Dejavu

1136 Words
Dua orang itu berjalan bersama menuju universitas, kemarahan selama empat tahun ternyata hanya sebuah kesalahpahaman, dan itu cukup menggelikan yang Yang Rou We, bisa-bisanya kakak laki-lakinya di kira Hanan adalah kekasihnya. Tapi bodohnya yang dilakukan Yang Rou We, dia tahu jika Hanan sudah tidak lagi menginginkannya tapi sampai detik ini Yang Rou We tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun karena standar yang di miliki Yang Rou We harus sebaik dan setampan Hanan, itu cukup sulit karena biasanya laki-laki tampan sifatnya itu jika tidak buaya maka dia parasit dan jika dia baik wajahnya maka akan biasa-biasa saja. Cukup sulit menemukan yang baik dengan bonus wajah tampan, meski ada itupun kadang tidak ingin memiliki hubungan dengan Yang Rou We, menjadi seperti Hanan yang di produksi dalam sebuah pabrik yang sama-sama cukup sulit ada beberapa orang yang di temui Yang Rou We mereka selalu berumur di atas Yang Rou We, mereka kebanyakan sudah beristri dan memiliki anak, tidak mungkin juga Yang Rou We menjalin hubungan dengan laki-laki seperti itu. Standar itu sebenarnya hanya untuk menyenangkan hati Yang Rou We saja karena mau baik bagaimanapun atau setampan apapun semua laki-laki di mata Yang Rou We menjadi blur itu hanya karena satu orang laki-laki yaitu Hanan, Hanan dalam versi yang lainnya tidak akan di temukan oleh Yang Rou We karena Yang Rou We hanya ingin dalam versi yang asli. "Apakah selama ini kamu tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun?" tanya Hanan saat mereka akan berpisah karena mereka tidak dalam satu gedung dan lokasi. Dan Yang Rou We hanya mengeleng kecil. "Kenapa?" tanya Hanan penasaran. "Tidak ada, tidak ada alasan," jawab Yang Rou We, dia nampak tenang untuk menutupi rasa malunya jika sebenarnya dirinya belum bisa muve on dari Hanan meski mereka tidak memiliki ikatan apapun saat itu. Mereka berdua sudah berdamai beberapa hari yang lalu saat di apartemen Yang Rou We, permasalahan sepele yang terseret dan berlarut-larut hingga 4 tahun sungguh alasan yang konyol yang membuat kedua belah pihak merasakannya sakit. Hanan ingin menjadikan Yang Rou We hak miliknya namun wanita itu tidak langsung menerimanya meski di dalam hatinya di bersorak-sorai tapi di depan Hanan dia harus jual mahal. "Ayo nonton, nanti malam?" "Aku banyak tugas," jawab Yang Rou. "Apakah butuh bantuan?" "Hanan, kita beda jurusan mana bisa calon dokter mengerjakan tugas ku? Jangan ngaco deh?" "Ijinkan aku membantu, meski itu hanya membuatkan mu secangkir kopi, aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama, hitung-hitung aku ingin menembus waktu 4 tahun yang terbuang sia-sia." Yang Rou We menatap hanan yang sedang memohon kepada dengan mimik wajah yang di buat menderita sebisa mungkin. Tidak ada satu katapun yang di ucapkan Yang Rou We mengiyakan atau menolaknya namun Hanan langsung bersorak. "Ok ..., terimakasih. Aku akan datang malam ini ke apartemen," kata Hanan dengan semangatnya. "Hei ..., hei, hei? Siapa yang mengijinkan kamu datang?" "Bukankah diamnya seorang wanita itu artinya. Iya?" "Tidak, itu hanya pepatah lama, sudah tidak berlaku lagi di zaman modern seperti ini?" "Pokoknya aku akan datang malam ini, tolong tunggu aku," Hanan sama sekali tidak mempedulikan protes Yang Rou We. Dia langsung pergi begitu saja dengan berjalan setengah berlari menjauh dari Yang Rou We yang masih berdiri menatapnya, dia melambaikan tangannya beberapa kali dengan senyum cerahnya. Yang Rou We hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil di tempatnya. Dan benar saja, pemuda itu datang ke apartemen Yang Rou We, di saat Yang Rou We baru saja membuka bukunya, Yang Rou We membuka pintu dan mendapati senyuman lebar pemuda itu di balik pintu, Yang Rou We tidak langsung menyuruhnya masuk, dia berdiri tepat di tengah pintu. "Siapa yang mengijinkan kamu datang?" tanya Yang Rou We menyilang kan tangannya di dadanya, seperti mengintrogasi Hanan. "Aku sendiri," jawab Hanan dengan tanpa beban sama sekali. "Hanan, aku sedang belajar? Bagaimana aku bisa berkonsentrasi dengan benar jika kamu ada di sudut pandang ku?" "Apakah aku begitu mengganggu?" "Iya ...," Yang Rou We menekan kata itu untuk menunjukkan keseriusannya. "Aku berjanji akan menjadi anak yang baik dan tidak akan berbuat nakal?" Hanan mengangkat dua jarinya seperti seorang anak kecil yang berjanji pada orang tuanya. "Plis ...?" Hanan menangkup kan kedua tangannya memohon dengan sangat pada Yang Rou We. Dan akhirnya Yang Rou We menyerah dengan sifat manja Hanan, dia membalikkan tubuhnya dan memberikan Hanan mengikutinya dirinya di belakang, Yang Rou We duduk di meja belajarnya dengan banyak buku yang sudah dia siapkan sedangkan Hanan duduk di sofa panjang tidak jauh dari Yang Rou We. "Jika haus bisa buat minuman sendiri, aku benar-benar sibuk," kata Yang Rou We. "Tentu, aku tamu yang baik dan pengertian," jawab Hanan sambil nyengir kuda kepada Yang Rou We. Yang Rou We memijit pelipisnya, dia tiba-tiba di serang pusing karena Hanan, Yang Rou We seperti Dejavu 4 tahun yang lalu, sifat Hanan saat ini sungguh mengingatkan dirinya pada Hanan yang dia kenal dulu, Yang Rou We berpikir mungkin Hanan sengaja melakukannya agar Yang Rou We kembali seperti dulu. Karena cukup aneh pemuda yang dia temui beberapa minggu yang lalu buka seperti ini, dia nampak tenang, dewasa dan mempesona. Bukan pemuda yang belum matang seperti Hanan saat ini. Dan alasan terbesar kenapa Yang Rou We tidak begitu setuju jika Hanan datang saat ini karena Yang Rou We benar-benar sibuk dan harus segera menyelesaikan tugasnya, bukan Hanan mengganggu namun Yang bermasalah itu dirinya sendiri, dia tidak bisa berkonsentrasi dengan benar jika ada Hanan di dalam satu ruangan dengan dia. Itu cukup sulit untuk fokus ke tugas karena ada yang lebih menggoda yang ada di sekitarnya. "Yang Rou We ...," panggil Hanan dengan suara lirih. "Emm ..., apa?" jawab Yang Rou We sambil masih sibuk jarinya menari-nari di atas keyboard. "Kamu punya sesuatu yang bisa aku baca?" "Cari saja sendiri, di situ banyak," Yang Rou We yang mengunakan satu tangan untuk menunjuk rak buku kecil yang dia miliki, dia tidak ingin melihat Hanan karena kemungkinan besar jika Yang Rou We melakukannya dia perlu usaha lagi untuk memalingkan wajahnya. Hanan beranjak dari duduknya menuju rak buku milik Yang Rou We, di sana banyak buku-buku berjajar dan juga novel-novel dengan sampul menarik, namun saat ini Hanan tidak sedang ingin membaca novel dengan alur cerita panjang, dia juga tidak akan bisa menghabiskan satu buku dalam satu kali duduk. Tapi satu sampul membuatnya mengabaikan pemikirannya. Sampul itu cukup sederhana, berwarna hitam dengan bulan besar berwarna kuning, dan ada bayangan hitam seorang kultivator memakai topi bambu dan sebilah pedang panjang di tangannya, itu buku gendre fantasi dan saat Hanan membukanya ternyata bahasa Indonesia, padahal yang lainnya semua bahasa Inggris dan Jerman. Di sampulnya tertulis judul Bahu Dingin Pemilik Cangkang Kosong. Karena tertarik dengan sampul dan judulnya Hanan kembali dengan satu buku, "Kamu bawa ini dari Indonesia?" tanya Hanan sambil menunjukkan novel itu. "Tidak, itu hadiah dari temanku, dia yang membawa dari Indonesia." "Ohh ...," Hanan mengangguk pelan, "Suka gendre fantasi seperti ini?" "Semua gendre aku suka, aku lebih mementingkan alur dan tokoh utamanya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD