Senyuman A Wan

1078 Words
Mourent sudah seperti memiliki tempat sendiri di coffee shop ini ketika Mourent datang berkunjung ke sini tidak tahu mengapa tapi tempat di sudut ini seperti sudah menjadi hak miliknya, meskipun itu tidak secara langsung namun setiap kali berkunjung selalu tempat ini kosong tidak ada seorangpun yang pernah duduk di tempat ini kecuali dirinya. Mourent begitu menyukai sudut ini karena sedikit lebih ke dalam dan sedikit jauh dari meja yang lainnya juga bisa melihat kolam ikan yang ada di samping coffee shop. Tapi hari ini Mourent tidak langsung menuju dapur meja yang biasanya dia pakai, karena dia sudah dulu menangkap pemandangan langka yang baru saat ini dia temui. "A Wan? Anak kecil?" tanya Mourent pada dirinya sendiri, saat Mourent melihat A Wan sedang menggendong balita dengan senyuman lebarnya. Untuk beberapa saat Mourent terpaku di tempatnya karena pemandangan yang cukup jauh darinya, aura yang dikeluarkan oleh A Wan itu sangat berbeda dari yang biasanya di lihat oleh Mourent. A Wan terlihat lebih dewasa ketika dia mendorong seorang balita mungkin juga karena senyuman lebar yang menghiasi wajahnya. Mourent hampir tidak mengenali pemuda ini karena A Wan memang jarang sekali tersenyum. Mourent teringat jika dia pernah mempergoki A Wan sedang yang sedang telepon dan tertawa renyah mungkin itu juga saat A Wan seorang balita. ini adalah fakta yang baru saja diketahui oleh Mourent karena A Wan sebagai seorang pemuda yang cukup misterius dingin yang sulit untuk dikenal yang didekati. Bukan karena dia tampan dan populer, tapi memang itu kepribadiannya. Mourent ingin menghampiri A Wan dan tentunya ingin menyapa dan bertanya tentang balita yang sedang di gendong oleh A Wan, namun belum juga Mourent mendekati A Wan, A Wan sudah pergi ke salah satu meja yang di sana ada seorang wanita berkerudung dan wajahnya sedikit mirip dengan A Wan, Mourent langsung menyimpulkan jika itu adalah kerabat A Wan entah itu saudaranya ataupun kerabat dekat A Wan. Wajah A Wan dan wanita yang ada di salah satu meja itu cukup memiliki kemiripan. "Mungkin Ibunya," tebak Mourent sambil melihat interaksi A Wan dan wanita itu. A Wan menyerahkan balita yang ada di gendongannya kepada wanita berkerudung itu sebelum dia kembali kebelakang. "Tapi balita itu siapa, jika wanita itu Ibu A Wan, mungkin wanita itu kerabat A Wan," Mourent hanya bisa menebak-nebak karena dia sendiri juga tidak yakin mana yang benar. Mourent menuju meja yang biasanya dia gunakan ketika ke coffee shop ini dan kebetulan mejanya dan meja wanita berkerudung itu tidak begitu jauh hingga Mourent masih bisa melihat dengan jelas wanita yang berkerudung itu sedang bermain dengan balita yang ada di atas pangkuannya. Tidak lama berselang A Wan datang dan dia sudah berganti pakaian, nampaknya A Wan akan pulang lebih awal. "Miss Mourent?" A Wan menyadari kehadiran Mourent, dia menyapa Mourent ketika melewati meja Mourent. Mourent hanya melemparnya senyumnya saat A Wan menyapanya dengan tas di punggungnya. "Mau pulang?" tanya Mourent. "Iya, kebetulan Bunda saya datang," jawab A Wan. Mourent mengangguk dan tersenyum sambil membatin jika tebakannya benar. "Itu Bunda saya," A Wan hanya mengarahkan pandangannya pada Alwa dan Karim yang duduk tidak jauh dari mereka. Mourent melemparkan senyum kepada Alwa yang kebetulan juga sedang melihat ke arah mereka. "Bunda mu sangat cantik," puji Mourent. "Terimakasih." "Miss Mourent sendirian aja? Apa suami belum pulang," A Wan tahu jika Hanan sedang ada di Bandung karena Mourent mengatakan padanya beberapa hari yang lalu. "Besok dia sudah datang," jawab Mourent. "Maaf Miss, sayang permisi. Saya harus pulang." "Iya," jawab Mourent, dia terus mengawasi A Wan yang nampak berbeda ketika dari biasanya ketika A Wan bersama dengan keluarganya A Wan nampak lebih bersemangat dan ada warna di wajahnya, selalu ada senyumannya meskipun tidak selebar orang pada umumnya, sebuah senyuman di bibir A Wan itu sesuatu yang langka karena mengingat bagaimana kepribadian A Wan yang sangat sulit untuk tersenyum. Mourent masih belum bisa mengalihkan pandangannya dari A Wan dan juga keluarganya, Mourent terus melihat A Wan keluar dari coffee shop dengan menggendong kembali balita di dalam pelukannya, tiba-tiba Mourent memiliki keinginan di dalam hatinya ketika memperhatikan balita yang ada di dalam pelukan A Wan. "Betapa berwarna sebuah keluarga saat ada seorang bayi di dalamnya," ujar Mourent. Tapi Mourent harus menelan pil pahit ketika menyadari jika keluarga yang sedang dijalani cukup berbeda dengan keluarga lainnya, jika biasanya dua insan menikah karena mereka saling mencintai untuk hidup bersama untuk waktu yang lama sehingga mereka menghadirkan buah hati mereka, cuma itu sangat berbeda dengan yang dijalani oleh Mourent saat ini. Mourent dan Hanan menikah bukan karena mereka saling mencintai satu sama lain mereka menikah karena dorongan keluarga dari 2 belah pihak yang ingin Mourent dan Hanan menikah, dua orang yang tidak saling mencintai hidup bersama cukup sulit jika ini akan bertahan untuk lebih lama apalagi Hanan belum selesai dengan masa lalunya yang pastinya akan menjadi bumerang di kemudian hari. Mourent hanya berharap semua yang saya takutkan tidak akan pernah terjadi dia mencintai Hanan dan ingin hidup lebih lama bersama Hanan menjalin keluarga yang harmonis seperti kebanyakan orang yang jalani masih berusaha untuk meluluhkan hati Hanan dan berharap jika Hanan mau menoleh dan melihatnya jika Mourent begitu tulus mencintainya dan selalu ada untuk dia. Saat Mourent memperhatikan a dan juga balita yang ada di dalam gendongannya Mourent memandang balita yang ada di gendongannya awan dia melihat wajah balita itu sangat tidak asing untuk Mourent. Namun Mourent tidak menemukan wajah balita itu mirip dengan siapa Di dalam ingatannya hingga awan dan keluarganya hilang tidak hilang dari sudut pandang mau ran meskipun awan sudah tidak ada tidak terlihat dari sudut pandangnya masih bisa berpikir dengan wajah balita itu dia berpikir cukup lama hingga dia menemukan satu nama di dalam ingatannya. "Hanan?" gumam Mourent sambil mengerutkan keningnya. "Bagaimana balita itu bisa mirip dengan Hanan?" tanya Mourent pada dirinya sendiri. "Apakah wajah tampan milik Hanan begitu pasaran hingga ada seorang anak kecil yang bisa begitu mirip dengan wajah anan cuma jika wajah A Wan mirip dengan ibunya itu biasa karena mereka memiliki DNA yang sama, lalu bagaimana bisa balita itu bisa mirip dengan Hanan?" Mourent terdiam sejenak kemudian mengelengkan kepalanya kembali. Pikirannya kacau hingga dia memukul keningnya sendiri dengan ringan karena pikirannya yang kacau. "Ada apa dengan ku? Bagaimana bisa aku lagi-lagi menemukan wajah yang mirip orang asing dengan orang yang kukenal? Jika wanita tadi yang ketabrak adalah Yang Rou We? Kenapa dia sendirian? Yang Rou We memiliki seorang bayi seharusnya dia bersama bayinya dan sekarang balita yang digendong A Wan bagaimana dia bisa mirip dengan Hanan? Astaga ini yang salah pasti otakku? Apakah aku kembali berhalusinasi lagi?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD