Bunda A Wan

1043 Words
Yang Rou We memejamkan matanya ketika seorang wanita berkerudung itu memeluknya, dengan perlahan Yang Rou We membalas pelukan Alwa, bunda A Wan. Yang Rou We sangat sadar jika pelukan ini tulus meski dengan pondasi kasihan. Mungkin jika saat ini Yang Rou We tidak hamil mungkin Yang Rou We tidak akan mendapatkan ketulusan yang di berikan oleh Alwa, meski begitu Yang Rou We masih belum habis pikir bagaimana orang asing seperti bunda Alwa bisa begitu langsung bisa memberikan ketulusan seperti ini. Yang Rou We dan A Wan baru saja sampai mereka belum juga masuk rumah dan sudah di sambut dengan sedemikian rupa oleh bunda A Wan. Hanya bermodalkan senyuman wanita itu langsung membawa Yang Rou We dalam pelukannya, Yang Rou We masih butuh waktu beberapa saat untuk beradaptasi, dengan orang asing yang langsung memeluknya, namun anehnya jika biasanya Yang Rou We sedikit canggung dan risih, saat ini kesan Yang Rou We berbeda dia begitu menikmati dekapan hangat dari wanita yang sudah melahirkan pemuda sebaik A Wan. Bahkan seingat Yang Rou We dia belum pernah mendapatkan dekapan hangat seperti ini dari sanak saudaranya, jangankan sanak saudara, keluarga sendiri Yang Rou We belum pernah merasakannya, ibunya pernah memeluknya namun belum sampai bisa membuat Yang Rou We terharu seperti ini. Meski Yang Rou We tahu jika kasih ibu tidak perlu di pertanyakan, Yang Rou We tahu jika ibunya menyayangi dirinya meski tidak terucap namun terkadang seseorang orang perlu ungkapan juga agar Yang Rou We bisa memastikan jika dia dunia ini masih ada yang menganggapnya berharga. "Bunda aaaa ...," panggil A Wan dengan manja. "Ohh maaf, putraku ...," ucap Alwa, sambil melepas pelukannya pada Yang Rou We, dan beralih pada A Wan. Dengan masih perasaan terbaru haru, perasaan Yang Rou We harus berubah terkejut karena nada bicara A Wan yang berubah, menjadi manja pada bundanya, itu sangat bertolak belakang dengan yang di ketahui Yang Rou We, yang dingin dan nampak galak. "Kemarilah ... pangeran ku ...," ucap Alwa sambil membuka kedua tangannya. "Bunda ..., sudah berapa kali harus aku bilang, jika aku sudah dewasa bagiamana bunda masih memanggilku seperti itu?" protes A Wan namun masih melangkah maju untuk memeluk ibunya. "Kamu masih anak-anak di mataku," jawab Alwa sambil memeluk erat putra satu-satunya itu. Protes A Wan hanya di mulutnya, di detik selanjutnya dia sudah lupa jika ibunya tetap memanggilnya pangeran seperti dulu, mana mungkin A Wan bisa marah pada ibunya, orang tua tunggalnya yang telah mengorbankan banyak hal karena kehadiran A Wan di dunia ini. Yang Rou We hanya menjadi penonton untuk ibu dan anak yang sedang melaksanakan rindu itu, iri? jelas Yang Rou We iri, bagaimana dia tidak iri dengan kasih sayang yang seperti ini, dia tidak milik di panggil putri oleh ibunya maupun ayahnya namun dia hanya ingin sedikit di manjakan meski diusianya yang sudah tidak kecil lagi. Bagiamana bisa A Wan yang hanya memiliki orang tua tunggal sejak dia masih ambrio bisa berkelimpahan kasih sayang mengalahkan Yang Rou We yang dari keluarga utuh sejak kecil bisa kekurangan kasih sayang apalagi ketika perbuatannya menceruak keluar, dia sama sekali tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya, apalagi sekarang apa jadinya jika keluarga tahu jika saat ini dia sedang hamil dan hubungannya dengan Hanan berakhir, bukankah Yang Rou We akan memanen makian dan cemoohan. Apa mungkin karena A Wan hanya memiliki satu orang tua yang berperan sebagai seorang ayah dan ibu, yang membuat bunda A Wan bekerja lebih keras agar putranya tidak merasakan kekurangan kasih sayang. "Kenapa kamu mengajak Mbak Rou We jalan kaki? Bukankah kamu tahu jika dia sedang hamil?" arjrtAlwa baru sadar jika mereka datang dengan jalan kaki karena antusias sampai dia lupa menegur di awal. "Maaf A Wan salah, A Wan tahu jika Mbak Rou We hamil, lain kali aku akan mengendong dia," jawab A Wan dengan wajah penuh rasa bersalah namun sayangnya itu tidak membuat ibunya tersentuh malah memukul ringan pundaknya. "Bukan muhrim, bagaimana kamu bisa mengendong dia?" ucap Alwa sambil memikul ringan pundak putranya, meski dia tahu jika A Wan tidak bersungguh-sungguh akan hal itu, namun tetap saja refleks tangan dan otaknya melakukan itu untuk mendisiplinkan putranya, meski sebenarnya itu tidak di butuhkan lagi karena A Wan sudah lebih dari cukup tahu tentang hal dasar seperti itu. "Bunda aku baru saja sampai, apakah ini sambutan untuk putramu yang sudah tidak pulang dua tahun?" "Ohh maaf," Alwa kembali memeluk tubuh putranya. "Bunda putramu ini merindukan masakanmu." "Jangan takut aku sudah masak banyak untuk kalian." Seorang wanita menggandeng tangan putranya dan menggunakan tangan satunya untuk meraih tangan Yang Rou We, Yang Rou We merasa jika saat ini dirinya istimewa, diperlakukan hangat meski itu hal kecil saja sederhana. Meski ini bukan sesuatu yang di harapkan Yang Rou We namun saat ini perasaannya cukup baik, dan Yang Rou We berharap jika dia masih bisa terus merasakan ini Meksi dari orang-orang yang tidak pernah Yang Rou We pikirkan sebelumnya. **** Ini adalah pertama kalinya Yang Rou We tidak memikirkan jika pakaiannya akan kotor jika dia sedang sembarangan duduk di atas tanah, yang dilakukan Yang Rou We saat ini, duduk di atas gundukan tanah yang memanjang yang menjadi tembok pembatas antara satu sawah dan sawah lainnya, Yang Rou We duduk dengan baik di gundukan tanah yang tingginya hanya sekitar 40 cm, dan memasukkan kedua kakinya pada parit kecil yang pasti ada di pinggir sawah. Yang Rou We bermain-main dengan air jernih yang mengalir di kakinya, dan tiap kali dia menggoyangkan kakinya air itu akan menjadi keruh namun hanya dengan hitungan detik air itu akan kembali jernih. "Apakah kamu terbakar?" tanya Alwa pada Yang Rou We yang hanya diam saja di pinggir sawah sambil melihat A Wan dan Alwa sedang memanen sayur brokoli. "Tidak," jawan Yang Rou We dengan senyuman kecil. Dia di perbolehkan ikut ke sawah milik Alwa namun tidak di ijinkan untuk membantu, sawahnya hanya berjarak beberapa meter saja dari rumah dan cuaca sedang mendukung, pagi ini tidak panas karena langit terselimuti oleh awan hitam di beberapa tempat. Yang Rou We menoleh pada orang yang baru saja duduk di sampingnya dan ternyata itu bunda Alwa, dia mengikuti apa yang di lakukan Yang Yuan tidak, dan kini ada dua orang sedang melihat A Wan mengangkat sayur brokoli. "Apakah sudah selesai?" tanya Yang Rou We pada bunda Alwa yang duduk cukup dekat dengannya. "Sudah kita lanjutkan besok lagi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD