"Ha-halo Ma, dengar. Jangan dengarkan ucapan Angel Ma. Aku ngak macam- macam kok. Aku banyak kerjaan dan lelah jadi ia pasti merasa aku cuekin, " kata Aditya tanpa mendengar apa yang akan ibunya katakan. "Dan, masalah nafkah aku lupa memberinya karena lupa. Sebab selama ini Angel kan punya penghasilan sendiri. Salah sendiri dia tidak meminta, " lanjut Aditya.
Aditya percaya diri kalau penjelasannya akan diterima oleh ibunya. Akan tetapi ia harus menerima reaksi tidak terduga dari sang ibu.
"Aditya! Jadi sikap mu sama Angel selama ini seperti itu ya!? Beraninya kamu bersikap seperti itu pada menantu kesayangan ku!" jerit Trisna.
"Apa?" tanya Aditya yang tercengang. Dia tidak menduga jika ibunya tidak tahu. Padahal ia mengira kalau Angel akan mengadu pada ibunya. Ternyata ia salah dan justru mengatakan kulakuannya sendiri pada ibunya.
"Itu... Nanti aku hubungi lagi Bu. Ada klien," ucap Aditya buru- buru mematikan telepon demi kesehatan telinganya.
"Astaga, kenapa aku ngak denger ucapan ibu dulu. Sekarang aku ketahuan," gerutu Aditya.
Dia segera mengemas barang-barangnya dan berniat pulang. Lebih baik memuaskan libido nya dengan Nila yang siap melayani nya.
" Lo, Pak Aditya sudah pulang?" tanya sekertaris Aditya.
"Iya. Kamu lembur ya? padahal pekerjaan hari ini ngak banyak kan?" tanya Siska. Dia gadis cantik mirip unnie Korea.
"Sebenarnya saya ulang tahun. Jadi kalau bapak tidak keberatan, mau kah bapak ikut kami makan - makan?" tanya Siska.
Wajahnya memerah saat ia meminta dirinya ikut. Sangat cantik dan tak kalah cantik dengan Angel. Hanya saja tubuh Angel lebih meliuk dari pada Siska.
"Baiklah." Aditya jelas tidak bisa menolak niat baik sekertarisnya. Apalagi karyawan yang lain juga sudah menunggu. Hitung- hitung ia healing dari masalah keluarga.
"Terima kasih Pak. Ayo kita berangkat sekarang," ajak Siska. Saat ia tertawa, wajahnya semakin cantik.
Mereka pun tiba di cafe yang sudah di pesan oleh Siska.
" Ayo, kita pesan makanan, " ucap Nindia dan Agus. Sopir nya Aditya, yaitu Joko pun ikut di traktir. Mereka semua makan dengan santai sampai tiba-tiba Nindia, Agus dan Joko pamit. Sedangkan makanan Siska dan Aditya masih banyak.
"Maaf Pak, Sis, saya pulang duluan. Anak saya mendadak demam, " pamit Nindia. Dia diam- diam memberi mengedipkan matanya pada Siska.
Siska tahu isyarat dari Nindia karena semuanya sudah direncanakan oleh mereka. "Kalau begitu bungkus saja ya?" tawar Siska.
"Kalau begitu saya antar Nindia, kasihan dia kalau pulang malam- malam naik angkot, " ujar Agus.
"Lo, kok gitu sih. Kalau begitu kamu juga bungkus aja biar bisa dimakan di kos."
Agus mengangguk. Dengan cepat mereka pergi meninggalkan Siska dan Aditya sendirian. Sedangkan Joko, ia diseret oleh Agus seolah- olah ada ada yang ingin ia katakan. Padahal itu hanya akal- akalan mereka agar Joko tidak mengganggu rencana pendekatan Siska pada Aditya.
"Pak Aditya makan yang banyak ya?" tangan Siska mendarat di paha Aditya. Membuat pria itu terkesiap karena gerakan jari- jari Siska. Jari itu dengan erotis membelai dari atas ke bawah. Sebagai seorang pria, ia tentu saja bereaksi.
"Siska, jangan begini. Aku sudah memiliki istri, " tolak Aditya.
Dua lagi, Angel dan Nila. Aku ngak bisa menikahi satu orang lagi.
"Tapi saya cinta sama bapak. Saya tidak apa- apa menjadi simpanan bapak," ucap Siska. "Tolong jangan tolak perasaan saya Pak."
Siska mengharap dengan wajah menyedihkan. Sebagai pria tentu saja hati Aditya bergetar.
Sayangnya posisi simpanan juga sudah terisi.
Jadi dengan sikap sok bijaksana, Aditya terpaksa menolak Siska.
"Siska, kamu masih muda dan cantik. Akan ada banyak pria yang akan mencintai kamu. Jadi lupakan aku ya?" ucap Aditya sambil memeluk Siska. Setidaknya pelukannya bisa menenangkan Siska dan membuat Siska tidak tersinggung. Sungguh butuh keberanian yang besar bagi seorang gadis untuk mengatakan perasaan nya.
"Baiklah, kali ini bapak bisa menolak saya. Tapi saya tidak menyerah. "
Aditya tersenyum lembut. Dia dan Siska melanjutkan makan malamnya lalu mengantar gadis itu pulang. Entah kenapa hatinya sangat bahagia setelah menerima pengakuan cinta Siska. Kepercayaan dirinya melambung tinggi jadi ia pulang dengan hati bahagia.
Awalnya ia mengira kalau Nila akan menyambuthya dengan pakaian super terbuka seperti yang ia lakukan jika tidak ada Angel. Kemudian mereka akan berakhir di ranjang dengan kegiatan panas. Akan tetapi yang ia lihat justru kebalikan dari yang ia harapkan.
"Ibu, ada apa ini!?" tanya Aditya yang terkejut dengan kondisi Nila yang meringkuk di lantai dan menangis.
"Pembantu ini kulakuannya sudah melonjak. Mana ada pembantu yang menyambut tuan nya dengan pakaian kayak gitu!" teriak Trisna.
Dia melihat nyalang pada Nila yang memegangi pipinya. Nampak jelas ia baru ditampar oleh Trisna.
"Ma, itu memang gaya berpakaian Nila, Angel saja tidak keberatan," bela Aditya.
"Oh jadi membela wanita ini!? Apa kamu sudah tergoda dengan pembantu sialan ini!?" Trisna kembali mendekati Nila dan menjambaknya. Setelah itu ia kembali menampar Nila. Ingatan wanita ini membuka pintu dengan pakaian minim dan tembus pandang menyulut emosinya. Apalagi melihat sikap Aditya sekarang. Sebagai seorang ibu, ia bisa melihat ada raut khawatir di mata anaknya pada Nila. Entah seperti apa perasaan Angel melihat kelakuan pembantunya yang kurang ajar ini.
"Ibu, sudah lah..." Aditya berusaha menghentikan tindakan Trisna. Dia tidak tega melihat Nila yang kesakitan.
Trisna menenangkan diri. Lalu menunjuk pada Nila, "Kalau kamu berani berpakaian seperti itu lagi, awas kamu! Dan kamu Aditya, ibu harap kamu ngak tergoda sama buntelan lemak ini. Jangan sampai kamu berakhir di jalanan karena ibu coret dari daftar ahli waris."
Aditya menghela nafas panjang. Dia ingin mengalihkan masalah ini dengan bertanya tentang Angel.
"Angel kemana Bu?"
Wajah Trisna menjadi cerah saat Aditya menyebut namanya. "Dia mau menginap di rumah ibu. Jadi ibu ke sini sekalian mau membawakan bajunya. Siapa yang sangka ibu malah disuguhi penampilan vulgar pembantu mu," jawab Trisna.
Nila sama sekali tidak berani mengangkat wajahnya. Dia takut diserang oleh Trisna lagi. Andai saja ia tadi melihat lebih dulu siapa yang mengetuk pintu, pasti ia tidak akan berpakaian seperti ini. Itu karena Aditya biasanya pulang pukul jam lima sore. Siapa yang mengira kalau yang muncul adalah Aditya.
'Kamu dari mana mas? kenapa jam segini baru pulang?' tanya Nila dalam hati. Rasa curiga membuatnya melupakan rasa sakit akibat pukulan Trisna. Sebab tidak biasanya Aditya pulang malam seperti sekarang. Hatinya jauh lebih sakit saat kecemburuan mulai menguasainya.
Tbc.