Bab 1 - Pertemuan Pertama

1047 Words
Kenapa sih, cowok selalu melihat perempuan dari fisiknya? Bahenol dikit, senggol. Sementara yang mukanya pas-pasan dijadiin bahan gosip di belakang mereka. Ngakunya mau cari istri solehah, sementara following ** isinya cewek seksi semua. Lihat cewek pakai baju kebuka dikit main godain, giliran dilaporin dengan tuduhan pelecehan malah nggak terima. Bilangnya, “Makanya pakai baju, tuh, yang sopan biar nggak ngundang nafsu. Aurat tuh dijaga, jangan diumbar ke mana-mana. Dosa!” Eh Bambang, mata kalian tuh yang harus dijaga. Kenapa justru si korban yang disalahin? Benar-benar nggak habis pikir sama manusia macam mereka. Merasa diri lebih benar dengan berlindung di atas nama agama. Aku benar, kan? Kalau iya, mari kita senyumin. “Si Resti keteknya bau, dah gitu kukunya item. Males banget gue!” Itu yang sekarang kudengar dari arah gudang. Seno sedang menggosipkan mantan gebetannya ke teman-temannya. Meskipun aku berada di meja kasir, suara mereka tetap terdengar jelas di telingaku. “Tapi dia kaya, kan?” sahut Rama. Dari suaranya, sih, aku yakin banget kalau dia memang Rama. “Iya. Kaya banget. Tiap malem mingguan gue dijajanin.” Seno terbahak. “Nih, ya. Gue kasih tahu. Selama deket sama Resti, pulsa gue terpenuhi. Dompet gue juga keisi. Gaji sebulan di toko ini nggak ada apa-apanya.” “Terus kenapa sekarang putus?” tanya Deon. Dasar si culun itu. Kukira dia berbeda, ternyata sama aja. “Dia minta dikawinin. Males, ah.” Kontan semuanya terbahak. Hanya aku mengangkat sudut bibir lantaran geram. Jadi begitu penilaian kaum adam terhadap kami para wanita? Mereka mendekati kami hanya karena ada maunya. Dasar, cowok-cowok sok cakep! Setelah mendengar celotehan kurang kerjaan Seno and friends, mendadak aku teringat Andra, kekasihku. Kayaknya Andra juga sama aja dengan laki-laki kebanyakan. Setiap awal bulan, dia selalu ngode-ngode minta dibeliin pulsa. Juga, dia sedikit malas bekerja. Dulu aku kesemsem dengan visualnya yang tampan, tapi setelah dipikir-pikir kembali, memangnya wajah tampan bisa bikin perut kenyang? Maaf bukannya aku matre, tapi mencoba bersikap realistis. Aku nggak nuntut dia buat menjadi orang kaya, tapi setidaknya dia harus berusaha, kan? Andra mengatakan bahwa dia sangat menyukaiku, tapi Andra tak pernah sekali pun datang ke rumahku dan menunjukan keseriusan. Di facebooknya, dia tak pernah sekali pun memosting fotoku, padahal ... di postingannya beberapa tahun ke belakang—saat kami belum pacaran—Andra selalu mengunggah foto-foto kekasihnya. Aku bisa memaklumi itu karena para mantan kekasih Andra sangat cantik dengan kulit putih mulus, perawatan yang mahal, wajah good looking, pendidikan yang baik, dan beberapa keunggulan lain yang tentunya jauh berbeda dariku. Ada beberapa temanku yang bergosip, katanya Andra berselingkuh. Saat itu aku mencoba acuh. Toh, mereka hanya iri. Salah satu temanku, namanya Siti, pernah menyukai Andra secara diam-diam. Pada awal-awal kami berpacaran, dia selalu menyindirku di status whatsappnya. "Halah, palingan ujung-ujungnya putus," sindir Siti kala itu. Dia pikir aku nggak peka akan sindirannya? Hello! Lo kalau suka jangan munafik dong, woy! Siti selalu mengatakan bahwa dia tak memiliki ketertarikan sedikit pun dengan Andra. Nyatanya? Kalian bisa lihat, kan? Maka dari itu, gosip apa pun yang keluar dari mulut temanku, apalagi tentang Andra, aku sama sekali tak mau dengar. "Ngelamun aja, lo. Tuh, duit hitung dulu! Udah jadwal over shift." Seno memukul meja kasir. Sudut bibirku terangkat satu. Anak ini benar-benar membuat jantungku hampir copot. Lantas aku membuka laci kasir, menghitung penghasilanku sore ini. Uang sebesar 30 juta kurapikan ke dalam kantong. Komputerku masih menyala dengan nama Damara Sima G. Aku harus buru-buru mengeluarkannya sebelum anak-anak shift dua muncul untuk menggantikanku. "Mbak, marlboro satu." Ah, ngeselin. Sudah waktunya pulang malah ada pelanggan. Rasanya pengen marah, tapi masih butuh pekerjaan ini. Di rumah, Damar nggak pernah memberiku uang. Dia Kakak terburuk yang pernah kutemui sepanjang masa. "Yang merah, Mbak," lanjutnya. Kulirik dia dan baru menyadari bahwa parasnya sangat tampan layaknya dewa. Aku memerhatikannya sampai lupa cara berkedip. "Buruan, Mbak." "Berapa bungkus?" tanyaku setelah tersadar. "Sebungkus aja." "Yang, lama banget, sih?" Seorang gadis cantik datang menyusul dengan setelan kaus putih polos dan celana pendek di atas lutut. Aku meliriknya sekilas dan menaksir bahwa gadis itu berusia dibawah 20 tahunan. "Bentar lagi, Yang," jawab pemuda tadi. "Berapa, Mbak?" Ia mengalihkan perhatiannya padaku seraya mengeluarkan dompet dan mengambil selembar uang seratus ribu. "30 ribu aja, Kak." Cowok ganteng itu membayarku. Dia menaruh dompetnya di meja kasir saat tiba-tiba ponselnya berdering. "Gue di minimarket. Sama Raya juga. Iya gue otw sekarang, deh. Yuk, Yang." Seraya memasukan ponselnya ke dalam saku, pemuda itu menarik tangan gadis cantik tadi. Kutebak, mereka pasti sepasang kekasih. Sumpah, mereka sangat serasi, yang satu tampan, yang satunya cantik. Berbeda dengan hubunganku sama Andra. Andra itu lumayan ganteng, sementara aku hanyalah remah-remah kue Khong Guan. Pantas saja semua temanku begitu iri hati, karena cowok seganteng Andra memang nggak pantas bersanding dengan bubuk rengginang sepertiku. Ah, sudahlah. Aku mau bersiap-siap over shift. Lantas kubersihkan meja kasirku. Merapikan berbagai jenis belanjaan yang tak jadi dibeli oleh pelanggan. Ada shampo, sabun cair, roti tawar, dan ... ada dompet? Iya dompet. Aku yakin dompet ini merupakan milik si ganteng tadi. Buru-buru aku mengambilnya dan memasukannya ke dalam tas selempang milikku. Niatnya, aku akan memeriksa dompet ini sesampainya di rumah nanti. Siapa tahu uangnya banyak. Aku nggak mau munafik dengan tak mengharapkan imbalan sepeser pun dari pemilik dompet ini. Kuharap saat mengembalikannya nanti, ia tidak akan pelit-pelit memberiku bonus. Pekerjaan telah kurampungkan, lantas kulangkahkan tungkai menuju ke tempat parkir. Saat hendak menaiki motor, aku melihat pemuda tadi kembali. Ia setengah berlari memasuki toko. Kuyakin dia kelimpungan nyari dompetnya yang hilang. Saat mata kami bersepandang, aku berusaha membuang muka, lantas melajukan motor matic-ku membelah jalanan kota. *** Mengunci pintu kamarku rapat-rapat, lantas aku duduk di pojok ruangan seraya membuka dompet milik pemuda tadi. Wah, uangnya lumayan banyak. Manusia macam apa yang membawa uang cash sebanyak ini? Kuhitung jumlahnya, satu, dua, tiga, empat, lima ... tiga juta enam ratus ribu rupiah? Wah ... untuk mempuanyai uang sebanyak ini, aku harus kerja pontang-panting sebulan penuh, itu pun kalau bos tidak memotong gajiku gara-gara kesiangan. Gimana kalau aku mengambil uangnya tiga lembar saja? Dosa nggak, ya? Kurasa dia tak akan menyadarinya. Lantas kukantongi uang sebanyak tiga ratus ribu, kemudian mulai membaca kartu identitasnya. Galaksi Andromeda. Tempat tanggal lahir; Jakarta, 1 September 1996. Itu artinya, di tahun ini dia berusia sekitar 25 tahunan. Bersambung... Ada yang suka cerita ini, nggak? Kalau ada, yok komen di bawah!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD