Rambut basah, itulah yang Angel dapati pada Nila dan Aditya. Sudah jelas tadi malam mereka menghabiskan malam panas. Pastinya Nila sangat puas mengingat ia sejak tadi senyum- senyum sendiri. Sedangkan Aditya, ia nampak segar. Pasti karena libido nya terpenuhi sehingga hari ini ia good mood.
Perih, tentu saja. Namun Angel mencoba untuk ikhlas. Apakah ia merasa sakit, jelas iya. Dan tidak ada yang bisa menggambarkan seperti apa rasanya. Hanya rasa cintanya pada Aditya yang mampu membuat Angel tegar. Kelemahan dirinya yang tidak bisa melakukan kewajiban sebagai istri, membelenggu segala amarah dan kesedihan agar tidak meledak.
'Sabar, aku tidak apa-apa. Asalkan mas Aditya masih bersama ku dan bahagia.'
Sejujurnya yang Angel takutkan adalah diceraikan oleh Aditya. Jadi diam adalah jalan agar ketakutannya tidak terpenuhi.
Hanya saja, Aditya kembali menunjukkan sikap dingin. Dia melihat kembali Angel dengan tatapan jijik. Setelah bercinta dengan Nila, ia merasa jika wanita yang tidak bisa memenuhi kebutuhan batin suami, sangat tidak layak untuk dipertahankan. Hanya membuang energi untuk mengurusinya.
'Buat apa aku mempertahankan hubungan pernikahan yang sudah tidak berbentuk ini?' tanya Aditya dalam hati.
Ia lebih suka menjadikan Nila sebagai satu-satunya istri dan nyonya Seno. Walau penampilannya tidak secantik Angel, tapi ia bisa melayani dengan baik segala kebutuhan dirinya.
'Tapi kenapa ada rasa berat saat aku akan mulai membicarakan perceraian dengannya? Apa aku masih berharap kalau Angel kembali seperti dulu?' rasa ragu membuatnya bertanya pada dirinya sendiri.
'Apa aku masih mencintainya?' tanya nya dalam hati.
"Pak, ini sarapannya?" ucap Nila. Senyum mengembang di bibirnya yang masih bengkak. Tatapan menggoda ia berikan dan jika Angel tidak melihat ke arahnya, Nila memberikan sentuhan menggoda pada area intim Aditya. Pagi ini ia membuat Aditya tidak melihat ke arah Angel lagi. Dia bahkan mengenakan daster tipis yang sesuai menerawang. Tentu saja Aditya berkali-kali melihat bagian tubuh Angel yang tidak memakai dalaman hingga puncak apel nya mengecap dari daster tipis yang ia kenakan.
" Terima kasih ya." Aditya juga tidak kalah. Dia tanpa ragu mengabaikan Angel yang sarapan di depannya sambil pura-pura melihat ponsel. Keduanya berinteraksi seolah tidak ada Angel di situ. Biasanya Angel juga akan pergi ke kamar. Jadi mereka santai saja.
'Sabar, aku harus sabar agar mas Aditya tidak menceraikan ku,' batin Angel.
"Mas, aku hari ini akan mengunjungi ibu ya?" tanya Angel. Trisna, adalah ibu Aditya yang sangat menyayangi Angel. Aditya bahkan takut dengan Ibu Trisna. Entah apa yang akan ia katakan jika putranya punya menantu seperti Nila. Apalagi sekarang ia memegang saham terbesar dari perusahaan keluarga Seno. Sudah pasti Aditya kalah dalam hal kekuasaan.
Aditya menatap Angel lama. Ada rasa khawatir pada dirinya. Ia takut jika Angel mengadukan sikapnya yang dingin pada ibunya. Meski saat ini ia belum ketahuan kalau menikah lagi, tetap saja ia merasa khawatir.
"Ya, tapi jangan ngomong macam- macam ," pesan Aditya.
Angel memperlihatkan wajah sok polos.
"Mengapa aku harus cerita macam-macam? emangnya mas Aditya lagi macam- macam ya?"
Pertanyaan Angel membuat Aditya terdiam, entah apa yang akan ibunya pikirkan jika ia menikahi gadis yang tidak sesuai dengan seleranya. Ibunya mungkin akan senang jika ia memilih gadis yang sebanding dengan Angel.
Angel mengedipkan mata, menunggu jawaban Aditya. Lalu melihat ke arah Nila yang memucat. Angel memang sudah tahu kalau Trisna sangat galak. Dia juga tahu kalau Nila takut dengan ibu Aditya. Oleh karena itu ia tidak berani menguasai Aditya lagi seperti tadi.
"Saya ke dapur dulu." Nila pamit untuk mencuri piring. Ia mulai gentar saat Angel menyebut nama mertuanya. Nila tahu kalau semua kekayaan Aditya adalah milik ibunya. Dari rumah, perusahaan dan lainnya.
'Bagaimana jika Bu Trisna menolak ku?' batin Nila. Dia teringat dengan nasib Andini yang ditinggal begitu saja dengan anaknya setelah ketahuan menikah siri.
"Tidak, jika aku hamil bu Trisna pasti akan menyukaiku. Apalagi kalau ia mendengar kulakukan Angel yang sering keluyuran," guman Nila.
Nila akhirnya bisa menenangkan diri. Ia merasa memiliki senjata yang bagus untuk membuat Trisna menyukainya.
'Untuk itu aku harus cepat hamil agar mas Aditya menceraikan wanita mandul itu, dan membuat Bu Trisna menyukaiku,' batin Nila.
Ia mulai membayangkan bagaimana rasanya menjadi nyonya Seno satu- satunya. Ia pasti akan seperti nyonya besar yang menghadiri pesta - pasta di mana ada artis ibu kota yang hadir. Dia juga akan dilayani oleh pembantu seperti Angel.
Tiba-tiba ia merasa tidak nyaman dengan kata pembantu rumah tangga. Rasanya ia mengingat dirinya sendiri yang menjadi simpanan Aditya. Nila jelas tidak mau hal itu terjadi padanya. Ia takut jika nantinya Aditya terpikat dengan pelayan.
"Kalau aku punya pembantu, aku akan mencari yang tua."
Di sisi lain, Aditya benar- benar tidak tenang dengan keinginan Angel yang akan mengunjungi rumahnya. Ibunya memiliki hutang budi yang besar pada almarhum ayah dan ibu Angel karena membantu keuangan perusahaannya saat sedang kritis. Itulah yang membuat Trisna begitu menyayangi Angel. Dulu Trisna bahkan mengancam Aditya akan menghapus dirinya dari daftar ahli waris jika sampai membuat Angel sedih atau menyakiti hatinya.
"Ck sial. Kenapa aku sampai lupa? Seharusnya aku pura-pura saja bersikap baik padanya. Jika sampai ibu datang, aku akan habis."
Aditya bukan pria yang mendirikan perusahaan. Dia hanya terpilih memimpin perusahaan ini setelah bersaing dengan adiknya. Ia benar-benar tidak bisa membayangkan seperti apa nasibnya jika sampai ditendang dari perusahaan dan dari rumah. Apalagi selama ini gaji yang ia miliki hampir ia setor ke Angel. Baru dua tahun sejak Angel keluyuran saja, ia menghentikan transfer uang ke Angel.
"Ya ampun, jadi sudah selama itu aku tidak memberi nafkah pada Angel?" guman Aditya. Anehnya Angel sama sekali tidak marah atau protes. Ia masih tersenyum hangat walau dirinya tidak mendapatkan nafkah.
Ada rasa bersalah yang menggelayut. Tangannya yang bebas mulai mengusap dagunya saat sedang mengingat sikap Angel yang tidak pernah kasar atau marah.
"Tsk kenapa aku harus merasa bersalah. Dia adalah orang yang tidak melakukan kewajibannya lebih dulu. Jadi wajar kalau aku tidak melakukan kewajiban ku."
Seharian ini, Aditya merasa berdebar menunggu telepon ibunya. Sebab setiap Angel datang ke sana, ibunya selalu menelpon Aditya. Selama ini ibunya tidak pernah marah. Namun hari ini, ibunya masih belum menghubunginya.
'Jangan- jangan Angel cerita kalau aku bersikap dingin dan tidak memberi dia nafkah?' Aditya mulai panik. Ketika teleponnya berbunyi, ia terkejut sampai melompat dari kursinya. Tangannya gemeatr saat akan mengangkat telepon yang ternyata dari ibunya.
Tbc.