan mungkin ayahku dengan bangganya memamerkan dirimu ke setiap orang yang di kenal." Hanan hanya tersenyum melihat wajah Mourent yang kesal. "Perkenalkan ini putraku yang tampan, dia bekerja sebagai dokter di Jogja, dia juga lulusan Jerman," Mourent menirukan ucapan logat ayahnya yang membuat Hanan tertawa. "Jangan seperti itu." "Aku hanya menirukannya," jawab Mourent. Setelah antrian panjang untuk makanan akhirnya Mourent dan Hanan selesai juga mengambil beberapa lauk dan kemudian mencari tempat duduk untuk memakan makanan yang sudah mereka ambil. "Mourent," panggil Hanan lirih. "Apa?" jawab Mourent hanya dengan isyarat karena dia sedang mengunyah makanannya. "Masih enak masakanmu," bisik Hanan pada Mourent. "He ...," Bukan Mourent tidak suka di puji oleh suaminya, tapi sedikit aneh jika itu terdengar oleh orang. "Jangan bicara seperti itu di sini," ucap Mourent setelah memaksakan makanan yang ada di mulutnya segera dia telan meski belum selesai dia kunyah. "Ini fakta," jawab Hanan. "Tidak enak terdengar oleh orang, terlebih oleh wedding organizer nya," Mourent juga berkata lirih agar tidak terdengar orang yang ada di sekeliling mereka. "Sepertinya kamu bisa buka jasa ketering dan bekerja sama dengan wedding organizer, karena makanan buatan mu benar-benar enek." "Apakah seenak itu?" tanya Mourent memastikan. Dan Hanan hanya mengangguk membenarkan pertanyaan dari Mourent. Jika dia bisa mengungkapkan, Hanan sudah seperti ketergantungan pada makanan buatan Mourent, dia sudah tidak bisa menikmati makanan di luar dengan semaksimal mungkin seperti dulu, karena masakan di rumah buatan istrinya tidak kalah dengan masakan restoran mahal. Hanan masih memakan makanan yang dia ambil, dia masih bisa menikmatinya meski itu sama sekali bukanlah seleranya. Sambil mengunyah makanannya Hanan memperhatikan para tamu yang beragam, terlebih para tamu yang sedang naik panggung untuk memberikan salam pada pasangan pengantin itu. Hanan sudah melakukannya tadi bersama keluarga Mourent, dan kini mereka tinggal menikmati acara ini. Siapa yang mengira jika Hanan bisa melihat wanita itu. Hanan langsung menghentikan makan saat sudut pandang matanya melihat sebuah sosok yang membuatnya gila bulan lalu. "Yang Rou We?" gumam Hanan di dalam hati, dia sudah tidak bisa menelan makanan yang ada di mulutnya. Yang Rou We tersenyum kepada pengantin wanita, dia berbincang sebentar setelah itu turun dari panggung. Hanan tidak ingin kehilangan Yang Rou We untuk kedua kalinya seperti yang terjadi saat di Bandung. Hanan sama sekali tidak menyangka jika dia bisa kebetulan bertemu dengan Yang Rou We di sini. Hanan mencari cara bagaimana dia bisa menemui Yang Rou We, Hanan terus memperhatikan Yang Rou We yang sedang mengantri untuk mengambil makanan. "Apa makannya tidak enak?" tanya Mourent yang ada di samping Hanan, Hanan sementara mengalihkan pandangannya dari Yang Rou We ke Mourent karena Hanan yakin dia tidak akan kehilangan Yang Rou We yang masih di dalam antrian. "Aku sudah tidak berselera," jawab Hanan jujur, bukan karena makannya tidak bisa di nikmati namun karena Hanan sudah melihat yang lebih menarik daripada sekedar sebuah makanan, meskipun itu masakan yang di buat Mourent yang tidak menurut Hanan begitu enek, Hanan pun masih akan meninggalkannya karena ada Yang Rou We yang mengakibatkan semua perhatiannya. "Kamu ingin makan apa? aku akan mengambilkannya," tawar Mourent, dia tidak akan nyaman karena Mourent tahu jika Hanan memiliki nafsu makan besar terlebih jika itu masakannya. "Tidak, tidak usah," Hanan masih berusaha tersenyum pada Mourent, namun otak dan hatinya hanya untuk Yang Rou We yang masih berdiri di ujung antrian, jika dia lengah sedikit saja mungkin Hanan tidak akan tahu kemana Yang Rou We akan duduk di gedung yang besar ini. Namun ketika dia melihat Yang Rou We sudah selesai mengantri, Hanan muncul satu ide, meskipun Hanan bicara jujur dan mengatakan ini pada Mourent, dengan percaya diri Hanan pasti akan mendapatkan dukungan dari Mourent, namun Hanan tidak sampai hati untuk melakukannya. "Aku ingin makan sate yang masih baru di bakar dan teh hangat tanpa gula," ucap Hanan tiba-tiba yang membuat Mourent yang awalnya tidak fokus ke Hanan jadi hanya mendengar sebagai saja dari ucapan Hanan. "Tunggu, maaf. Aku tidak mendengar semuanya," sahut Mourent. "Bisakah ambilkan makanan untukku?" "Tentu. Kamu ingin makan apa?" tanya Mourent. "Bisakah kamu mengambilkan sate yang baru di bakar dan teh hangat tanpa gula?" "Bisa, tapi sepertinya itu sedikit lebih lama," ucap Mourent tidak yakin dengan ucapannya sendiri. "Tidak apa-apa, aku akan menunggu jangan terburu-buru." "Semakin lam semakin baik," imbuh Hanan di dalam hatinya. Mourent bangkit dari duduknya untuk mengambilkan apa yang di inginkan Hanan, sedangkan Hanan juga bangkit untuk mendatangi Yang Rou We ketika Mourent sudah berjalan menjauhinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD