Pantai dengan kenangan pahit

1063 Words
Sepasang mata sedang memperhatikan Mourent dan Hanan, sejek mereka datang ke pantai ini keduanya hanya duduk manis di atas pasir hingga matahari perlahan turun, mereka berdua hanya menjadi penonton untuk para pengunjung yang datang, mereka tidak menyadari jika sepasang mata itu terus melihat ke arah mereka. "Aku akan ke kamar kecil dulu," Mourent pamit pada Hanan dan suaminya itu hanya mengangguk pelan. Mourent beranjak sambil menepuk pelan tubuhnya agar pasir yang menempel padanya jatuh berguguran. Aghnia pergi ke kamar mandi umum yang tersedia di pantai itu tidak lama hanya sekitar 5 menitan dan saat dia kembali, Aghnia menemukan jika Hanan tidak sendirian, Aghnia tidak berpikir banyak karena dia pikir itu adalah teman Hanan yang kebetulan berada di tempat wisata ini namun ternyata Aghnia salah, dia sedikit terkejut saat melihat orang yang duduk di samping Hanan ternyata adalah orang yang dia kenal. "A Wan?" tanya Mourent sambil berdiri tidak jauh dari keduanya, kedua laki-laki itu dengan serempak mendongak melihat Mourent yang berisi. "Miss Mourent?" A Wan juga harus memainkan perannya, dia menghampiri Hanan buka karena A Wan mengenal Hanan, melainkan ingin mendengar suara milik Mourent yang sudah lebih dari satu Minggu A Wan tidak mendengarnya. A Wan bukan tipe orang yang bisa menyapa terlebih dahulu seseorang yang A Wan kenal terlebih pada Mourent, wanita yang di sukai oleh oleh A Wan, dia cukup malu hanya dengan adegan kecil seperti itu maka A Wan tidak mencari cara lain untuk bisa sedikit lebih dekat dengan Mourent tanpa harus bersangkutan dengan Mourent langsung. "Kalian saling kenal?" tanya Hanan. "A Wan peserta didik di kelas yang aku pimpin," jawab Mourent sambil menempatkan dirinya di samping Hanan sebelah kanan karena tempat duduknya yang semula di samping Hanan sebelah kini sudah di tempati oleh A Wan. "Saya murid Miss Mourent," imbuh A Wan. "Bagaimana kalian bisa bertemu?" tanya Mourent. "Dia datang membawa dua cangkir kopi, dia tidak bisa menghabiskan dua cangkir kopi sekaligus karena temannya sudah pulang," Hanan yang menjawab. "Sekarang di sini sendirian aja?" pertanyaan Mourent tentu saja itu untuk a yang dia sedikit memanjangkan lehernya agar bisa melihat A Wan yang tubuhnya tertutupi oleh Hanan. "Teman-temanku sudah pulang semua tapi aku masih ingin di sini dan aku tidak sendirian bukankah ada Miss Mourent dan suami di sini?" "Ohhh ... benar juga," Mourent melemparkan senyum pada A Wan sebelum menarik tubuhnya lagi, kini satu wanita dan dua laki-laki sedang menatap ombak yang terus bergejolak meski matahari akan segera tenggelam. "Maaf, saya belum bisa kembali mengajar," ucap Mourent namun tidak menoleh pada A Wan hanya sedikit menambah volume bicaranya untuk memastikan jika A Wan mendengar pertambangannya. "Tidak apa-apa," banyak yang mengambil cuti karena masalah keluarga dan itu sering terjadi," jawab A Wan. "Dokter Hanan nampaknya sudah hampir sembuh?" tanya A Wan, buktinya Hanan sudah bisa jalan-jalan ke pantai. "Ini masih masa pemulihan, karena begitu suntuk di rumah aku membawa Hanan jalan-jalan," jawab Mourent. Ketiga orang itu membicarakan tentang hal ringan dan sedikit tidak penting untuk menghabiskan waktu, sebenernya A Wan sedikit bersalah karena menganggu waktu berdua Hanan dan Mourent namun hati kecilnya juga tidak bisa berbohong jika A Wan merindukan Mourent, A Wan tahu jika A Wan tidak bisa memiliki Mourent karena wanita itu jelas-jelas masih memiliki suami, namun jika hanya sekedar rindu itu bukan masalah besar terlebih A Wan rindu dengan Mourent tidak mengajaknya ke tempat lain dan hanya berdua saja, di sini ada Hanan yang berstatus sebagai suami dari Mourent yang malah membuat A Wan tenang. A Wan berpamitan pada Hanan dan Mourent karena malam sudah datang dan dia harus pergi, A Wan berjalan memunggungi Hanan dan Mourent, yang seharusnya di dapatkan oleh A Wan dari melepaskan rindu nya pada Mourent adalah perasaan lega, namun A Wan sama sekali tidak mendapatkan hal itu. "Au ...," ucap A Wan setelah merasakan sakit di jidatnya, dia memukul keningnya sendiri karena apa yang sedang dia kesal dengan keadaan ini. "A Wan, kamu tidak bisa melakukan hal ini, kamu tahu jika wanita yang sedang kamu sukai adalah wanita yang sudah bersuami, semuanya akan sia-sia," A Wan mencoba menasehati dirinya sendiri namun A Wan masih menyangkal nasehat dari dirinya sendiri di dalam hatinya. "Aku tahu, aku juga tidak ada niatan untuk merebut Miss Mourent dari suaminya, aku hanya merasa rindu dengan wanita itu, aku tahu ini salah tapi biarkan aku bahagia sedikit saja." "Tapi apa kamu bahagia setelah bertemu dengan Miss Mourent? Apakah rindumu akan berkurang setelah bertemu dengannya? Yang ada malah rasa suka yang kamu miliki malah meraja lela yang akan menguasai dirimu dan akal sehat mu." A Wan terus berjalan menjauh dari Hanan dan Mourent, sibuk berperan dengan dirinya sendiri, dan sebelum A Wan benar-benar jauh dia menoleh pada Hanan dan Mourent untuk terakhir kali. "Ya Allah ..., jika Miss Mourent adalah jodohku maka tunjukkan jalan mana yang harus aku ambil untuk menjemputnya namun jika Miss Mourent bukan jodohku maka tolong hilangkan semua rasa suka yang aku miliki untuk orang yang tidak bisa aku miliki." A Wan berdoa di dalam hatinya, kemudian kembali melangkah pergi dengan langkah besarnya, dia tidak ingin menoleh lagi ke arah pasangan itu. Mencintai seseorang yang masih memiliki ikatan dengan orang lain itu juga menyakitkan karena itu sebanding dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan, A Wan sama sekali tidak pernah sekalipun berpikir jika dia akan mencintai wanita yang sudah bersuami, begitu banyak wanita singel yang bertebaran di sekelilingnya namun mengapa A Wan harus menjatuhkan pilihan pada Mourent yang sudah menikah. Ternyata Mourent juga melihat kepergian A Wan, dia melihat sekilas punggung A Wan yang semakin menghilang di kegelapan malam, tempat ini cukup minim penerangan maka orang akan cepat tidak terlihat karena kurangnya pencahayaan. Mourent menarik pandangannya dari A Wan dan fokus pada Hanan, tidak hanya A Wan saja yang akan meninggalkan tempat yang mulai sepi ini, Hanan dan Mourent juga harus pulang karena malam sudah datang. Dengan kekuatan yang di miliki Mourent, dia membantu memapah Hanan pulang, Hanan bisa melakukannya sendiri namun Mourent yang menawarkan jasanya untuk membantu Mourent. "Nampaknya pemuda itu tertarik padamu," tiba-tiba Hanan membuka percakapan lagi saat Mourent menaruh lengan Hanan di pundaknya dan tangan Mourent ada di pinggang Hanan. "Siapa?" tanya Mourent untuk memastikan. "Murid mu, Awan Awan namanya selalu mengingatkan aku pada langit." "Namanya Ridwan, aku tidak tahu mengapa bisa di panggil A Wan," Mourent menyahut. "Bagaimana?" "Apanya?" tanya Mourinho binggung. "Pemuda itu jika benar tertarik padamu?" "Ya tidak apa-apa. Yang tertarik padaku kan dia, ya tidak apa-apa yang penting aku tidak."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD