Karim Athar Firdaus

2123 Words
Yang Rou We menyandarkan tubuhnya di ranjang di dalam ruangan persalinan, dia baru saja melahirkan buah hatinya yang berjenis kelamin laki-laki, Yang Rou We sama sekali tidak memiliki persiapan nama anak laki-laki karena saat di USG janin yang terlihat tidak begitu terlihat namun lebih cenderung ke perempuan, maka Yang Rou We menyiapkan banyak nama perempuan. Namun ternyata saat keluar bayi itu berjenis kelamin laki-laki, itu bukanlah hal yang tabu dalam dunia medis, karena tidak memiliki persiapan nama bayi laki-laki maka Yang Rou We menyerahkan pada Alwa dan A Wan. Hidup berbulan-bulan bersama dengan Alwa membuka mata Yang Rou We tentang agama Islam, dia yang seorang non muslim di buat kagum dengan keimanan yang di miliki Alwa, toleransi yang tinggi dan sama sekali tidak memandang ras dan agama saat menolong Yang Rou We. Dan ketika bayinya lahir Yang Rou We menyerahkan semuanya pada Alwa yang sudah berpengalaman dengan bayi. "Kamu yakin? jika bayimu kamu percayakan untuk aku urus dengan caraku?" tanya Alwa memastikan sesaat setelah bayi itu lahir. "Iya Tante, saya sangat yakin. Lagi pula itu tidak ada salahnya, Ayah bayi itu juga Islam." "Baiklah, aku terima mandat ini," ucap Alwa lirih. Tidak tahu mengapa Yang Rou We merasa sangat terharu saat Alwa memeluknya, dan dia sekilas melihat mata Alwa berkaca-kaca, setelah melepaskan pelukan dari Yang Rou We, Alwa berdiri mengambil bayi itu dari tangan perawat kemudian memanggil A Wan. "A Wan ...," panggil Alwa tidak begitu keras dan segera A Wan yang menunggu di luar ruangan masuk. "Iya Bun," jawab A Wan, dia masih nampak dingin seperti biasanya meski itu pada ibunya, karena sifat dingin sudah mendarah daging padanya. Alwa tidak begitu tersinggung pada A Wan yang jarang tersenyum karena itu kepribadiannya, namun di balik kepribadian yang dingin Alwa tahu jika dia begitu hangat dan bisa di andalkan, dia siap siaga ketika ibunya bahkan Yang Rou We membutuhkan dirinya. "Kemarilah," ucap Alwa. Tanpa banyak bertanya A Wan mendekat ke ibunya, berdiri di depan ibunya yang sedang mengendong bayi Yang Rou We yang baru saja di lahirkan. "Adan ni bayi ini," ucap Alwa yang langsung membuat A Wan memandang ibunya meminta penjelasan. Alwa tidak menjelaskan pada A Wan, Alwa malah menyerahkan bayi kecil itu pada A Wan. A Wan memang menyukai anak kecil tapi untuk bayi yang baru lahir ini adalah kali pertamanya A Wan menggendongnya, dia malah kaki karena takut saat bayi itu bertumpu pada kedua tangannya. "Bunda ...?" tanya A Wan masih memandang Bundanya. "Ayo, cepat," jawab Alwa. A Wan masih tidak langsung melakukan perintah bundanya karena dia masih binggung dengan keadaan ini, A Wan melihat Yang Rou We yang berbaring di belakang Bundanya, dia tersenyum pada A Wan yang kemudian membuat A Wan yakin. Pertama yang di lakukan oleh A Wan adalah menenangkan dirinya terlebih dahulu kemudian memandang bayi yang berwarna merah itu, menarik napas setelah itu membisniskan lafat Allah di telinga yang suci itu. "Allah Akbar ... Allah Akbar," Lantunan suara A Wan begitu lembut dan indah, di tambah A Wan memiliki suara yang indah, itu tidak mengherankan karena dia seorang penyanyi. A Wan konsentrasi dengan dia yang sedang Adan untuk bayi Yang Rou We di saksikan oleh Alwa dan juga Yang Rou We, saat melahirkan bayinya Yang Rou We tidak begitu terharu, dia hanya merasa lega karena perjuangannya akhirnya berhasil, namun saat ini ketika melihat A Wan yang begitu khusyuk melantunkan Adan membuat bulu Yang Rou We merinding dan perasaaan terharu. Dua kali A Wan mengadani bayi itu kiri dan kanan, setelah melakukannya A Wan tidak bisa memalingkan wajahnya dari bayi yang membuka matanya saja belum bisa. "Maaf Buk, bayinya mau di beri nama siapa?" tanya seorang perawat yang ada di samping Alwa. "Tunggu sebentar ya," ucap Alwa pada perawat itu kemudian melihat Yang Rou We. "Terserah Tante," ucap Yang Rou, Alwa belum sempat bertanya tapi Yang Rou We tahu jika Alwa menginginkan pendapatnya. "Bagiamana jika Karim," Tiba-tiba nama itu muncul di benak Alwa. "Bagus," sahut Yang Rou We. "Nama panjangnya?" Perawat itu bertanya. "Waduh ..., A Wan?!" Alwa bertanya pada A Wan yang masih memandangi bayi yang ada di gendongannya. "Emmm ...," sahut A Wan, dia sambil berpikir melihat bayi itu. "Bisakah menyusul nama lengkapnya suster?" tanya Alwa pada perawat yang ada di sampingnya. "Jika bisa segera saja karena ini juga untuk semua data bayi ini, termasuk akta kelahiran," jawab perawat itu. Alwa masih berpikir terus, dia tidak mungkin kembali bertanya pada Yang Rou We yang lebih tidak tahu nama islami. "Karim Athar Firdaus," celetuk A Wan. Nampaknya A Wan sudah jatuh cinta pada bayi Yang Rou We, dia sampai tidak rela memalingkan wajahnya dari bayi itu. "Bagus, bagus, bagaimana menurutmu?" sambut antusias Alwa sambil memandang Yang Rou We dan lagi-lagi Yang Rou We hanya mengangguk pada Alwa. "Kita pakai nama itu saja suster," kata Alwa pada perawat itu. "Tolong juga identitas kedua orang tua, ini akan di gunakan untuk identitas bayi ini," ucap perawat itu. Di saat itu hening tidak ada yang menjawab, Alwa yang sebelumnya begitu antusias akan kelahiran bayi Yang Rou We kini dia terdiam karena identitas orang tua bayi itu begitu sensitif lebih tepatnya ayah bayi ini. A Wan yang masih mengendong bayi yang akan di beri nama Karim itu melihat mata kebingungan Yang Rou We, A Wan kembali memandang bayi yang sudah membuatnya jatuh cinta di pandangan pertama itu, A Wan sangat tidak rela jika bayi itu akan menyandang seperti dirinya, Anak Ibu. Tidak ada nama ayah di akta kelahirannya. Yang Rou We cukup gelisah, dia meremas tangannya sendiri, dia sangat dilema saat ini, meski dia sudah terbuka semua hal pada Alwa dan A Wan namun satu hal yang tidak pernah di beri tahu Yang Rou We pada Alwa dan A Wan yaitu identitas laki-laki yang sudah meninggalkannya. Tapi saat ini Yang Rou We tidak memiliki alasan untuk tidak mengutarakan siapa nama ayah dari bayi ini, awalnya Yang Rou We berpikir jika dia sudah mengubur dalam nama Hanan di dalam hidupnya tapi dia tidak menyangka jika hari ini datang dan dia harus menggali lagi untuk mengungkapkan siapa ayah dari bayi yang baru saja dia lahirkan di dunia. Yang Rou We yang masih dilema dengan pikirannya sendiri di buat terkejut saat tiba-tiba bayinya di taruh di pangkuannya. "Kakak We ...," panggil A Wan. "Ya ...?" Sedikit tidak sadar Yang Rou We menjawab panggilan dari A Wan. "Mungkin ini lancang, tapi aku ingin melakukannya tanpa ada maksud apapun." "Apa?" tanya Yang Rou We menatap A Wan yang ada di sampingnya, sambil membenarkan posisi bayinya yang ada di pangkuannya. "Biarkan dunia tahu jika aku Ayah dari anak ini," ucap A Wan dengan tegas. Seperti mendapatkan angin sejuk hati Yang Rou We begitu nyaman dan air matanya tiba-tiba sudah terkumpul di pelupuk matanya. "Kamu yakin?" Yang Rou We memastikan pada A Wan, karena nama A Wan akan terus terbawa sampai bayi ini besar. "Aku yakin," jawab A Wan dengan cepat, dia memalingkan wajahnya pada bundanya seraya bertanya, "Apakah bunda keberatan akan hal ini?" Alwa tersenyum sambil menggeleng pada A Wan, dan A Wan juga membalasnya dengan senyuman, kemudian dia kembali dan melihat Yang Rou We. "Terserah padamu," ucap Yang Rou We lirih, dia tidak bisa melihat A Wan lagi, dia menunduk memandangi putranya yang tertidur di pangkuannya, air matanya sudah tumpah, ini lebih mengharuskan dari pada saat dia berhasil melahirkan Karim di dunia. "Baiklah, Ayah akan mengurus semuanya. baik-baik dengan Ibumu," ucap A Wan sambil mengelus pipi Karim yang sangat lembut yang berada di dalam pangkuan Yang Rou We. A Wan pergi untuk mengurus semua dokumen untuk Karim, dan Yang Rou We masih menunduk, tangisnya pecah tidak bisa dia tahan lagi. Alwa yang melihatnya juga ikut menangis. Dia adalah wanita yang sama yang pernah ada di posisi Yang Rou We saat ini dan dia tahu bagaimana perasaan Yang Rou We saat ini dan beruntungnya saat ini Yang Rou We tidak sendirian untuk mengahadapi momen ini sendirian. Alwa tidak tahan dia menghampiri Yang Rou We dan membawa Yang Rou We dalam pelukannya, mengelus rambut Yang Rou We yang berantakan dia pun menangis. "Tante ...," panggil Yang Rou We dengan menangis, air matanya berlinangan. "Tidak perlu takut lagi, Tante dan A Wan menyayangi kalian," ucap Alwa yang juga sedang menangis. Perkataan Alwa bukan membuat Yang Rou We lebih baik, tangisannya semakin pecah mendengarnya. Tindakan A Wan nampak sepele namun dampaknya begitu besar di kehidupan Yang Rou We dan Karim, hanya dengan menyantumkan nama A Wan sebagai ayah Karim itu sudah seperti menyelamatkan kehormatan Yang Rou We dan membuat Karim tidak akan menjadi anak ibu di akta kelahirannya, itu akan terbawa kemanapun ketikan Karim memasukkan identitasnya. Tindakan itu juga akan menghindarkan Karim dari bullying yang mungkin akan di terima oleh Karim dari teman da masyarakat di masa datang. Karim tidak perlu malu jika dia di tanya siapa ayahnya. A Wan seorang mahasiswa yang belum menikah namun sudah memiliki bayi dan kini dia mengadang gelar sebagai ayah bayi yang bernama Karim Athar Firdaus. Karena kemurahan hati Alwa dan A Wan yang di berikan kepada Yang Rou We dan Karim yang membuat Yang Rou We tidak bisa lepas dari keluarga kecil ini, Yang Rou We sudah menghormati Alwa dan A Wan karena jasa mereka, yang mau menerima wanita buangan ini, menerima dengan lapang d**a memberikan tempat tinggal melimpahkan kasih sayang untuk Yang Rou We namun kini Yang Rou We lebih menghormati dan juga menyayangi Alwa dan A Wan. Yang Rou We sama sekali tidak memiliki perasaan apapun pada A Wan kecuali perasaan hormat dan sayang sebagai keluarga, Yang Rou We hanya menganggap A Wan sebagai saudara laki-lakinya, A Wan memang lebih muda dari Yang Rou We namun dia lebih dewasa dan bijaksana dari Yang Rou We. A Wan yang pendiam tidak banyak bicara namun sekali dia membuka mulutnya tidak ada kata yang sia-sia dari sana, semua orang akan mendengar apapun pendapatnya. A Wan jarang di rumah karena A Wan harus kembali ke Jogja untuk menyelesaikan pendidikannya namun dia akan sesering mungkin menghubungi Alwa untuk menanyakan kabar semua yang ada di rumah terlebih kabar perkembangan Karim, semua orang menyayangi Karim lebih dari siapapun, mereka tidak akan membiarkan Karim tumbuh dengan kekurangan kasih sayang. Yang Rou We, Alwa dan A Wan sudah lebih dari cukup untuk menyayangi Karim, mereka tidak membutuhkan orang lain untuk menyayangi dan memanjakannya Karim. Yang Rou We me dapatkan banyak luka beberapa saat lalu, kehilangan banyak hal dalam kehidupannya, keluarga, pasangan, pekerjaan, identitas dan jati diri. Tapi Tuhan mengantikan semuanya, meski ini tidak lebih baik namun ini lebih indah dari Yang Rou We bayangkan. Keluarga kecil yang menghormati, menerima kekurangan Yang Rou We, memberi banyak hal tanpa meminta balasan. keluarga yang penuh cinta dari Alwa dan A Wan, dan bayi kecil bernama Karim yang berasal dari masa lalunya yang akan mewarnai kehidupan Yang Rou We di masa depan, Yang Rou We tidak akan menoleh kembali ke masa lalu dia akan berdiri tegak demi Karim. Yang Rou We tidak perlu takut lagi menghadapi kehidupan masa depan karena dia yakin jika ada Alwa dan A Wan di belakangnya yang selalu ada untuk dirinya. Karim tumbuh dengan kasih sayang yang melimpah dari keluarga kecil itu, dan tidak akan menyebutkan nama orang lain dari masa lalu Yang Rou We. Yang Rou We kadang lupa jika dia memiliki keluarga di Jogja karena kasih sayang dari Alwa sudah mencukupi segalanya. Yang Rou We mempercayakan semuanya pada Alwa jika itu urusan Karim, dia yang mengambil alih pekerjaan Alwa, namun Yang Rou We tidak begitu pandai berkebun jadi Yang Rou We mencari pekerjaan di kota, jarak ke kota tidak begitu jauh hanya membutuhkan waktu 40 menit dari rumah. Dan gaji yang di dapat Yang Rou We sudah menutupi semua kebutuhan mereka bertiga. A Wan menolak saat Yang Rou We memberikan sebagian dari gajinya untuk pendidikan A Wan karena Alwa sudah sepenuhnya tidak bekerja maka Alwa tidak bisa lagi mengirim dana untuk A Wan. "Aku baik-baik saja," jawab A Wan. "Kakak We tidak perlu khawatir tentang kehidupan ku di Jogja, aku di sini bekerja dan itu cukup untuk biaya kuliah dan juga aku seorang penyanyi jalanan, yang dari itu cukup lumayan untuk memenuhi kebutuhanku selama di sini," lanjut A Wan. "Kamu yakin, uangku memang belum seberapa, tapi ini bisa ku bagi. Aku tahu jika kuliah membutuhkan banyak dana." "Aku tidak apa-apa, asalkan semua kebutuhan di rumah tercukupi, jika bisa aku malah ingin mengirimkan uang untuk Karim." "Kamu bicara apa? Tidak perlu, Karim masih bisa aku cukupi, dia masih kecil belum banyak biaya yang harus aku keluarkan untuk Karim." "Bagaimanapun aku Ayahnya, aku juga harus menafkahinya," ucap A Wan yang lagi-lagi membuat Yang Rou We terdiam. Yang Rou We cukup paham jika Ayah yang di sandang A Wan hanya ada untuk Karim buka untuk dirinya, tapi tetap saja Yang Rou We tersentuh meski Yang Rou We tidak memiliki perasaan apapun pada A Wan hanya perasaan hormat dan kagum tidak lebih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD