Datang mengunjungi Yang Rou We

1021 Words
Hanan memandangi rumah yang ada di depannya itu, rumah itu nampak biasa seperti pada umumnya, sederhana namun nampak sejuk karena di tanami begitu banyak bunga di depan rumah. Ada seorang wanita setengah baya sedang menyirami tanaman yang ada di depan rumah, begitu fokus hingga tidak menyadari kedatangan Hanan dan Mourent. Hanan sengaja mengajak Mourent untuk mendatangi alamat rumah yang di tempati Yang Rou We dan Karim, karena itu adalah permintaan Yang Rou We, jika Hanan bisa berkunjung jika dia membawa serta istrinya. Awalnya Hanan ragu dan membutuhkan waktu sehari semalam untuk memikirkan ini, tapi Hanan harus menceritakan semuanya pada Mourent ketika di ingin menemui Yang Rou We dan juga Karim. Dan Hanan begitu merasa bersalah ketika Mourent masih bisa tersenyum ketika Hanan menceritakan semuanya tentang pertemuannya dengan Yang Rou We di acara itu. "Apa yang kamu tunggu, ayo kita ke sana," jawab Mourent, ketika Hanan mengatakan jika Hanan harus membawa serta Mourent jika ingin menemui Yang Rou We. Hanan tidak tahu dia harus bersyukur apa harus menampar dirinya sendiri memiliki istri seperti Mourent, dia merasa senang karena Mourent selalu memudahkan semua langkahnya untuk mengejar cintanya tapi Hanan juga tidak bisa mengabaikan perasaan Mourent sebagai istri sahnya. Namun Mourent selalu mengatakan jika, "Aku baik-baik saja," ucap Mourent sambil tersenyum. Hanan tidak tahu harus melakukan apa pada Mourent hingga dia merasa bahagia dan juga untuk mengurangi rasa bersalah Hanan pada Mourent. Mungkin dengan menghapus sedikit jarah di antara mereka akan membuat Hanan lebih baik begitu pula dengan Mourent. "Ayo pergi," Mourent membayarkan lamunan Hanan dan Hanan langsung mengambil kunci mobilnya untuk mencari alamat yang di tinggalkan Yang Rou We. "Semoga saja alamat ini benar adanya," gumam Hanan, dia tidak perlu pusing untuk mencari di aman alamat itu karena ada Mourent yang akan menunjukkan jalan. Yang di khawatirkan Hanan, jika alamat itu tidak benar dan Hanan tidak bisa bertemu dengan Yang Rou We dan juga Karim putra mereka. "Alamat ini tidak begitu jauh dari pasar induk kita kemarin," kata Mourent sambil melihat alamat itu yang ada di dalam ponsel Hanan. "Apakah mudah untuk di cari?" "Sepertinya tidak begitu sulit," jawab Mourent. Mereka segera pergi ke tempat alamat yang di tinggalkan Yang Rou We, Hanan sedikit gugup meskipun dia sudah bertemu dengan Yang Rou We kemarin. Tidak hanya Hanan yang gugup Mourent juga gugup karena untuk pertama kalinya dia akan bertemu dengan wanita yang di cintai suaminya, namun Mourent bisa menenangkan dirinya lebih cepat karena Hanan mengatakan jika Yang Rou We tinggal bersama dengan seorang laki-laki yang menjadi ayah dari anak hasil dari hubungan mereka. Terlebih Mourent bisa bernapas sedikit lega ketika Yang Rou We meminta Hanan untuk membawa serta dirinya, bukannya itu berarti kesempatan Mourent semakin terbuka lebar karena Yang Rou We tidak ingin bertemu Hanan berdua saja. Mourent di buat kaget saat Hanan tiba-tiba meraih satu tangannya dan menggenggamnya begitu erat, namun pandangannya masih fokus untuk mengemudi. Mourent menolak berkomentar karena dia berpikir jika Hanan gugup dan butuh seseorang untuk menguatkan dirinya, namun keterkejutan Mourent tidak berakhir ketika Hanan dengan pandangnya masih ke depan menempelkan punggung tangan Mourent yang dia genggam bibirnya sendiri. Mata Mourent terbuka lebar dia sama sekali tidak menyangka jika Hanan akan melakukan hal itu. Dan Mourent hanya bisa tersenyum, dia pun binggung harus beraksi seperti apa. Namun genggam tangan Hanan segera di lepaskan ketika mereka bertemu dengan tikungan dan Hanan harus mengunakan dua tangannya untuk mengemudi. Mourent menyuruh Hanan berhenti beberapa kali karena mereka harus bertanya untuk memastikan jika mereka melalui jalan yang benar. Pencarian alamat itu tidak begitu rumit hingga mereka sampai di sebuah rumah yang sederhana dan mereka segera turun. Hanan yang lebih dulu turun dan Mourent menyusulnya untuk bertanya pada wanita paruh baya yang sedang merawat bunga-bunga yang ada di depan rumah itu. "Permisi," sapa Hanan pada wanita itu. "Iya," Wanita itu menoleh pada Hanan tangannya masih memegang gayung yang dia gunakan untuk menyirami tanaman. "Permisi numpang tanya Bu, apakah benar jika rumah ini rumah Yang Rou We?" tanya Hanan dengan sopan. "Oh benar ini rumah Mbak We," jawab wanita itu. Hanan seketika bernapas lega karena pencariannya ternyata tidak sia-sia. "Yang Rou We nya ada?" "Lo ... masnya nggak tahu, jika Mbak We sudah pergi?" "Pergi kemana?" "Kalo nggak salah pergi ke Jepang, semalam." "Jepang?" Hanan menoleh melihat Mourent yang ada di belakangnya. "Kapan kira-kira pulang Bu?" tanya Mourent, dia mengambil langkah dan bersanding dengan Hanan. "Wah saya kurang tahu, pastinya lama, semua ikut ke Jepang. Mungkin mereka akan menetap di Jepang karena Mbak We bekerja di sana dan belum pasti kapan pulangnya." "Jadi rumah ini sekarang kosong?" tanya Mourent dan wanita paruh baya itu mengiyakan dengan anggukan kepala. Hanan sudah tidak bertanya dan dia berbalik untuk kembali ke mobilnya, dia sudah kehilangan semangatnya, Mourent berpamitan dulu pada wanita itu kemudian menyusul Hanan yang sudah masuk mobil. "Aku kelingan dia lagi, baru saja aku berbahagia karena menemukan tempat tinggalnya ternyata itu kosong," ucap Hanan dengan kepalannya terkulai. "Jangan putus asa, pasti ada waktunya lagi untuk bertemu dengan Yang Rou We." "Di Bandung yang masih satu daerah saja aku tidak bisa menemukannya bagaimana aku harus menemukan dia di Jepang? Negara asing." "Pasti ada waktu untuk kalian bertemu lagi, jika kalian di takdirkan untuk bertemu pasti akan bertemu lagi," Mourent mencoba menyemangati Hanan. Hanan butuh beberapa menit untuk membuat dirinya ke ih baik setelah merasakan kekecewaan di hatinya karena gagal bertemu dengan orang-orang yang ingin dia temui. *** Hanan dan Mourent kembali ke Jogja, mereka berangkat dengan senyuman mengembang dan perasaan sampai, namun ketika kembali senyuman sama sekali tidak ada di bibir Hanan, sepanjang perjalanan Mourent mencoba menghibur Hanan namun tidak bisa, dan akhirnya Mourent menyerah dan membiarkan Hanan tenang dulu. Mobil itu melaju dengan sangat kencang, Mourent hanya khawatir dengan keselamatan mereka berdua, meskipun kemampuan mengemudi Hanan tidak perlu di tanyakan namun tetap saja Mourent senam jantung jika mobil yang mereka tumpangi begitu kencang melewati jalan bebas hambatan, terlebih saat ini Hanan dalam keadaan kurang baik, dia sedang bersedih Mourent takut jika Hanan kurang berkonsentrasi. Jika saja Mourent bisa mengemudi, dia tidak akan berpikir dua kali untuk mengantikan Hanan mengemudi, lebih baik jika mereka berjalan lambat asalkan selamat daripada cepat sampai namun nyawa seraya di ujung kepala.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD