10 menit

1047 Words
"Kamu yakin kuat?" tanya A Wan pada Yang Rou We, setelah tukang becak itu pergi. "Apakah aku terlihat selemah itu?" Yang Rou We balik bertanya. A Wan masih diam dia memperhatikan Yang Rou We dengan perut buncitnya, Yang Rou We mengunakan pakaian yang over size tentu tukang becak itu tidak mengetahui jika Yang Rou We sedang hamil 6 bulan namun jika di perhatikan sekilas saja Yang Rou We nampak jelas jika dia sedang hamil, dia kurus dan perutnya buncit. "Ayo," kata Yang Rou We nampak sedikit lebih bersemangat daripada saat mereka berada di dalam bis, Yang Rou We berjalan lebih dulu meninggalkan A Wan yang masih diam di tempatnya. "Mbak," panggil A Wan. "Apalagi? Aku kuat jalan jika hanya 10 menit," jawab Yang Rou We sambil membalikkan tubuhnya. "Bukan." "Lalu apa?" "Tapi Mbak, kamu salah jalan." "He ...?" Yang Rou We membuka matanya lebar, dia kira jika dirinya sudah menuju jalan yang benar karena Yang Rou We hanya mengikuti arah becek tadi akan membawanya, namun ternyata dia salah besar, jalan yang sebenarnya adalah yang sebaliknya. Yang Rou We begitu malu pada A Wan, dia sudah sok kuat sok tahu, ternyata dia salah jalan. Sambil menahan malunya Yang Rou We mengikuti A Wan yang sudah terlebih dulu mendahului dirinya, untung saja A Wan tipikal orang yang dingin, itu sedikit banyak menyelamatkan Yang Rou We dari perasaan malu karena kepedean nya sendiri. A Wan berjalan memimpin jalan dia sesekali menoleh pada Yang Rou We yang berjalan di belakangnya. Mereka sudah berjalan sebentar dan tidak lagi ada di sekitar jalan rasa yang hiruk pikuk, mereka lewat jalan kecil yang hanya di huni beberapa rumah warga saja, rumah mereka sedikit memiliki jarak yang sedikit lebih jauh dari yang lain dan yang memisahkan itu ladang kadang sawah. Jalanan cukup sepi hanya beberapa orang saja yang berpapasan dengan mereka sepulang dari berkebun. Yang Rou We menyadari A Wan yang sering sekali menoleh ke belakang untuk memastikan jika dia baik-baik saja. "Terimakasih," ucap Yang Rou We sedikit keras untuk memastikan jika A Wan mendengarnya. "Untuk apa?" A Wan balik bertanya, tapi dia tidak menoleh, saat Yang Rou We diam saja A Wan dengan rutin menoleh untuk memastikan keadaan Yang Rou We tapi setelah Yang Rou We mengajaknya mengobrol A Wan tidak menoleh lagi. "Aku hanya orang asing, bagaimana kamu bisa berbuat baik seperti ini pada orang asing, bagaimana jika aku orang jahat?" "Tanyakan pada diri sendiri, kamu jahat tidak." "A Wan?" A Wan malah berhenti, dia membalikkan tubuhnya menghadap Yang Rou We yang berjalan di belakangnya. "Mbak, aku tidak tahu permasalahan apa yang sedang Mbak hadapi saat ini, dan saya sama sekali tidak ingin tahu, yang saya tahu saat ini mbak sedang sendirian dengan perutmu yang besar, dan saya maupun Bunda tidak ingin anda terlunta-lunta di jalanan." "Banyak orang hidup di jalanan," Yang Rou We yang memiliki sifat keras kepala, sebenarnya memiliki ego yang tinggi jika harus hidup bergantung dengan orang lain, apalagi Yang Rou We tahu jika kedepannya Yang Rou We akan menjadi sebuah beban untuk A Wan dan ibunya. "Mereka tidak hamil," jawab A Wan dengan tatapan dingin. "Apa kebaikan mu dan ibumu itu karena aku hamil?" "Anggap saja seperti itu, aku dan Bunda anggap saja seperti itu, kebaikan kami hanya untuk anak yang kamu kandung, jika kamu tidak mengandung mungkin aku tidak akan peduli," jawaban A Wan cukup pedas, namun Yang Rou We tidak sepenuhnya percaya karena dia sudah melihat kebaikan yang di lakukan oleh A Wan secera diam-diam, orang lain tidak tahu jika A Wan sudah membantunya. "Kenapa harus wanita hamil?" "Aku tidak tahu pembicaraan apa yang sudah Mbak bicarakan dengan Bunda, namun asalkan Mbak tahu jika saat mengandungku perjuangan Ibuku sangat berat dan seorang diri tanpa ada orang yang membantu walau sekedar menemani." kata A Wan dengan wajah datar. Tidak ada emosi di sana namun Yang Rou We tidak tahu bagaimana hati laki-laki berkulit dingin itu. Yang Rou We terdiam, dia tidak tahu harus bicara apa, beberapa hari yang lalu ibu A Wan ingin menceritakan sedikit tentang pangeran langit yang tidak lain tidak bukan adalah A Wan sendiri, putra yang dia kandung tanpa ayah. "Anda tahu, siapa ayah dari bayi yang kamu kandung?" Yang Rou We hanya mengangguk kecil dengan pertanyaan A Wan. "Setidaknya itu sedikit lebih baik daripada aku, sampai detik ini aku tidak tahu siapa ayah ku, jika Bunda tahu maka dia tidak akan pernah ragu untuk memberitahukan ku tapi sayangnya Bunda juga tidak tahu siapa yang telah menghancurkan kehidupan Bunda, kami sudah lama melupakannya, karena tanpa orang itu kami dalam keadaan baik-baik saja, meski itu sulit, dan belum tentu jika kami mengetahui siapa laki-laki itu keadaan belum tentu sebaik sekarang." Yang Rou We tidak bisa berkata, A Wan seorang yang dingin dan jarang bicara namun ketika membuka mulutnya, orang lain di paksa untuk diam dan mencerna tiap apa yang dia katakan. Tentu hidup Yang Rou We saat ini berantakan namun dia masih lebih baik dari pada yang di alami ibu A Wan di waktu mengandung A Wan, sebarat apa kehidupan Yang Rou We saat ini dia masih di kelilingi oleh orang-orang baik meskipun itu orang asing, Yang Rou We tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika tidak ada Lina dan A Wan di dalam kehidupan Yang Rou We. Tanpa mengatakan apapun lagi A Wan kembali melanjutkan perjalanan mereka yang tertunda, setelah jalan beberapa menit, Yang Rou We merasakan kehalusan di tenggorokannya, dia mulai ragu jika jarak yang mereka tempuh sebenarnya lebih panjang dan waktunya seharusnya lebih dari 10 menit. "Lelah?" tanya A Wan yang menyadari jika langkah Yang Rou We semakin melambat. "Sedikit," jawan jujur Yang Rou We, dia tidak malu jika untuk mengakui jika dirinya memang sudah letih. "Sepertinya kita sudah berjalan lebih dari 10 menit," kata A Wan sambil mengambil ponselnya yang ada di dalam tas di dadanya. "Mungkin itu pengaruh dari langkah lambat ku," jawab Yang Rou We. A Wan tidak menjawab, dia hanya tersenyum mendengar jawaban Yang Rou We, karena beberapa saat yang lalu Yang Rou We sangat kekeh jika dia bisa berjalan kaki, dia sendiri yang menginginkannya dan dia sendiri yang merasa letih. "Sebentar lagi kita sampai," kata A Wan. Yang Rou We tidak menjawab, dia malah merasa deg-degan karena akan bertemu dengan ibu A Wan, Yang Rou We tidak tahu apa yang terjadi dengan perasaannya namun Yang Rou We merasa gugup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD