Perbincangan di atas ranjang

1044 Words
Mourent melihat sekilas Hanan yang berbaring di sampingnya, kemudian hanya tersenyum kecil. "Apa dari senyuman kecil itu?" tanya Hanan pada Mourent, dia masih bisa melihat senyuman kecil Mourent meski kamar ini dengan penerangan yang minim. "Aku tidak bertanya," jawab Mourent. "Aku ingin kamu tahu jika aku bukan laki-laki yang baik seperti yang kamu bayangkan," lanjut Hanan. "Lalu?" "Lalu?" Hanan malah balik bertanya dengan pertanyaan Mourent. "Kenapa kamu setenang ini ketika aku mengatakan jika aku pernah berbuat jahat." "Semua orang punya masalalu," jawab Mourent. "Bagaimana jika aku sampai detik ini masih mencintai wanita itu dan belum muve on?" "Jika kamu mencintainya bukankah seharusnya kamu menikahinya? Bukan malah meninggalkannya?" Hanan terdiam, kemudian dia berusaha untuk duduk. Melihat Hanan yang berusaha bangkit, Mourent lebih dulu bangun dan membantu Hanan bangun dan memposisikan dirinya dengan nyaman bersandar di sandaran ranjang. Hanan melihat Mourent yang berjarak cukup dekat dengan Hanan. "Apa?" tanya Mourent pada Hanan yang sejak tadi terus mengawasinya saat Mourent membantunya membenarkan duduknya. "Kamu terlalu baik Mourent," ucap Hanan tanpa berkedip. "Aku tidak merasa, aku hanya mengikuti alur yang ada. Orang pasti pernah melakukan kesalahan di dalam hidupnya dan orang butuh waktu muve on, aku juga tahu butuh waktu membuka hati untuk orang lain." "Aku masih mencarinya sampai detik ini, bagiamana tentang hal itu?" tanya Hanan. "Apakah kamu sangat mencintainya?" Mourent balik bertanya. "Hemmm ... dia cinta pertamaku dan aku masih mencintainya, dan itu alasan terbesar ku kesulitan menerima hubungan kita. Cukup sulit untuk membuat hubungan kita berkembang." "Apakah dia cantik?" tanya Mourent dengan senyuman kecil, di dalam penerangan yang minim Hanan masih bisa melihat senyum seorang Mourent, dia sedikit memiringkan kepalanya menunggu jawaban dari Hanan. "Emm ..., dia cantik," jawab Hanan. "Apakah dia lebih cantik dari ku?" Mourent sedikit menyesal dengan pertanyaan yang dia ajukan, namun pertanyaan itu muncul begitu saja dan langsung Mourent ucapakan lagi tanpa Mourent pikirkan lagi. Seorang laki-laki kebanyakan tentu saja akan memilih wanitanya meski dia tidak ada di sini. "Kalian memiliki ciri khas sendiri-sendiri, kamu cantik khas lokal dan dia cantik blasteran." "Oh dia blasteran?" tanya Mourent antuasias, dia malah merubah posisinya agar lebih nyaman, dia sedikit lebih dekat dengan Hanan, duduk menghadapnya seperti sedang berdiskusi sesuatu yang serius. "Iya dia blasteran, Jawa Tiongkok," jawab Hanan sambil menetap manik Mourent. "Siapa namanya?" "Yang Rou We." "Wow nanyanya ..., cukup tidak familiar." Hanan tidak langsung menjawab dia menatap Mourent terus dengan berbagai pertanyaan yang ada di otaknya. "Mo ...?!" panggil Hanan lembut. "Apa?" Mourent sedikit tidak mengerti, mengapa Hanan memanggilnya padahal sejak tadi mereka mengobrol saling berhadapan. "Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanya Hanan dengan wajah sangat serius. "Bagaimana menurutmu?" Mourent balik bertanya, senyuman di wajahnya dalam sekejap juga sudah hilang ketika Hanan memancing dirinya untuk membahas diri sendiri sendiri. "Sakit? Itu pasti," jawab Hanan. "Aku mencintaimu, aku sudah menempatkan kamu di hatiku, tentu saja aku akan sakit jika ternyata kamu masih memiliki seseorang yang ada di hatimu," jawab Mourent dengan sungguh-sungguh, dia akan memalingkan wajahnya namun Hanan menarik tangan Mourent. Membawa Mourent kedalam pelukannya, pipi Hanan dan Mourent menempel dan otomatis Mourent memejamkan matanya saat Hanan berbisik di telinganya. "Maaf, maafkan aku. Aku telah menyakiti hatimu dan seharusnya aku mengatakan ini sejak awal sebelum kamu jatuh cinta padaku," ucap Hanan sambil menyusupkan jari-jarinya ke surai Mourent. Sebenarnya posisi pelukan mereka cukup tidak nyaman, karena Hanan memaksakan pelukan dengan Mourent dengan jarak yang sedikit kurang menempel, dan cindera Hanan juga tidak bisa di ajak kompromi dengan posisi ini. Namun keduanya tidak ada yang ingin melepaskan pelukan ini. "Sebelum lebih jauh lagi aku akan menyakitimu, kamu bisa berhenti sekarang, aku tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, aku tidak bisa memberikan harapan palsu lagi karena aku sendiri tidak yakin pada diriku sendiri." "Itu tidak akan mungkin," jawab Mourent, sambil melepaskan pelukan Hanan. Hanan melihat jika mata itu sudah berbeda dengan beberapa saat yang lalu, sedikit berkilau karena air mata, jarak mereka begitu dekat tentu saja Hanan bisa melihatnya. "Aku sudah menyukaimu dan aku jatuh cinta sudah untuk waktu yang lama," jawab Mourent. Mourent menjauh dari Hanan dan kini Hanan tidak mencegah Mourent berpaling darinya dan melihat Mourent mengambil ponselnya sendiri dan menunjukkan pada Hanan lock screen pada Hanan. Hanan tidak mengerti mengapa Mourent menyodorkan padanya, namun Hanan masih mengambilnya dan yang pertama dia lihat dari ponsel Mourent adalah gambar seorang gadis yang belum matang hitam putih, Hanan mengangkat pandangannya melihat Mourent, meminta penjelasan tentang ini, karena nampaknya Hanan mulai menyadari sesuatu namun dia tidak yakin akan hal itu. "Apa kamu tidak mengenali hasil karya mu sendiri?" tanya Mourent pada Hanan yang masih memperhatikan ponsel Mourent. Mourent mulai menceritakan bagaimana bisa dia memiliki lukisan itu, Mourent menceritakan cukup detail pertemuan mereka, Mourent berharap pertemuan di masa remajanya dengan Hanan yang cukup di anggap istimewa oleh Mourent bisa membangkitkan ingatan Hanan. Namun sayangnya setelah Mourent menjelaskan panjang lebar bahkan waktu dan tempat di jelaskan semua oleh Mourent tidak banyak membantu, Mourent sedikit kecewa karena Hanan tidak begitu ingat dengan apa yang di anggap momen penting untuk Mourent. "Maaf, aku pelupa. Aku hanya ingat jika aku pernah pergi ke sana namun itu sudah bertahun-tahun yang lalu aku lupa, namun saat melihat gambar ini aku sedikit yakin jika aku memang yang menggambarnya, aku yang menggambar karya ini, saat itu aku masih amatir namun karya ini sudah cukup baik." Mourent tidak menjawab dia hanya terus memperhatikan Hanan, sedikit kecewa namun itu masih bisa di terima meski Mourent bertanya-tanya sudah berapa orang yang sudah di lukis oleh Hanan. Pasti banyak momen dan orang yang sudah di temui oleh Hanan, dan bukan salah Hanan juga jika Hanan tidak mengingat dirinya, karena jika Mourent di posisi Hanan maka Mourent akan sama, karena untuk apa mengingat hal yang tidak penting, untuk apa menyisihkan sebagian ingatan untuk orang asing yang tidak memiliki hubungan dengan kita. Mourent dan Hanan saat itu hanya dua orang asing yang saling bertemu, Hanan hanya melewatinya saja tanpa banyak berpikir tentang gadis yang dia temui namun berbeda dengan Mourent, Mourent memiliki ketertarikan pada Hanan saat pertama kali bertemu, terpesona akan wajah dan bakat yang di miliki oleh Hanan, apalagi Mourent memiliki kenangan di antara mereka berdua yang membuat Mourent selalu ingat dari waktu ke waktu, ada kalanya Mourent lupa dengan Hanan karena kehidupannya sendiri namun memori itu begitu mudahnya teringat kembali saat Mourent melihat hasil karya pemuda itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD