blackpeony@g*******m

1323 Words
"Yang Rou We ...?" suara itu memanggilnya untuk kedua kalinya. Yang Rou We terpaku di tempatnya, dia ingin mempercepat langkahnya namun itu pasti juga tidak membantu, karena Yang Yuan juga pasti bisa menyusulnya Yang Rou We ingin kabur dari hadapan saudaranya tapi Yang Yuan pasti tidak akan membiarkannya pergi begitu saja, tapi Yang Rou We belum siap jika saat ini harus berhadapan dengan Yang Yuan. Meski waktu sudah berlalu begitu lama namun Yang Rou We belum bisa berhadapan langsung dengan salah satu anggota keluarganya meskipun itu Yang Yuan. Yang Rou We menunduk dan mencoba menenangkan hatinya sendiri kemudian membalikkan tubuhnya dan langsung bertemu dengan wajah yang sedikit mirip dengannya wajah Yang Yuan yang di tumbuhi beberapa bulu di bagian wajahnya. "Kak Yuan ...," panggil Yang Rou We lirih. Laki-laki tidak menjawab panggilan dari adik perempuannya cuma dia langsung mengambil dua langkah besar ke arah Yang Rou We kemudian memeluk tubuh wanita itu dengan erat. "Kemana saja kamu?" tanya Yang Yuan pada Yang Rou We yang ada di pelukannya. "Aku tidak kemana-mana," jawab Yang Rou We membalas pelukan Yang Yuan. "Tidak ke mana-mana apanya?" tanya Yang Yuan sambil melepaskan pelukannya, kemudian menatap wajah Yang Rou We yang berusaha tersenyum di balik mata sembabnya. "Aku mencari kepenguru kota dan tidak menemukan siapapun yang mengetahui keberadaan mu." "Bukankah sejak dulu aku selalu menang jika sedang main petak umpet denganmu?" Yang Rou We berusaha mencairkan suasana yang nampak kaku ini. "Rou We ...?" "Aku baik-baik saja," Potong Yang Rou We. "Lihatlah aku baik-baik saja, Kak Yuan tidak perlu khawatir. Aku bisa menjalani ini dengan sangat baik." "Hanan ...?" "Tolong jangan bahas dia," Yang Rou We kembali memotong bicara Yang Yuan. "Ayo pulang," Yang Yuan meraih pergelangan tangan Yang Rou We. "Tidak, tidak Kakak Yuan. Aku datang bukan untuk pulang. Aku hanya merindukan Galang saja lagi pula aku belum siap bertemu dengan Ayah dan Ibu." "Mereka juga merindukan mu, apa kamu tidak kasihan kepada mereka meskipun Ayah tidak pernah mengatakan jika dia merindukanmu tapi Ayah yang mana yang akan tidak rindu kepada putrinya sendiri?" "Semuanya sudah berjalan dengan baik baik saja aku tidak ingin kedatanganku akan merusak segalanya hubunganku dan ayah mungkin tidak sepanas dulu. Tapi itu tidak, tidak lebih baik biarkan semuanya seperti ini. Aku hanya ingin melihat mereka, aku melihat mereka dalam keadaan baik-baik saja dan sehat itu sudah sudah cukup untukku." Yang Rou We sampai terbata-bata karena dia cukup terbawa perasaan jika membahas tentang keluarganya keluarga yang sudah dikecewakan karena sikap keras kepalanya. Yang Yuan juga mengenal adik perempuannya itu jika sekali dia bicara tidak maka dia akan mengatakan mengatakan tidak dan tidak akan ada seorangpun yang bisa menyuruhnya mengatakan iya jika sekarang dia tidak jika sekarang dia belum siap bertemu dengan kedua orangtuanya maka apapun Yang Yuan dilakukan yang itu tidak akan bisa merubah keputusan Yang Rou We. "Tunggu sebentar," ucap Yang Yuan saat mendengar ponselnya berdering, panggilan dari ibu mereka, Yang Yuan melihat Yang Rou We, Yang Rou We menyuruhnya mengangkat panggilan itu tapi Yang Rou We menempelkan jari telunjuknya di bibirnya sendiri. "Ok," jawab Yang Yuan, kemudian dia menerima panggilan dari ibu mereka. "Iya Ibu ...?" "Di mana? Ini sudah malam, bukankah kamu baru saja di kamarmu, kenapa aku datang membawakan makanan kamu tidak ada?" Sejak kepergian Yang Rou We, Yang Yuan menjadi satu-satunya anak laki-laki bagi wanita itu, dia memanjakannya seperti Yang Yuan seorang remaja, dia sudah cukup usia untuk menikah tapi masih di perlukan seperti seorang remaja, itu karena wanita itu berharap dengan mengurus anak yang masih ada di dekatnya itu bisa mengalihkannya perhatiannya pada anak gadisnya yang tidak di ketahui keberadaannya. "Ibu aku tidak jauh dari rumah, aku menemui temanku, mobilnya pecah ban dan aku datang untuk membantu dia mengganti bannya yang pecah," Yang Yuan mengeraskan volume ponselnya agar Yang Rou We juga bisa mendengar suara ibu mereka. "apakah dia seorang perempuan?" "Iya," jawab Yang Yuan. "Kamu menyukainya?" "Ibu dia bukan wanita yang aku cintai, aku sudah menganggap dia seperti saudara," jawab Yang Yuan sambil melihat Yang Rou We. "Ooo .... Cepatlah pulang, jangan terlalu lama di luar." "Iya ..., Ibu." Panggilan itu terputus dan kini wajah Yang kembali serius melihat adik perempuannya. "Terimakasih," ujar Yang Rou We. Yang Yuan tidak menjawab ucapan terima kasih dari Yang Rou We, ada begitu banyak pertanyaan yang ada dibenaknya, namun Yang Yuan tidak tahu dia harus memulai dari mana, ada ketakutan di hati Yang Yuan ketika dia akan bertanya banyak hal pada adik perempuannya Yang Rou We. Yang Rou We dan Yang Yuan baru saja bertemu, mereka memang masih bersaudara. Namun karena lama tidak bertemu mereka pasti ada rasa kecanggungan satu sama lain jika Yang Yuan bertanya hal-hal sensitif kepada Yang Rou We mungkin jarak ini akan semakin jauh di antara mereka berdua. "Kamu tinggal di mana?" tanya Yang Yuan. "Cukup jauh dari sini," Tidak ada yang salah dengan jawaban Yang Rou We, karena dia belum ingin jika Yang Yuan mengetahui kehidupan macam apa yang sedang dia rintis, mungkin juga nanti ketika Yang Rou We sudah sukses, membuat dirinya lebih baik lagi dari pada hari ini, dia tidak akan ragu mengatakan pada Yang Yuan dimana dia tinggal bagaimana kehidupannya sekarang dan mungkin Yang Rou We akan mempertemukan Karim dengan pamannya ini. "Nampaknya Ibu begitu memanjakan mu?" Yang Rou We berusaha mengalihkan pembicaraan yang membahas tentang dirinya, Yang Rou We lebih suka jika Yang Yuan yang banyak bercerita tentang keluarga mereka yang sudah lama Yang Rou We tinggalkan. "Iya aku sangat di manjakan, itu pun karena kamu ...!" "Aku?!" "Dia tidak ingin berlarut dalam pemikiran yang Ibu buat sendiri karena itu memakan tubuh Ibu, ibu lebih baik beberapa bulan ini karena dia berusaha tidak memikirkan mu dan memilih memanjakan ku sebagai pengalihan pikiran." "Ibu tidak menyuruhmu menikah?" "Tidak, itu bisa di mengerti namun aku tidak menyangka jika Ayah juga mendukung ibu, Ayah tidak pernah menyuruhku menikah, tidak pernah ada pembahasan tentang pernikahan di rumah, bahkan Ayah pernah marah pada temannya saat temannya mengungkit tentang usiaku yang sudah waktunya menikah, apa kamu ingin tahu apa yang di katakan Ayah pada temannya itu?" "Apa?" "Memangnya kenapa jika putra kubsusah cukup usia untuk menikah, kesuksesan seseorang itu tidak di ukur dari dia menikah atau tidak, karena pernikahan bukan puncak dari kesuksesan seseorang." Yang Yuan menirukan gaya bicara ayahnya. Yang Rou We tersenyum namun matanya berkaca-kaca, ayahnya sudah sedikit berubah setelah Yang Rou We yang keras kepala ini menjadi korban karena egonya sendiri. "Aku janji jika aku tidak akan memberitahu kepada ayah dan ibu tapi bisakah kamu tinggalkan nomor mu untuk aku hubungi?" Yang Rou We tidak langsung menjawab, dia sedikit bimbang karena sebentar lagi dia akan pergi ke Jepang, nomor yang dia gunakan Yang Rou We tidak tahu bisa di gunakan di Jepang atau tidak. "Kenapa?" Yang Yuan melihat keraguan Yang Rou We. "Email saja bagaimana?" tawar Yang Rou We. "Itu juga tidak apa-apa," jawab Yang Yuan dengan cepat. "blackpeony@g*******m," ucap Yang Rou We dengan pelan. "Tunggu sebentar," Yang Yuan mengambil ponselnya kemudian memasukkan alamat email milik Yang Rou We. "Apakah benar seperti ini penulisannya?" Yang Yuan menunjukkan ponselnya pada Yang Rou We. "Iya." Yang Rou We dan Yang Yuan akhirnya berpisah setelah Yang Yuan mendapatkan satu alamat yang mungkin nanti bisa dia datangi jika ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. Yang Rou We berjalan dengan langkah jenjangnya, langkahnya lebih ringan dari pada beberapa waktu lalu sebelum bertemu dengan Yang Yuan, sedangkan Yang Yuan berjalan kebelakang sambil melihat Yang Rou We, dia ingin membuntuti Yang Rou We seperti yang pernah dia lakukan namun saat ini Yang Yuan ingin membangun kepercayaan dari Yang Rou We, bisa saja dia mengikuti Yang Rou We untuk mengetahui di mana tempat tinggal Yang Rou We tapi kemungkinan Yang Rou We malah marah dan merasa tidak nyaman dan malu pergi lebih jauh lagi bukankah itu tidak menguntungkan dirinya. Jadi Yang Yuan memilih untuk kembali ke rumah, setelah melihat tubuh Yang Rou We tidak tampak lagi, Yang Yuan membalikkan tubuhnya dan sedikit berlari karena dia tidak ingin ibunya menunggu di rumah terlalu ka
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD