Bab 14 - Sixpack

1167 Words
“Habis lo ngeselin, sih!” kata Galaksi. Dia mencoba meraih koperku, menjauhkannya dari jangkauanku. Aku masih berusaha untuk mengambil koperku kembali, tapi Galaksi berulang kali menepisnya. “Gue? Ngeselin lo bilang?” Aku berdiri tegap di hadapannya. Memasang ekspresi menantang. “Iya, lo ngeselin.” Galaksi menyembunyikan koperku di belakang tubuhnya. Dia tetap siaga dengan pergerakanku, seolah takut tiba-tiba aku datang dan merebut benda itu. “Kalau gue ngeselin apa kabar dengan lo?” sindirku sambil tertawa sarkas. Bruk! Galaksi membuang koperku ke luar kamar. Aku melongo kaget, kemudian memandang wajahnya dengan raut ingin membunuh. Segera aku berlari untuk meraih koper itu, namun Galaksi malah meraih pinggangku, menghempasnya ke atas ranjang sementara dia menutup pintu dengan kasar. “Kayaknya kita perlu ngobrol, deh,” katanya. Aku membuang napas kasar lalu memalingkan wajah darinya. Sumpah, ya, aku malas membicarakan hal apa pun lagi dengan dia. “Jangan kabur dulu. Ini masih jam dua pagi,” lanjutnya sambil menunjuk jam dinding kamar. “Ngobrol apa lagi? Gue udah nggak mau lagi ketemu lo!” “Lo baru kerja sama gue sebulan setengah. Udah kena mental aja,” katanya enteng. Kena mental pala lo! cebikku dalam hati. Dia masih nyengir tanpa dosa di ujung ranjang, sementara aku terduduk di depan kepala ranjang sambil memeluk lutut. “Setidaknya lo harus ngobrol dulu sama gue sebelum minggat. Besok malam kita jalan-jalan ke luar sambil ngobrol, ya.” Sekali lagi aku membuang muka darinya. Kini Galaksi keluar dari kamarku sementara aku diam sambil menimang-nimang tawarannya. Oke. Anggap aja jalan-jalan terakhir sekaligus mengukir kenangan buruk untuk kuingat kedepannya. *** Sambil menonton drama Korea kesayangan di sofa ruang keluarga, aku memeluk lutut kemudian menangis. Jalan ceritanya begitu mengharukan bagiku, ditambah kenyataan bahwa aku harus meninggalkan rumah ini untuk ke dua kalinya. Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam, dan aku belum siap-siap sama sekali. Padahal malam ini aku mau jalan-jalan bareng Galaksi, kan? Galaksi juga tidak ada di rumah, padahal ini hari Sabtu. Ke mana, ya, dia? Apa rencana malam ini batal begitu saja? Atau jangan-jangan Galaksi berbohong agar aku nggak jadi minggat? Sialan, bocah itu benar-benar licik. Sambil makan keripik kentang dari toples, aku merapalkan beribu sumpah serapah untuk Galaksi. Segelas air ludes dalam sekali teguk. Perutku mendadak begah akibat makan sambil marah-marah. Kusenderkan kepala ke sofa, lalu menonton sambil mencebik bibir. Selang berapa lama, suara mobil terdengar dari arah luar. Pasti itu Galaksi. Segera aku memejamkan mata, berpura-pura tidur di sofa sementara putaran film terus berlangsung di smart tv. Cklek. Suara pintu terbuka. Mataku memejam semakin rapat. Galaksi melangkah menuju pantri, melewatiku yang terdiam di atas sofa. Kubuka sebelah mataku untuk mengintip, dan dia sedang membuka satu per satu kancing kemejanya. Bukannya hari Sabtu libur? Tapi kenapa penampilannya terlihat begitu formal? Kini Galaksi bertelanjang d**a. Bahu tegap dan otot perutnya terpampang nyata. Ah, sialan, kenapa dia begitu seksi? Kemeja yang tadi dia pakai dilempar begitu saja ke atas sofa, tepat di sampingku. Begitulah Galaksi, selalu bersikap sembarangan dan seenaknya. Kututup kembali mataku saat dia menoleh dan melihatku terlelap di atas sofa. “Ngapain tidur di sini, coba?” Galaksi bermonolog. Suara langkah kakinya terdengar mendekat ke arahku, dan sepertinya dia duduk di sampingku. Keningku diusapnya, begitu terasa walaupun aku tak membuka mata. Dia menyelipkan anak rambutku ke belakang telinga kemudian menepuk pelan pipiku. “Bagun,” katanya. Menepuk pelan pipiku beberapa kali. “Bangun, heh.” Mataku terbuka, dan aku berpura-pura menggeliat pelan kemudian menguap lebay. “Eh, Gala.” Galaksi memutar bola matanya dariku kemudian menoyor kepalaku seenak jidatnya. “Molor aja!” katanya dengan wajah lempeng. “Ketiduran gue.” Aku memandangnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pandanganku terhenti di perut atletisnya, terlihat seksi sehingga aku menelan ludah beberapa kali. He is so f*****g hot. “Ngapain liatin perut gue, lo? Kayak gak pernah liat cowok telanjang d**a aja,” katanya enteng. “Geer amat, sih, lo!” “Ganti baju sana. Jadi kan jalan-jalan?” Aku mengangguk ogah-ogahan sementara Galaksi mengambil kemeja yang tadi dilemparnya kemudian menjejalkannya ke mukaku. “Cuci, nih!” katanya seenaknya. Kulempar kemeja itu ke muka Galaksi sebagai pembalasan. “Gak usah dijejelin juga kali!” “Di kemeja ini ada keringat gue, Ra. Nggak mau dicium dulu? Lo tahu, nggak, cewek-cewek di luar sana pada ngiler liatin gue keringetan sambil minum aqua,” katanya sambil cengengesan. Aku mengangkat sudut bibir lantaran heran. Kok dia bisa pede banget, sih? Cewek macam apa yang doyan liatin keringat? “Gue bukan mereka, kali,” jawabku nggak terima. Dia pikir aku cewek apaan. “Gak usah munafik, ah. Barusan aja lo liatin ABS gue.” “Mana ada. Orang nggak sengaja lihat.” Aku memalingkan muka darinya. Berpura-pura menonton drama Korea di layar televisi. Galaksi tertawa-tawa sambil mengikuti arah pandangku, sekarang dia ikutan nonton drakor juga. “Apa, sih, nonton kayak ginian? Kayak lo ngerti aja mereka ngomong apaan,” celetuknya seraya melirikku dari balik ekor mata. “Ya, kan, ada subtitle-nya, Geblek.” “Capek, ah. Subtitle-nya kecil banget, dah gitu kecepetan. Belum kelar baca udah main ganti aja. Seenaknya banget!” Aku memutar bola mata, jawabannya sangat aneh menurutku. “Ya masa subtitle-nya nungguin lo kelar baca?” “Buruan ganti baju. Ngoceh mulu, lo!” perintahnya. Matanya melotot ke arahku. Aku bangkit kemudian mengambil remot buat matiin tv, tapi Galaksi menepis tanganku dan mengambil remotnya dariku. “Gue aja yang matiin,” katanya sambil melirik sinis aku yang berdiri di depannya. “Serah lo!” *** Ini termasuk kategori selingkuh nggak, sih? Aku jalan-jalan bersama Galaksi di malam hari. Udah gitu pakai dress di bawah lutut dan high heel lima cm. Wajahku dipoles bedak tipis-tipis, blush on dan liptint. Pas ngaca, aku memuji diriku sendiri karena merasa cantik. Aku memang cantik di depan cermin sama di video tik tok doang. Di real life, sama sekali nggak ada cantik-cantiknya, percayalah. “Damara!” Galaksi berteriak dari arah luar. Aku yang lagi nyatok rambut mendadak terperanjat kaget. Catokanku mengenai kulit kepala hingga menimbulkan sensasi panas. Kurang ajar. “Oy! Bentar lagi.” “Lelet amat, sih. Gue tunggu di ruang tv!” “IYA!” Setelah beres menyatok rambut, aku langsung ngibrit ke luar menemui Galaksi. Dia sedang duduk di atas sofa dengan setelan hoodie abu-abu dan celana jeans robek-robek di bagian lutut. Aku benci celana robek-robek, tapi kalau Galaksi yang memakainya tidak apa-apa. Malah aku suka. Dia kelihatan sangat ganteng mirip idol K-Pop. Kalau orang lain yang pakai, biasanya malah mirip jamet. Tapi dia Galaksi yang selalu cakep kendati pakai baju compang-camping sekali pun. “Yuk,” ajakku. Galaksi menoleh kemudian terdiam beberapa saat setelah melihat penampilanku. Dia memandangku dari atas sampai bawah kemudian tersenyum tipis. “Kenapa, gue cantik, ya?” godaku kemudian. Narsis sesekali tidak apa, kan? Senyum Galaksi langsung luntur seketika, “Biasa aja.” Geblek. Bersambung... DAMARA MINGGAT NGGAK, NIH? HAHAHAHA Cerita ini aku post tiap hari, ya. semoga kalian suka. Jangan lupa komen di bawah, ya. Buat yang mau promoin cerita ini, mangga boleh banget ☺ Salam dari emaknya Galaksi :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD