Dilema Pagi

1022 Words
Angel menyadari jika ia tadi malam demam. Kenapa nya begitu pusing hingga ia tidak bisa membuka mata. Saat itu ia merasa mendengar suara Aditya yang mendatanginya. Dia juga merasakan tangan hangat Aditya di keningnya. Mengingat hal itu, membuat Angel tersenyum miris. 'Mana mungkin Mas Aditya melakukan itu. Pasti yang aku rasakan hanyalah mimpi,' batin Angel. Kasih sayang yang indah dari sang suami, sudah lama hilang. Angel bahkan tahu jika suaminya membencinya. 'Maafkan aku Mas. Walau kamu muak dengan keberadaan ku, tolong bertahanlan sebentar. Aku mungkin akan menghilang dari hidupmu selamanya. Keinginan terakhir ku hanya ingin melihat mu.' "Angel, kamu sudah baikan?" sapa pemilik suara yang baru saja masuk ke kamarnya. Angel tercengang. Aditya yang membencinya kini ada di hadapannya dan menampakkan wajah khawatir. 'Jadi, tadi malam bukan mimpi?' batin Angel. Matanya terasa menyengat, air mata mulai tergenang. Namun Angel menahan agar tidak menangis. "Aku tidak apa-apa kok Mas. " Aditya mendudukan diri di sisi Angel. Tangannya menyambangi kening wanita berwajah pucat. Aditya bahkan heran melihat wajah istrinya yang masih cantik meski ia pucat. "Tadi malam kamu demam. Memangnya kamu sakit apa? kenapa dokter ngak tahu penyakit mu. Kita ke rumah sakit ya, biar pihak kesehatan melakukan medical chek up ke kamu," tawar Aditya. Angel terkikik. Tawanya yang cantik membuat dunia Aditya seakan terhenti. Dia lupa jika kecantikan fisik Angel salah satu alasan ia menikahi wanita ini. "Aku hanya demam biasa. Maklum pekerjaan banyak. Ngak usah ke rumah sakit segala," ucap Angel. Di dalam hati, Angel khawatir jika ketahuan. Jika demikian maka sia-sia semua pengorbanan yang ia lakukan selama ini. 'Gawat, jangan sampai Mas Aditya membawa ku ke rumah sakit,' batin Angel. "Tapi kamu sempat pingsan," debat Aditya. "Sekarang kan tidak, ya ampun tangan ku ternyata diinfus. Bearti aku kemarin kurang cairan. Sekarang rasanya sangat segar," jawab Angel dengan senyum lebar. "Sudah, Mas siap-siap kerja ya. Aku baik-baik saja kok." Aditya mengalah. Dia kemudian menuju ke dapur dan bersiap untuk sarapan. Namun yang ia dapatkan adalah wajah cemberut dari Nila. Ia mulai bertanya-tanya kenapa istri keduanya itu cemberut. Saat ia hendak bertanya pada Nila, Angel tiba-tiba turun dari lantai atas. Dia bergabung dengan Aditya untuk sarapan. "Loh, Mbak Nila, kok sarapannya belum dihidangkan?" Nila mengangguk sopan. Namun ia tidak menjawab sepatah kata pun. Dia merajuk pada kedua orang di depannya ini. "Kalian berdua seenaknya bermesraan tadi malam, sedangkan aku menderita sendirian karena merindukan Mas Aditya. " Ia nampak sudah lupa jika posisinya di rumah ini hanyalah pembantu rumah tangga. Dia juga tidak ingat jika posisinya adalah istri kedua yang dirahasiakan. "Loh Mas, kok Nila kayaknya lagi bad mood ya? " tanya Angel. Aditya diam saja. Dia terus mengawasi Nila yang masih cemberut. Pada saat gadis itu membawa makanan di atas meja, ia sama sekali tidak mau melihat ke arah Aditya. Nila melanjutkan acara merajuknya dan kembali ke halaman rumah. Wanita itu ingin membersihkan halaman rumah agar tidak melihat kebersamaan Aditya "Mas, Mas," Panggil Angel. Aditya yang tadinya melamun tersentak karena panggilan Angel. "A- apa? " tanya Aditya. "Mas kok melamun? aku tanya kenapa mbak Nila kok terlihat marah," ucap Angel. "Aku juga ngak tahu. Sudahlah, kita sarapan saja dulu. Kamu kan baru sembuh," jawab Aditya. Dia juga tidak tahu kenapa Nila terlihat kesal. Dia akan mencoba menanyakan hal itu pada Nila nanti. Sekarang ia ingin fokus ke Angel yang baru sembuh dari sakitnya. Aditya berharap Angel akan menjadi istri baik seperti dulu. Di balik tembok, Nila mencuri dengar percakapan mereka. Tangannya mengepal karena merasa cemburu. "Mas Aditya, tega nya kamu beginiin aku. Seharusnya kamu mengutamakan aku, bukannya dia," gerutu Nila. Dia pun menuju ke depan dan membuka pintu lalu menutup dengan keras. Dia ingin Aditya tahu kalau dirinya sedang marah. Di halaman depan, Nila mulai menyiram tanaman. Setelah itu ia mencabuti rumput dengan ganas. Nila membayangkan kalau rumput itu adalah Aditya dan Nila. "Dasar menyebalkan. Kemarin kamu mengabaikan nyonya. Sekarang kamu memperlakukan nya seperti ratu. Aku sungguh tidak terima." Andini tak sengaja lewat di depan halaman rumah Angel. Dia hendak mendekat tapi urung ia lakukan karena Aditya baru saja keluar dari rumah. Dia sengaja berjalan lambat menunggu Aditya berangkat ke kantor. Setelah itu ia ingin berbincang dengan Nila seperti yang mereka biasa lakukan. "Nila, kenapa kamu marah-marah sejak pagi?" tanya Aditya. Nila tidak mengacuhkan Aditya. Dia memajukan bibirnya karena masih kesal. "Nila, kamu marah sama aku?" tanya Aditya lagi. Sebab tidak biasanya Nila cemberut seperti sekarang. "Kenapa nanya? sudahlah, jangan perdulikan aku," ucap Nila. Aditya mendesah keras. Bukan ini yang ia inginkan dari Nila. Yang ia mau adalah wanita yang pengertian. "Nila, apa kamu lupa posisi mu di rumah ini?" ucap Aditya tajam. Nila tersentak. Dia tidak menyangka kalau Aditya akan marah. "A-aku... hiks." Nila malah hampir menangis karena baru pertama kali ia dimarahin sejak dua tahun yang lalu. 'Ini semua karena wanita mandul itu!' teriak Nila dalam hati. "Maaf Mas, aku cemburu mas memperhatikan nyonya. Padahal tadi malam aku menunggu Mas datang," kata Nila sambil mengusap air matanya. Aditya akhirnya sadar jika Nila cemburu. "Nila, aku akan adil pada kalian. Jadi jangan khawatir. " "Tapi, Mas janji akan menceraikan nyonya jika aku hamil. Apa mas lupa dengan janji itu? aku yakin kalau nyonya itu mandul makanya ia tidak hamil sampai sekarang," kata Nila. Ia tidak lagi ragu menjelekkan Angel. Aditya memang merasa jika Angel mandul. "Baiklah, jika kamu hamil aku akan menceraikan Angel agar kamu menjadi istriku satu-satunya," kata Aditya. Walau hatinya merasa tidak nyaman tetap saja ia tidak mau memiliki istri mandul. "Mas janji ya?" "Iya, sekarang kamu harus bertingkah seperti biasa agar tidak membuat Angel curiga, okey?" perintah Aditya. Nila mengangguk dengan penuh semangat. Aditya menghela nafas panjang. Akhirnya ia menyelesaikan masalah ini. Andini muncul setelah Aditya pergi. Dia yang mendengar percakapan Nila dan Aditya langsung bertanya pada Nila. "Mbak Nila, jangan sampai melewatkan kesempatan menjadi nyonya Aditya Seno. Cepat-cepat hamil biar wanita mandul itu ditendang dari rumah," kata Andini. "Jangan sampai nasib Mbak sama kayak aku." Nila kembali teringat dengan nasib Andini. Dia jelas tidak mau hal itu terjadi. "Benar, aku ngak boleh melepaskan kesempatan ini," guman Nila. Tekadnya menjadi lebih besar dari sebelumnya. Ia tersenyum dan mengangguk. "Jangan khawatir, aku pasti akan menjadi satu-satunya nyonya Aditya Seno." Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD