bc

Hold My Hand

book_age16+
0
FOLLOW
1K
READ
student
drama
comedy
loser
others
like
intro-logo
Blurb

Gino Putra Ananda, seorang siswa SMA. Ia sejak menduduki kelas satu SMA telah menyukai Naara Marsya. Namun sebuah takdir tersembunyi menjadi sebuah kejutan besar yang tidak dapat di tolak. Ayah Gino menikah dengan Ibu Naara, tidak lain adalah seorang gadis yang di sukainya kini telah menjadi seorang kakak bagi Gino karena umur mereka terpaut tiga bulan dengan Gino, meski sama-sama kelas dua SMA.

Bagaimana kehidupan keduanya setelah tinggal bersama sebagai kakak beradik?

Apa saja kejutan-kejutan yang tidak di harapkan hadir di keluarga mereka?

chap-preview
Free preview
Bab pertemuan : Gino
"Naara!" Seseorang memanggilnya dari belakang, ketika Naara baru saja melangkahkan kakinya ke dalam kelas. Senyum yang terukir oleh Naara yang membalas panggilannya. "Eh, Ra. Sini cepetan!" Segerombolan gadis yang duduk di salah satu meja paling depan. Beberapa orang lainnya mengambil kursi untuk duduk bergerombol seperti itu. Melihat ajakan itu, Naara langsung ikut berjalan ke arah mereka. Dengan tas yang masih dikenakan olehnya. Ia langsung mengambil Kursi terdekat dan duduk bersama. Mereka pun langsung berbincang ria, tawa dan senyum di pagi hari itu meramaikan suasana di dalam kelas. Sementara itu, dari kejauhan Gino diam-diam sedang memandang Naara ketika teman sebangku nya berbicara kepadanya. Sampai ia tidak sadar, jika dirinya terlalu lama memandang Naara. Tepat saat itu juga, Naara menatap ke arahnya. Sontak saja, anak laki-laki bernama Gino itu langsung mengalihkan pandangannya. "Eh, dengerin orang lagi ngomong gak sih?" tanya seorang teman yang sedang duduk berhadapan dengannya. "Hah? A-Apa?" Temannya itu menghela nafas gusar, ketika ia tahu bahwa Gino sama sekali tidak mendengarkannya. "Liatin siapa, sih?" tanyanya kemudian. Gino secara tidak sengaja menggerakkan bola matanya ke arah Naara. Meskipun dia sebenarnya tidak berniat menunjukkan kemana ia melihat sebelumnya. Dengan lirikan mata yang sekilas itu, membuat temannya melihat kemana Gino mengarahkan pusat pandangannya beberapa saat yang lalu. Tiba-tiba, senyumnya mengembang dan menggerakkan kepalanya kembali menatap Gino. "Naara?" tanyanya kemudian. Satu pertanyaan itu mampu membuatnya membelalakkan mata. Seketika ia pun langsung menyanggah dan memalingkan wajahnya dari temannya itu. "Eh, bro. Santai aja kali," ucapnya sembari memegang pundak Gino. Gino menatap tangan teman sekelasnya itu yang menyentuh pundaknya. Kemudian ia menggerakkan bola matanya melihat wajah orang yang ada di depannya. "Naara itu banyak yang suka, jadi jangan terlalu berharap, deh," ujarnya. "Selain itu, bukan rahasia lagi kalo banyak cowok yang naksir dia. Jadi, jangan malu-malu kucing gitu. Jijik tau, gak," ucap temannya yang sedikit kurang ajar. Mendengar kalimat yang paling akhir. Membuat Gino berdecak kesal, bagaimana tidak. Hanya karena dirinya malu selama beberapa saat, dengan seenaknya temannya itu berkata seperti itu, sangat kurang ajar memang. "Aku gak suka sama siapa-siapa," ucap Gini yang mulai kesal. "Terus sama siapa? Gaby?" tanyanya sambil terkekeh. Gino kembali berdecak kesal terhadap temannya itu. Dengan malas dia mengubah posisi duduknya. Sementara itu, temannya masih terkekeh sembari menatap dirinya. Mengabaikan temannya yang sedang sibuk terkekeh. Secara diam-diam, ia kembali menatap ke arah Naara yang sedang sibuk bercanda tawa dengan teman-temannya di depan sana. Senyumnya begitu manis saat Gino melihatnya. Tidak heran, jika banyak orang yang menyukai Naara Marsya. Dia adalah gadis periang yang sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Hampir satu sekolah tahu tentang Naara. Gadis yang periang dan cantik itu, tidak sedikit yang menyukai akan sikapnya itu. Banyak yang menyukai Naara yang ramah kepada siapa pun itu. Sehingga tidak sedikit teman yang dimiliki oleh gadis berumur enam belas tahun tersebut. Gadis yang seumuran dengan Gino. Gino Putr Ananda, hanyalah siswa SMA biasa. Dia tidak memiliki nilai yang terlalu bagus maupun buruk. Dia juga hanya belajar di saat ulangan akan segera berlangsung. Dia duduk di bangku kelas dua SMA sekarang. Sebuah keberuntungan baginya, ketika Naara dengannya dapat sekelas lagi. Sebab, Gino sudah pernah sekelas dengan Naara saat masih kelas satu SMA. Gino menyukai Naara secara diam-diam sejak kelas satu SMA. Dia menyukainya karena sifat ramah dan murah senyum. Naara juga terlihat sangat baik dengan siapa pun. Dia tidak memilih-milih teman, hampir semua orang di sekolah ini ia kenali. Sikapnya yang periang itu, membuat Gino jatuh hati kepadanya. Namun, ia hanya bisa melihat Naara dari kejauhan. Sampai kini, ia belum berani menyatakan perasaan kepadanya. Gino tidak punya cukup keberanian itu, oleh karenanya dia hanya bisa diam dan memandangnya dari kejauhan. Saat masih kelas satu, Gino hanya berbicara dengan Naara beberapa kali. Itu pun hanya karena ada kerja kelompok bersama atau pertemuan antara keduanya yang tidak disengaja di jalan. Bagi Gino, Naara adalah sosok yang amat sempurna. Karena dia selalu membawa kebahagiaan bagi orang-orang dengan senyumnya. Seolah seperti magnet, senyumnya itu dapat menarik banyak orang untuk mendekat ke arahnya. Entah aura apa yang ia miliki itu. Hanya saja, Gino tidak tahu kapan akan menyatakan perasaannya yang selama ini terpendam kepada gadis itu. Entah berapa lama lagi ia akan memendam perasaan di hatinya. Selain itu, bukan hanya dirinya saja yang menyukai gadis periang itu. Banyak juga teman-temannya yang mengagumi Naara. Hingga bel berbunyi dan menghamburkan pandangannya. Dia langsung mengalihkan pandangan ke arah buku di mejanya. Temannya itu pun langsung duduk manis ketika melihat seorang guru yang masuk ke dalam kelas mereka. Sementara itu, Naara yang duduk menghadap teman-temannya. Dia masih asik tertawa bersama yang lain. Sampai pada akhirnya, satu persatu temannya terdiam. Mereka menyadari adanya seorang pria paruh baya yang berdiri tepat di belakang Naara. Naara masih sibuk tertawa terbahak-bahak dengan tangan yang setengah menutup mulutnya. Entah apa yang dibahas sampai Naara tertawa hingga terbahak-bahak seperti itu. Pria paruh baya itu masih setia berdiri di belakang Naara dengan kedua tangan yang ditaruh di belakang. Pria berkumis tebal yang tidak lain adalah guru matematika mereka. "Psst..." ucap salah satu teman Naara memberi kode. Namun, Naara sama sekali tidak memahami kode itu. Dia malah tetap tertawa, seolah mengira temannya itu sedang mengingat apa yang dibahas. Semua teman-temannya sudah menyadari akan kehadiran guru itu. Namun, tidak dengan Naara yang masih belum menyadarinya. "Itu..." ucap gadis berambut pendek yang duduk di depannya. Gadis berambut pendek sebahu itu mencoba memberi kode dengan bola matanya yang bergerak ke arah guru itu dan Naara selama beberapa kali. Berharap Naara dapat mengerti apa yang dimaksud. "Kenapa matamu? Sakit mata, ya?" tanya Naara yang menghentikan tawanya sejenak. "Itu..." ucapnya lagi dengan penuh penekanan. "Apaan?" tanya Naara sembari terkekeh. Naara masih tidak mengerti dengan apa yang dimaksud. Hingga teman-temannya menunjuk ke arah yang sama, "itu..." ucap mereka sembari menunjuk dengan berbagai isyarat tubuhnya. "Hah?" Setelah menunjuk, satu persatu temannya memindahkan kursi ke tempat semula dan duduk di tempatnya masing-masing. Sontak saja Naara kebingungan, "Loh, kok pada bubar? Gurunya kan belum dateng," ucap Naara yang tidak ingin mereka pergi. "Gurunya belum dateng, ya?" ucap seseorang di belakangnya dengan suara berat yang khas. Sontak, Naara terkejut dengan suara berat yang tidak asing itu. Dengan mata yang terbelalak, secara perlahan ia menolehkan kepalanya ke belakang. "Gurunya belum dateng, ya?" tanya guru itu sambil tersenyum. "Eh, pak," sapa Naara sembari menyunggingkan bibirnya. Dia pun bangkit dari duduknya, "Sehat, pak?" ucapnya sambil mencium punggung tangan gurunya itu. Kemudian ia berjalan sembari menarik kursi itu kembali ke tempatnya. Dengan senyum yang masih terukir dia berjalan menuju tempat duduk yang tidak jauh dari tempat ia menaruh kursi itu. Seketika teman-teman sekelasnya tertawa akan tingkah lakunya itu. Tidak terkecuali dengan Gino yang terkekeh melihat kelakuan Naara yang lucu itu. Beruntungnya, guru matematika itu masih baik padanya. Pria paruh baya yang memiliki kumis tebal itu, hanya terkekeh sembari menggelengkan kepalanya karena kelakuan anak didiknya. *** Jam pulang sekolah pun tiba, Gino dan beberapa temannya berjalan bersama menuju pintu gerbang sekolah. Mereka masih berjalan dalam lorong sekolah yang masih ada beberapa anak di dalam. Gino bersama tiga orang temannya berjalan bersama sambil mengobrol santai dan bercanda tawa. "Eh, kita main ke tempat biasa yuk!" ajak salah satu temannya kemudian. "Sekalian numpang Wi-Fi di rumah Gino," ucap temannya yang berjalan tepat di sampingnya. Gino langsung berdecak kesal mendengarnya, "Ah, numpang. Beli kuota sendiri sana," ucap Gino bercanda. "Pelit!" Salah satu temannya pun mengejek Gino, karena tidak mau berbagi koneksi internet di rumahnya. Tentu saja, mereka hanya bercanda. Keributan kecil sambil berjalan pun terjadi. "Kamu gak modal," ucap Gino tidak mau kalah. Keributan itu terjadi, hingga Gino menyadari sesuatu ketika ia merogoh saku celananya. Gino langsung menghentikan langkahnya dan kembali mengecek untuk yang ke dua kalinya. Teman-temannya yang sedari tadi berjalan bersamaan pun ikut menghentikan langkahnya. "Kenapa?" tanya salah satu temannya. "Hpnya, kayaknya ketinggalan di kelas deh," ucap Gino yang terlihat panik. "Kalian duluan, aku mau ambil hp!" ujar Gino sembari berlari kembali ke kelasnya. "Eh, Wi-Fi nya gimana?" "Pulang sana!" seru Gino tanpa menolehkan kepalanya. Dengan secepat mungkin, Gino berlari menuju kelasnya. Berharap ponsel miliknya masih ada di sana. Hingga ia hampir dekat dengan kelas yang dituju. Gino memperlambat larinya dan mulai berjalan cepat. Seketika Gino langsung kembali menarik tubuhnya bersembunyi dari seseorang yang ia sukai. Dia tidak tahu jika Naara masih berada dalam kelas sambil memegang ponselnya. Demi memastikan kembali, Gino kembali melihat ke dalam kelas seperti seseorang yang sedang mengintip. Satu detik setelah melihat gadis itu, ia langsung menarik kepalanya. Tidak ada orang yang lewat di dalam lorong, senyumnya yang terukir itu tidak terlihat oleh siapa pun. Kecuali... "Kamu ngapain senyum-senyum di sini?" "Aah!" kejut Gino. Gino terkejut saat mengetahui ada Naara yang berdiri di dekat pintu, atau lebih tepatnya berdiri di sampingnya. Naara nampak menampilkan senyumnya saat menatap Gino. Sontak saja, Gino yang ditatap oleh Naara dengan senyum manisnya itu. Membuat jantungnya berdegup cukup kencang. "A-Aku mau ambil hp," ucap Gino sembari berjalan melewati Naara. Naara terus melihatnya di dekat pintu dengan senyumnya yang masih terukir. Membuat Gino yang mencoba mencuri pandang, langsung mengalihkan pandangan dari gadis itu dan mencoba bersikap tenang menuju mejanya. Gino merogoh laci meja, dia menemukan ponsel miliknya yang masih ada di sana. Kemudian dia berjalan ke pintu, dimana Naara yang kembali bermain dengan ponselnya. "Ada?" tanya Naara yang melihat Gino ada di dekatnya. Dengan ragu, Gino pun mengangguk menjawab pertanyaan itu. Melihat jawabannya, Naara pun tersenyum lagi. Membuat Gino tidak dapat mengendalikan detak jantungnya. "Oh, bagus deh. Aku duluan, ya!" ucap Naara hendak beranjak pergi. Namun, entah apa yang terjadi dengannya. Secara spontan, Gino mencela tangan gadis itu. Hal itu, membuat Naara menoleh ke arahnya dengan tatapan bingung. "Ada apa?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook